TLL 22: Sense Of Loss

34.1K 2.3K 40
                                    

TLL 22

The Light Of Life

Begitu kelam dan dingin. Mungkin itulah yang terasa di malam gelap penuh misteri ini. Namun, kerinduan didapat dimalam kelam ini. Tidak tertinggal juga tangisan dan rasa sakit.

Rasa yang seharusnya tak muncul, cinta yang seharusnya menghilang, kasih yang seharusnya tak pernah ada kini bertumpah ruah dimalam kelam ini.

"Aku merindukanmu" Carla berlari sambil memeluk sosok pria yang sudah lama dinantinya. "Tidak ada cara lain, meski Raja itu mencintai gadis lain dia tetap tidak mau melepasku. Aku tidak mau dan tidak bisa terus berada disisinya" Pria yang masuk dengan menyamar itu tampak tersenyum dan mengecup singkat bibir Carla.

"Kita akan pergi dari sini, membangun pondok kecil dihutan dan hidup bahagia. Seperti yang seharusnya" Putri Carla tersenyum "Seperti yang seharusnya".

"Sayangnya tidak semudah itu" Asghar mengacungkan pedangnya lalu tersenyum singkat. "Emm kau mengkhianati gadisku demi priamu Putri" Carla menunduk sedikit merasa sakit mengingat pengkhianatan dirinya sendiri.

"Biarkan kami pergi" Pria yang digenggam kuat oleh Carla tampak angkat bicara dan menatap tajam mata Asghar. "Tidak akan" Asghar menyerang dan tanpa disangka beberapa orang bermunculan dan terus bermunculan yang diyakininya sebagai prajurit bayaran sang Putri.

"Sial" Umpat Pangeran Asghar yang tanpa pikir panjang berlari ketempat ini untuk menangkap Putri yang dimatanya merencanakan pemberontakan itu. Tentunya setelah membuat perjanjian dengan Sael bahwa Sael harus ke kamar Arshya dan menyeret Shava kehadapanya.

Pertempuran tak terhindari, mandi darahpun terjadi di gerbang belakang istana.

*     *     *

"Engg" Erangan yang entah kesekian kalinya muncul dari bibir Shava. "Sakit" Shava terus menggumamkan hal yang sama saat Arshya tengah melakukan tugasnya. "Diamlah, aku tidak ingin menyakitimu tapi kau sendiri yang tidak mau diam" Arshya sedikit menunduk takut salah bertindak.

Pintu terbuka menampakan Jaeer yang langsung masuk sambil memegang gelas berisi air madu ditanganya.

"Anda yakin bisa melakukan akupuntur Tuan?" Arshya menatap jaeer tidak suka "Memang hal apa di dunia ini yang tidak bisa kulakukan haa?" Jaeer meletakan gelas yang dibawanya di atas meja lalu berbalik dan sebelum ia benar-benar pergi ia berkata dengan sedikit keras "Meniduri nona Shava" Arshya melotot karena kesal.

Pria itu sedikit tersenyum saat melihat wajah gadis yang hampir menjadi wanitanya itu terlihat begitu indah saat terlelap. "Jangan pernah datang padaku seperti tadi dan jangan pernah membuka pakaianmu dihadapan pria lain selain dihadapanku".  Kembali tersenyum mengingat begitu merahnya wajah Shava saat gadis itu dikuasai campuran alkohol dan obat.

"Sepertinya aku baru saja melepas kesempatan emas. Bagaimana mungkin aku begitu hebat dalam menahan diri" Arshya menyibak selimut tebal Shava membuat gadis itu sedikit meringis kedinginan karena tipisnya pakaian yang bahkan begitu transparan hingga menampakan pakaian dalamnya.

"Kau akan berterima kasih saat tau aku sudah memakaikan pakaian indah ini untukmu". Arshya sedikit memperhatikan leher Shava yang berkhiasan bercak merah yang membuatnya kembali terkekeh membayangkan kemarahan lucu Shava yang akan segera diterimanya.

Pria itu kembali tersenyum "Aish aku jadi menyesal memakaikanmu baju, ah Akupunturnya nanti saja kalau dipikir-pikir aku takut aku salah saraf". Arshya naik ketempat tidur dan masuk kedalam selimut sambil memeluk erat Shava.

"Saatnya tidur" tanpa sadar Shava membalas pelukan Arshya lalu mengigau pelan "Aku Mencintaimu, sepertinya". Arshya terdiam lalu semakin mempererat pelukanya "Bukan sepertinya, tapi memang kau sudah seharusnya mencintaiku. Karena aku sudah pasti, Mencintaimu" Pelukan diantara mereka semakin erat membagi kehangatan di tengah dinginnya malam.

Tanpa terasa larutnya malam semakin menelan mereka.

'Kakak, kupikir kau seharusnya bangun'.

Mata Shava terbuka, kepalanya terasa begitu pening dan berat di waktu yang bersamaan. Melihat sekelilingnya Shava tampak memiringkan kepalanya tidak mengerti kenapa ia berada di tempat terkutuk ini dengan...

"Ada apa dengan pakaianku?" Shava langsung bangkit hendak meraih jubah yang tergeletak di kursi tidak peduli siapa pemilik jubah itu.

Sebelum tangannya menggapai jubah tangan lain sudah meraih jubah itu. "Aku lebih suka kau seperti ini" Arshya dengan tidak tahu malunya muncul tiba-tiba sambil tersenyum jahil pada Shava.

Shava memelototi Arshya dan kembali berusaha meraih jubah besar di tangan Arshya hingga membuat pria itu dengan mudah meraih pinggul Shava dan menghantamkannya pada tubuh kokohnya sendiri.

"Apa yang kau lakukan" Arshya tersenyum dan mendekat "membuatmu sadar bahwa kau miliku" Shava memberontak atas pelukan sepihak itu.  "Lepas, bodoh apa yang kau lakukan padaku. Jika kau sampai segila ini karena diriku, kau tidak seharusnya membalas dengan melakukan semua ini sampai meniduri aku" Arshya mempererat pelukannya.

"Aku hanya akan menidurimu saat kau sudah menjadi ratuku" Shava tanpa sadar menatap Arshya. "Aku cukup bodoh untuk melakukan hal itu" Shava menatap Asrhya semakin dalam "menjadi Ratumu?" Ketokan di pintu membuat apa yang ingin dijawab Arshya terurungkan.

Dengan cepat Arshya melepas Shava dan memakaikan gadis itu jubahnya rapat-rapat. Setelahnya barulah ia membiarkan yang mengetuk pintu itu masuk.

Jaeer muncul dengan tatapan sedikit tergesah "putri Carla membawa pemberontak masuk dan pangeran Asghar terluka parah karena menahan mereka semua seorang diri" Arshya langsung mengambil pedangnya.

"Berapa jumlahnya?" Tanya pria itu sambil mencari beberapa benda yang tidak Shava ketahui. "Perkiraan saya sekitar 500 orang tuan" Arshya mulai melangkah "Asghar bodoh, harusnya dia lari menghadapi sebanyak itu" Jaeer mengikuti dibelakang.

"Kami berhasil menolongnya tapi lukanya terlalu parah dan saya tidak tau apakah dia akan bisa tertolong atau tidak" mulai berlari tergesah-bedah Arshya semakin mempercepat langkahnya di setiap waktu.

'Jika kau mati, aku akan menikahi Shava di depan kuburannya bodoh'

"Saya rasa luka pangeran Asghar akan semakin memburuk jadi kita harus cepat membereskan semuanya dan fokus pada pangeran Asghar" ujar Jaeer yang membuat langkah Raja Arshya terhenti seketika, pria itu tampak begitu marah saat mendengar kondisi pangeran Asghar "Kumpulkan semua pasukan yang ada, bantai semuanya dan sisakan Putri sialan juga pemimpin pemberontakan itu, ah untuk pemimpin itu potong kedua kakinya dan untuk si putri potong kedua tangannya" raja Arshya tampak begitu serius pada setiap ucapannya.

Tanpa ragu, tanpa penyesalan.

HegaEca

The Light Of Life [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang