TLL 27
The Light Of LifeDi tengah lautan, begitu banyak armada kapal yang mengikuti satu kapal yang tapak membawa orang penting di atasnya.
"Tuan Zian" seorang pria yang menaiki kapal mewah dengan duduk di singgasana tampak menoleh saat salah seorang bawahannya memanggilnya.
"Kapal pedagang yang terlihat mencurigakan terlihat di depan sana, perlukah anda periksa atau kita abaikan saja?" Pria itu berdiri dan mengambil teropong yang di pegangnya lalu melihat kapal di depanya yang terlihat mencurigakan.
Menyeringai bagai iblis pria itu berbisik pelan "Charlemagne, sepertinya aku akan membuat keparat itu menangis dalam diam" suara tawa terdengar sedikit mengerikan dari pria tampan namun terlihat menyeramkan itu.
* * *Shava melangkah keluar kamarnya dan menghela nafas saat melihat orang-orang yang berlalu lalang di atas kapal, sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Shava mendekat pada Carla yang tampak tengah menikmati semilir angin, dengan sejuk menerpa kulit.
"Sepertinya akan ada badai, kau sudah bisa mengatasi mabuk lautmu Shava?" Shava mengagguk menanggapi pertanyaan sang Putri "aku sudah bisa menyesuaikan diri, mungkin itu hanya terjadi saat aku baru menaiki kapal yang tidak bisa diam ini".
"Sepertinya aku mulai merasa pusing, aku akan tidur sebentar. Ah Shava karena akan ada badai ada baiknya kau minum obat lagi agar tidak terlalu buruk saat badai datang nanti" Shava hanya mengagguk dan menatap punggung Carla yang semakin menjauh.
Ednan tampak mendekat pada Shava saat gadis itu tampak mulai linglung menatap air yang bergelombang tidak karuan. "Sebaiknya kau masuk saja" Ednan memegang pundak Shava menahan tubuh gadis itu agar tidak terjatuh.
"Sejujurnya jika aku di dalam kamar aku semakin merasa pusing, aku akan duduk di sini tidak perlu menghiraukan aku, jadi lanjutkan saja pekerjaanmu" Ednan terlihat mengagguk.
"Ah, Shava sepertinya aku berhutang banyak padamu. Terima kasih" Shava hanya mengagguk dan terdiam saat Ednan mulai terlihat menjauh.
Para awak kapal yang tidak lain adalah pengawal bayaran Ednan dan putri Carla tampak hilir mudik dan keberadaan Shava jelas membuat mereka sedikit terganggu.
"Nona, di sini sedikit berbahaya. Jika anda ingin menikmati perjalanan anda bisa berada di bagian belakang kapal, disana sudah ada kursi dan anda tidak perlu duduk di lantai seperti ini". Shava terdiam, berkedip dua kali saat merasa semakin pusing. Akhirnya ia pun bangkit dan pergi menuju bagian belakang kapal dengan sedikit tergesah.
Shava melihat kursi itu dan tersenyum di balik cadarnya. "Disini tampak lebih baik" Shava meraih pegangan kursi lalu duduk di kursi sambil bersandar.
"Barrr" suara keras itu membuat guncangan di atas kapal mulai menjadi. Shava merasakan perutnya semakin tidak beres, ia kemudian menarik cadarnya dan memuntahkan semua isi perutnya ke laut.
Kembali terduduk lemas Shava menghela nafas lega saat merasa mual yang semula di rasanya sudah berangsur menghilang.
Mendongak lalu tanpa sengaja menoleh ke arah armada kapal besar yang begitu banyak di belakang mereka.
Shava membulatkan matanya. Jelas, kapal itu bukanlah kapal yang akan menawarkan makanan pada mereka seperti sebelumnya. Shava berteriak memanggil siapapun dan berharap ada yang mendengarnya.
Ednan datang menghampiri, ikut terkejut begitu melihat banyaknya kapal yang mengejar mereka. Tapi, bendera yang menjulang di tiang kapal itu bukanlah bendera Persia ataupun bendera kerajaan yang dikenalinya. Jadi, seharusnya mereka tidak memiliki kepentingan dengan pengisi kapal ini.
Di kapal yang berbeda, tempat seorang pria berpijak, ia tampak tertawa begitu melihat dibalik teropong. "Wah, sepertinya ada penumpang lain disana" orang bernama Zian itu terlihat tersenyum lalu menoleh pada hamba setianya yang berada tepat disampingnya.
"Aku menginginkan gadis itu" ujar pria itu yang langsung di iya kan oleh hamba-nya "tentu tuan".
Shava menoleh pada Ednan. "Mereka semakin mendekat, apa mereka mengejar kita? Tapi aku pikir harusnya mereka tidak memiliki urusan dengan kita" Ednan mengagguk "aku pikir juga demikian".
Ednan melihat Shava dan langsung meraih rok bawah Shava lalu merobeknya. "Jangan sampai siapapun melihat wajahmu itu, apalagi mereka". Shava yang baru menyadari cadarnya sudah jatuh ke laut mengagguk dan memakai potongan kain itu untuk menutupi wajahnya.
Tidak lama kemudia armada kapal itu berhasil menyusul dan sudah sejajar meski besar kapal mereka jelas jauh berbeda.
Semua orang termasuk Shava dan Ednan sudah berada di bagian depan kapal. Kecuali Carla yang untungnya tidak ada disana.
Pemimpin armada kapal itu tampak berdiri tegak dengan sedikit tersenyum begitu melihat Putri Carla yang tampak tidak sengaja keluar dan langsung di suruh masuk oleh orang-orang di kapal itu.
"Tidak, kalian tau dia siapa?" Tanya sang Putri saat menolak untuk di suruh masuk kembali ke dalam kapal.
"Ow Putri Carla, sudah lama yah" Carla berjalan mendekat pada Ednan lalu menarik Shava kebelakangnya. "Raja Hirah sepertinya ini pertemuan tidak terduga" pria yang di sebut Putri Carla sebagai Raja dari Hirah itu tertawa dan tersenyum menatap remeh Carla.
"Tapi bagaimana mungkin seorang putri dari yang maha Agung Carlemagne bisa menaiki kapal tidak pantas ini? Perlukah saya beri tumpangan". Carla jelas terlihat tegang namun berusaha tetap terlihat tenang "itu tidaklah diperlukan tuan, aku hanya ingin berjalan-jalan tanpa diusik oleh kasta semata" Raja Hirah itu tampak mengagguk meski memiliki maksud lain.
"Tapi pergi tanpa penjagaan itu tidaklah baik, bagaimana jika dalam perjalanan tersembunyi ini kau diserang dan kapalmu ditenggelamkan. Tidak akan ada yang tau siapa pelaku dan kapan kematian mu" Putri Carla mulai terlihat gemetar mendengar ucapan yang jelas memang ditujukan untuknya.
"Mungkinkah hal itu terjadi?" Pria itu tampak tertawa dan mengagguk "oh tentu, bagaimana mungkin hal itu tidak mungkin terjadi saat kau berada dilautan luas seperti ini" helaan nafas Carla terdengar berat.
"Kau kenal orang itu?" Bisik Ednan pelan. "Sudah lama sekali, tepatnya saat dia masih menjadi pangeran kecil, dia pernah datang karena ayahku membuat satu kebijakan yang memberikan dampak buruk bagi kerajaannya, terlebih lagi saat kerajaanya belum dikenal sebagai kerajaan Hirah atau sering dikenal juga sebagai kerajaan Banu Lakhmin atau kerajaan Manazirah, kerajaannya dulu hanyalah kerajaan kecil yang begitu mudah dihancurkan. Dia tau ayahku memang berniat menghancurkan kerajaannya dan membuatnya berada di bawah kekuasaan ayahku. Namun ternyata kerajaannya di topang oleh Persia dan Persia membantu membangun ulang kerajaanya dengan nama baru Hirah, Banu Lakhman atau Manazirah dan kemudia Persia dengan jelas menyatakan persekutuan mereka." Ujar Carla memberi penjelasan singkat.
"Disaat Persia mulai kesusahan ayahku menawarkan bantuan melalui pernikahan. Dia adalah orang yang menentang keras pernikahan ini namun karena suatu hal Persia menolak bantuan yang ditawarkan kerajaannya dan menerima bantuan dari kami melalui pernikahan. Tidak ada yang tau alasan Raja Persia menolak bantuan sekutunya sendiri, jalan pikiran Raja itu memang tidak pernah bisa di tebak. Namun persekutuan mereka tampaknya masih ada, aku tidak tau dia mengetahui kejahatanku di Persia atau tidak tapi baik dia tau atau tidak dia tetap akan membunuh kita". Satu fakta yang jelas adanya.
"Itu karena dendamnya yang memang membuat dia kehilangan seluruh saudara, ayah dan ibunya di usia muda".
"Jadi sudah dipastikan dia akan membunuh kita".
HegaEca
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of Life [TAMAT]
Historical Fiction(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu menyipit mendengar perkataan pria dihadapanya. "Kau miliku" dua kata sederhana namun bermakna banyak ba...