TLL 14
The Light Of Life
"Kakak" suara lembut itu adalah suara yang paling dirindukan Shava. "Kakak" kembali terdengar membuat Shava menoleh ke sembarang arah mencari keberadaan sang adik.
"Shava" kali ini suara sang ibu yang mulai terdengar membuat Shava semakin gencar mencari keberadaan mereka. "Kami disini kak" Shava menoleh dan menemukan sosok ibu dan adiknya.
"Kakak tolong-"
"Ahhhh" Shava bangun dari tidur singkatnya. ikatan pada tali yang melilit tubuh mungilnya tampak masih juga terasa kencang. Tidak ada cara melarikan diri kecuali ada sosok malaikat yang menolongnya.
Jika usia Shava masih 8 tahun mungkin gadis itu akan berharap demikian tapi usianya kini sudah menginjak hampir dua puluh tahun. Akan terkesan bodoh jika dia berharap demikian.
Sekelilingnya tampak sudah sunyi, matahari juga tampak mulai menampakkan wujudnya. "Celaka" Shava mulai bergerak brutal berusaha melepaskan diri dari sang surya yang hendak menyinari dunia. "Siapapun, kumohon" lirih Shava yang mulai histeris dengan kedatangan sang surya yang semakin bersinar terang. Mata indah itu mulai berkaca-kaca, tubuhnya mulai bergetar hebat begitu sinar itu mulai datang.
"Aku pembunuh?" Lirih Shava mulai terdengar gila "aku yang membunuhnya?" Lanturan itu semakin terdengar tak waras. Inilah dampak dari ketakutan Shava pada sang surya. Kegilaan mulai datang padanya, kilatan akan sebuah kenangan menyedihkan mulai menghantuinya, tubuh mungilnya yang mulai terasa lumpuh total, ingatannya yang seketika hilang, dan akal sehatnya mulai melayang.
Shava bahkan pernah hampir membunuh ibu dan dirinya sendiri hanya karena sang surya mengganggunya. Bukan karena ingin tapi karena gadis itu yang bahkan kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.
"Kumohon, aku tidak suka mentari" Shava mulai terlihat lemah saat sinar itu semakin terang menerpa tubuhnya. "Kumohon" kalimat terakhir yang lolos dari bibir mungilnya sebelum kesadaran melayang pergi darinya.
"Tidaklah ini sedikit keterlaluan Tuanku?" Jaeer bertanya pada sang Raja yang tampak melihat Shava dari jendela kamarnya.
Arshya masih bersikap keras kepala "Dia perlu pelajaran" Jaeer sedikit tidak setuju dengan keputusan tuanya kali ini. "Tabib bilang terlalu berbahaya bagi fisik dan jiwanya jika ia melawan ketakutan itu secara langsung, dia bisa menjadi gila jika anda terus membiarkan semua ini terjadi" Arshya tampak tidak bergemih.
"Bodoh ataupun gila tidak masalah bagiku, lagipula siapa suruh dia memancing amarahku seperti itu? Dan siapa yang mengajari gadis bodoh itu bicara panjang lebar macam itu?, martabatku hampir hancur dihadapan rakyat. Mereka akan mempertanyakan keadilanku jika aku membebaskan gadis itu begitu saja" Arshya tampak berbalik, tak lagi memandang sosok yang sudah kehilangan kesadarannya itu.
* * *
"Kumohon kak" suara gadis kecil yang tampak seperti salinan diri Shava itu semakin terdengar lirih. Mata Shava mulai memanas melihat sang adik yang terikat dipohon sambil mengemis permohonan padanya.
Shava tidak tahan, kakinya beranjak menuju sang adik namun tiba-tiba tubuhnya terasa terikat dan begitu ia menyadari keadaannya sendiri ternyata ia sudah terikat di sebuah pohon sama seperti adiknya.
"Shava, Sheeva ibu sayang kalian. Tolong ingat itu" tiba-tiba sosok wanita yang begitu dirindukannya tampak berdiri dihadapan dirinya dan adiknya sambil tersenyum.
Lalu sebuah botol kecil terarah ke bibir wanita itu dan sebuah cairan merembes masuk menyusuri tenggorokan sosok wanita itu hingga tubuh kurusnya tumbang dengan mata tertutup sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of Life [TAMAT]
Fiction Historique(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu menyipit mendengar perkataan pria dihadapanya. "Kau miliku" dua kata sederhana namun bermakna banyak ba...