Dua puluh sembilan - TERTIDUR

9K 764 64
                                    

Setelah sekian lama aku kambek, hua ada yg kangen Bram Nabila? maaf ya klo udah lupa ceritanya gimana bisa baca ulang part sebelumnya. makasih juga dukungannya yg kemarin kemarin dm aku terus buat nerusin ini haha nih aku update dan mungkin beberapa chapter lagi Bram Nabila sudah tamat uye

Aku juga mau promosi lagi, cerita HAI sudah bisa dibaca lagi diwebcomic dan update tiap hari sabtu. Linknya bisa dilihat di profil wp aku, dan jangan lupa dilike + komen yaa. buat yang kangen sama mas Juna kampret nan egois wkwkw

Typo?

***

Setelah hari-hari panjang yang dilewati dengan suka cita, sensitif, melelahkan, sekaligus membahagiakan, tak terasa perut Nabila sudah cukup membesar bak gadis pembawa tambur. Nabila dan suaminya bahkan sudah melewati proses acara tujuh bulanan untuk bayi mereka. Yang diketahui bahwa memang calon anak mereka adalah perempuan. Bukan main senangnya Bram. Dari rumah sakit sampai pulang, lalu sampai keesokan harinya Bram suka tersenyum-senyum sendiri. Maklum calon ayah baru, mintanya anak cewek, eh dikabulkan oleh Tuhan jadinya norak begitu.

Nabila maju mundur kecil, kalau sudah hamil tua begini disarankan untuk setidaknya dalam sehari Nabila punya waktu untuk sekedar berjalan sehat. Karena malas turun dari apartemen, jadi Nabila hanya memutar ke kamar, dapur, ruang tv. Perutnya sudah sangat berat dan kakinya juga agak bengkak. Dia tidak kuat berjalan jauh. Setelah meminum pilnya, dia keluar kamar ketika mendapati Bram tengah menyalakan vakum cleaner untuk membersihkan karpet.

"Kayanya, aku mau ngajuin cuti minggu ini deh, mas." kata Nabila berlalu menuju kulkas. Dia membuka freezer dan menemukan sekotak baskin robbin, cemilan favoritnya akhir-akhir ini. Bram menatap Nabila bingung. Dia membenahi celemeknya sejenak dan urung untuk menyalakan mesin penyedot debu karena ingin mendengar penuturan istrinya tersebut.

"Kenapa? Udah nggak kuat?"

"Iya. Kalau jalan suka sakit. Duduk terus juga sesak. Pusing. Ini aja agak pusing." jawab Nabila seraya duduk di sofa melahap es krim coklatnya. Bram segera menyusul. Membuat Nabila terkeju ketika Bram mengangkat kedua kakinya untuk diluruskan ke meja kopi. Bram mengamati kaki-kaki putih Nabila yang mulus namun terlihat memang sedikit membesar dari sebelum Nabila hamil.

"Apa sih, mas?" tanya Nabila tidak mengerti.

"Bengkak memang. Mau dikompres? Atau direndem air hangat?" mendengar pertanyaan itu, sungguh hati Nabila menghangat. Suaminya ini kini jauh lebih perhatian dan menggemaskan tentu saja. Nabila tersenyum mencubit hidung Bram.

"Nggak usah. Nggak papa kok. Masih bisa digerakin ini."

"Senin besok nggak usah kerja dululah kalau masih berat. Ntar mas kasih tahu Dito." terang Bram dengan nada khawatir dan memijat kaki Nabila. Sudah seperti majikan dan pembantu saja, membuat Nabila terkikik kalau melihat itu.

"Jangan! Nggak enaklah masa bilang gituan lewat kamu. Pak Dito kan bosku, bukan bosnya mas."

"Tapi kalau pakai sesek-sesek gitu langsung izin sama dia ya? Mas nggak toleransi lagi kalau kamu udah kaya gitu." peringat Bram tegas.

"Iya, mas. Tenang aja." Nabila menyendok es krim, menyuapkan ke mulut Bram supaya lelaki itu bisa mendinginkan otak.

"Atau senin aku panggil mama juga kesini? Jadi kamu bisa dijagain mama juga."

Nabila mendelik dan menggeleng kuat.

"Nggak, nggak. Ngerepotin, nggak usah. Kasihan mama bolak-balik rumah-apartemen. Ntar oma juga marah lho, kesannya kaya aku manja banget." gerutu Nabila menolak gagasan Bram sampai lelaki itu mendengus. Sebetulnya apa yang dikatakan Nabila ada benarnya. Mama Bram pasti dengan senang hati merawat Nabila. Tapi omanya yang pasti akan memborbardir untuk melarang ibunya tersebut kemari hanya karena menantunya hamil.

PERFECTLY IMPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang