TLL
The Light Of Life"Aku tidak pernah menyetujui putriku akan dinikahi oleh bocah itu dan putraku akan menjadi anjing kecil bocah itu" Jaeer menelan ludah mendengar ucapan dan nada bicara Arshya.
"Mana bisa aku memberikan sesuatu yang berharga bagiku begitu saja sialan".
Jaeer paham semarah apa Arshya saat ini, dia tidak mengetahui bagaimana keadaan Shava. Sekarang secara tiba-tiba ia mengetahui dirinya akan mendapatkan anak kembar dan dia akan menjual anaknya itu demi kekuasaan?.
Shava mungkin tidak akan mau bicara lagi padanya jika mengetahui semua ini.
"Tuan, hamba tahu ini sulit tapi tidak ada yang bisa kita lakukan. Jika anda menolak Ottoman anda bahkan tidak akan mampu membebaskan nona Shava dan melihat anak-anak anda" Jaeer semakin mendekat pada Arshya.
"Anda yang paling tahu seperti apa kondisi tubuh nona Shava. Saya hanya khawatir tuan Asghar akan melakukan hal yang tidak-tidak pada janin nona Shava jika kondisi beliau memburuk" Arshya hanya sedikit tersenyum.
"Satu yang pasti, dia tidak akan membuat Shava terbunuh. Aku juga akan melakukan hal yang sama jika kondisi Shava memburuk karena adanya bayi itu" Jaeer terdiam. Amat tahu seperti apa cinta Arshya pada Shava.
Rasa cinta yang bisa dikategorikan gila dalam menyalurkanya, tapi entah mengapa Jaeer iri pada tuannya yang mampu memberikan rasa cinta pada nona Shava sebanyak yang dia mau.
Tetap saja, Jaeer harus memastikan persekutuan ini berjalan lancar. "Hanya saja ada kemungkinan nona Shava tidak mempertahankan dirinya sendiri. Bukankah dia juga ingin menunjukan sebesar apa rasa cintanya pada anda? Tentu anda mengerti maksud hamba. Tolong pikirkan lagi" Arshya tahu.
Shava begitu ingin menunjukan sebesar apa kesetiaan nya. Dia cukup gila untuk melukai dirinya sendiri, tapi saat ini dia menopang dua kehidupan, dia tidak akan melakukan hal gila bukan?.
Arshya tidak tahu. Ingin meyakinkan dirinya sendiri saat dirinya tidak yakin.
Dia harus segera kembali pada Ratunya.
"Jika dia wanita, kau boleh menikahinya Raja Ottoman. Tapi jika dia pria aku tidak akan memberikannya padamu. Oh dan kau hanya boleh mengambil putriku saat ia berusia dua puluh tujuh tahun" semua orang terdiam. Sadar sang Raja Persia begitu tidak ikhlas memberikan putrinya sendiri.
"Tidak mau. Apa-apaan dua puluh tujuh tahun? Itu terlalu tua. Aku mau menikahinya saat dia berusia lima belas tahun" Arshya tampak geram dengan sikap Raja cilik di hadapannya itu. "Tidak. Dua puluh tujuh tahun dan setiap tahun dia harus menemui ibunya sebanyak satu bulan penuh" Aryan masih tidak terima.
Aryan masih enggan mengalah. "Saat dia menjadi milikku, aku bahkan tidak akan membuatnya bertemu denganmu lagi" Aryan menjulurkan lidahnya mengejek Arshya.
Putri Carla menengahi. "Jadi kalian sudah memperebutkan seseorang yang bahkan belum ada?" helaan nafas halus terdengar. Tampaknya para petinggi Ottoman sudah sepakat dengan persekutuan ini, tinggal kedua pemimpin yang akan menjadi menantu dan mertua yang berdebat akan hal kecil.
"Bagaimana jika usia sembilan belas tahun. Usia dimana Nona- ah maksudku Ratu menikah" Arshya masih tampak hendak menolak sebelum suara Aryan menghentikanya. "Berarti saat itu usiaku dua puluh enam tahun, ah baiklah aku akan menikahi anak Raja Persia ini saat dia berusia sembilan belas tahun" Arshya benar-benar tidak terima.
"Sepakat" Ujar Farqi dan Jaeer bersamaan.
Keduanya mengalihkan pandangan saat Raja Arshya menatap mereka tajam dan berjalan menjauh.
Aryan menatap punggung Arshya yang sudah menjauh. "Dia benar-benar serakah. Ingin memiliki dua gadis tercantik sekaligus. Mungkin dia akan menikahi calon Ratuku juga".
Menahan tawa.
Semua orang di tempat itu merasa terbodohi. Mereka pikir Aryan sudah mengerti arti dari pernikahan sampai ia mati-matian itu mendebat Arshya. Rupanya dia malah berpikir bahwa Arshya sedemikian rupa mendebatnya karena ingin menikahi putrinya sendiri?.
Dipikir beribu-ribu kali pun Aryan masih sosok bocah polos yang masih belum terlalu mengerti banyak hal.
"Jadi dimana ruang rahasia yang akan menjadi milikku?" tanya bocah itu sumringah.
"Sepertinya, Raja Arshya masih ingin terus merahasiakannya".
* * *
Asghar sadar akan kondisi Shava, semakin hari gadis itu semakin melemah. Contohnya hari ini. Asghar melihat bahwa wajah Shava semakin pucat. Tubuhnya semakin kurus padahal dia tengah menopang kehidupan lain dalam tubuhnya.
Tabib yang tengah memeriksa kondisi Shava belum juga selesai. Sebelumnya Shava selalu menolak diperiksa oleh tabib istana entah karena hal apa. Sampai pada akhirnya Asghar sendiri yang mengawasi gadis itu ketika diperiksa.
Sael memperhatikan, pandangnya tidak lepas dari Shava. Asghar menyadari hal itu dan menyadari ada hal yang disembunyikan darinya.
Tabib istana yang sudah selesai memeriksa kondisi Shava tampak datang menghampiri. "Kondisi Ratu semakin buruk. Tubuhnya tidak akan kuat menahan dua nyawa sekaligus" Asghar terdiam, menatap Shava yang sudah memalingkan wajahnya.
"Dia tidak akan kuat menahanya?" Tabib itu menghela nafas cukup berat. "Maaf tapi melihat kondisi Ratu saat ini, dia tidak akan mampu bertahan sampai akhir" Mata Asghar terpejam sesaat.
"Kalau begitu gugurkan kandunganya" Shava mematung dengan air mata yang langsung merembes keluar. Menatap Asghar, Shava masih tidak bisa memalingkan tatapannya. Pria itu tidak main-main ingin membunuh bayinya.
Shava terus menggeleng. Mulai histeris tidak bisa membiarkan yang direncanakan Asghar pria itu jalankan begitu saja. Merenggut nyawa yang amat ingin dilindunginya.
Para tabib akhirnya pamit undur diri "Kumohon, aku akan bisa bertahan. Hari ini aku merasa lebih sehat dari kemarin. Kumohon" Asghar mendekat, menyentuh surai Shava yang basah karena berkeringat. Gadis itu sudah demam sejak malam tadi.
"Maaf" Shava semakin menggeleng histeris. Shava semakin menangis, memukul-mukul dada Asghar meski pukulan itu sama sekali tidak akan berbuah banyak.
Shava memang tahu kondisinya tidak akan semakin membaik. Tapi apa salahnya jika mencoba? Dia tidak akan mau hidup setelah membunuh dua kehidupan dalam dirinya sekaligus. Rasanya sulit, sakit dan dia tidak akan mampu bertahan seharipun setelah semua itu.
Asghar menarik Shava dalam dekapanya, Sael cukup tau diri untuk keluar ruangan meninggalkan Shava yang masih menangis histeris.
"Aku tidak bisa membiarkanmu mati" Asghar berbisik lembut, meki tidak berpengaruh dan tangisan Shava masih sama kerasnya.
"Aku juga tidak ingin anak-anakku mati bahkan sebelum mereka melihat dunia" Asghar semakin mengelus punggung Shava, membuat gadis itu senyaman mungkin dalam dekapanya.
"Maafkan aku" Bisik Asghar pelan.
"Aku cukup egois untuk membunuh mereka".
HegaEca
VOTE + COMMENT
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of Life [TAMAT]
Ficção Histórica(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu menyipit mendengar perkataan pria dihadapanya. "Kau miliku" dua kata sederhana namun bermakna banyak ba...