Dua puluh tiga - HER OWN SUFFERING

11K 881 32
                                    

A/N : Aing utang Eternal love yaa besok aja udah ngantukz. Typo?

***

"Yah, Nabila udah pulang, yah. Ayah bangun dong." bisikan lirih itu dapat terdengar jelas di telinga Bram yang baru saja masuk ke dalam ruang kamar ayah mertuanya yang sepi dan sayup. Hanya bunyi mesin EKG dengan detak jantung stabil, dan bisikan istrinya yang begitu menghamba memohon untuk ayahnya segera membuka mata.

Lelaki itu menghela nafas. Rasa lelah karena jetlag tadi pagi hampir tidak terasa. Dia dan Nabila memang belum menyentuh rumah, mana mau mereka pulang ketika setelah bersenang-senang dihadapkan sesuatu yang bikin jantung syok berat. Bram meletakkan tas bekal ke meja kecil dan menghampiri ayah mertua. Nabila nampak menelungkupkan wajahnya di tangan ayah. Wanita itu tengah bersedih. Lalu Bram menyentuh kedua kaki ayah. Masih hangat. Bram memijatnya sebentar lalu menyelimuti tiap buku jari kaki renta tersebut.

"Sayang, makan dulu yuk." ajak Bram pelan mengusap kepala istrinya, Nabila menoleh. Dengan mata begitu sembab namun ketegaran masih tersisa di sorot matanya.

"Nggak laper, mas."

"Mama udah bawain makanan dari rumah buat kita. Kamu cuman sarapan di Singapur aja tadi kan. Ya?" bujuk Bram tersenyum. Di tengah-tengah ajakan itu, dia berusaha setengah mati untuk menahan perutnya supaya tidak keroncongan. Tapi gagal. Seberapun dia tidak nafsu makan karena situasi sedang kacau, perut Bram tetap tak bisa menipu siapapun. Nabila menyentuh tangan suaminya. Mendadak dia merasa bersalah mendengar bunyi perut Bram yang waktunya minta diisi. Dia sudah lalai, mengabaikan sang suami. Harusnya Nabila juga tetap sadar bahwa kini hidupnya tidak berporos kepada sang ayah, ada Bram yang harus dia rawat.

"Mas laper?"

Bram meringis tidak enak.

"Sedikit. Makan sama-sama ya?"

Untungnya Nabila setuju. Wanita itu mengamati detak jantung sang ayah yang normal dan membenarkan letak selimut yang miring. Sementara Bram menggeret kursi lain dan mulai membuka tas bekal yang dibawa ibunya dari rumah. Bau masakan langsung membuat keduanya tersenyum sedih bersamaan.

"Maaf ya, mas. Aku sampai nggak ngurusin kamu." ucap Nabila pahit. Tapi Bram menjawabnya dengan senyuman maklum saja, malah menyendok nasi dan juga tumis buncis beserta udang lalu menyuapkannya kepada istrinya.

"Mas nggak minta diurusin kok. Mas cuman kamu nggak abai sama kondisi kamu. Ayah tetep nomer satu sekarang, tapi..." Bram menyuapkan satu suapan lagi kepada Nabila.

"...kamu juga harus tetep makan."

Nabila tertawa sedih. Keduanya makan dengan lahap dalam diam. Sampai kotak nasi sudah habis, nyonya Miranda masuk ketika Bram dan Nabila tengah menghabiskan buah-buahan.

Nyonya Miranda tersenyum kecil menghampiri keduanya.

"Ma, makasih ya makanannya. Maaf sampai mama bawain kesini." kata Nabila kepada ibu mertuanya.

"Nggak papa kok, sayang. Mama tahu ayahmu belum bisa ditinggal. Tapi...habis gini kalian mending pulang dulu istirahat ya?"

Bram melihat raut wajah Nabila langsung berubah tidak setuju. Nabila tidak ingin pergi dari sisi ayahnya. Dia ingin menemani ayahnya.

"Kita disini aja, ma. Mending mama, om Helmi sama sodara-sodara aja yang pulang. Kalian juga udah semingguan ini kan gantian jaga ayah." ujar Bram mewakili Nabila.

"Tapi kalian barusan pulang dari Singapur, kalian pasti capek banget kan? Ya, Nab? Istirahat dulu malem ini dirumah. Besok, kamu boleh dateng lagi jagain. Kata om kamu, biar dia yang nungguin ayah kamu. Om juga yang bertanggung jawab sama keadaan ayah kamu."

PERFECTLY IMPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang