Enam belas - KEYAKINAN

11.6K 1K 25
                                    

Typo yah ;)


Jam pulang kerja telah tiba. Nabila membereskan pekerjaannya dan segera keluar dari kantor. Sore ini ibunya Bram akan menjemput Nabila ke kantor Dito. Untuk mengajak Nabila nyemil-nyemil cantik sebentar, kata beliau sih. Nabila jadi sedikit gugup. Mengingat mereka berpisah malam lalu dengan perlakuan kurang mengenakkan. Tak ada sopan-sopannya. Huh, calon menantu apa ini Nabila. Murung Nabila sendiri.

"Belum dijemput Bram, Nab?" tanya Dito yang keluar dan melihat Nabila masih duduk di bangku kayu depan kantornya. Nabila tersenyum kikuk. Mana bosnya ini sekarang lumayan ramah kepadanya. Dulu mah boro-boro.

"Eh, nggak sama mas Bram kok, pak."

"Lho terus sama siapa?"

"Tante Miranda." jawab Nabila tersenyum culas mendapati Dito menyeringai geli.

"Cieee, udah persiapan nih? Gercep juga ya." goda Dito. Nabila tak tahu harus membalas candaan Dito apa. Persiapan apaan? Ketemu juga baru dua kali masa langsung persiapan.

"Aku duluan kalau gitu ya, Nab. Salam buat tante." pamit Dito membuka tombol kunci mobilnya. Nabila mengangguk sopan.

"Iya, pak. Hati-hati dijalan."

Tepat ketika mobil Dito berlalu, sebuah mobil mini nan feminim muncul dan berhenti di depan Nabila. Mobil itu mengklakson tiga kali dan kaca kemudinya diturunkan memperlihatkan Nyonya Miranda yang cantik mempesona itu.

"Nabilaaa, ayo masuk!" ajaknya riang.

"Tante." sapa Nabila canggung. Dan menuruti ajakan Nyonya Miranda. Dia duduk di kursi penumpang depan. Saat masuk, tercium bau harum dan tape mobil itu menyalakan musik lembut dari tembang lawas Atlantic star yang judulnya Always. Nabila tersenyum kecil. Dulu ayahnya pernah bercerita, kalau pernah dansa dengan almarhumah ibunya memakai lagu ini.

"Nabila nggak papa kan tante culik sejam dua jam dulu?" tanya ibu Bram sambil menyetir.

"Iya tante. Nggak papa kok. Tadi Nabila udah kasih tau ayah sama mas Bram juga."

"Kamu kasih tau Bram? Dia mau ikutan?"

"Nanti kalau selesai dia mau nyusul kok." jawab Nabila sambil tersenyum ramah membuat Nyonya Miranda suka memandangnya. Rasa-rasanya, Nabila ini manis. Dia memang tidak cantik seperti cewek metropolitan kebanyakan. Wajahnya malah lebih terkesan orang daerah. Padahal Bram bilang Nabila itu orang Jakarta tulen. Apa mungkin gaya hidupnya yang bikin Nabila nampak biasa saja?

"Kita ke Carnivora aja yuk." Nabila mengerutkan kening kebingungan. Karnivora? Apa Nabila tidak salah dengar?

"Eh, itu tempat apa tante?"

Nyonya Miranda menutup mulutnya salah tingkah. Sedikit geli juga melihat raut muka Nabila yang memandang Nyonya Miranda seperti punya tiga tanduk.

"Hehe kafe steak gitu, Nab. Daging disitu enak. Nggak pernah kesana ya?"

Mana pernah Nabila datang ke tempat bernama ganjal begitu? Nabila mah makan steak juga sekelas warung.

"Belum pernah sih, tante. Nggak pernah tau juga."

"Ya udah kita kesana aja."

Dan mobil feminim itu meluncur ke jalanan kota.

***

Nabila mendelik membaca buku menu dari resto daging itu. Namanya boleh aneh, tapi harganya selangit. Dia menelan ludah susah payah. Bahkan harga pasta yang paling murah disini saja seharga uang makan Nabila selama seminggu.

PERFECTLY IMPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang