TLL 09
The Light Of Life
Malam sudah datang, dengan udara yang terasa dingin hingga menusuk tulang. Shava, gadis itu berjalan sedikit berlari agar sampai tepat waktu di kamar para pelayan. Semua mata menatap Shava saat gadis itu masuk dan mengambil pakaian gantinya di kotak kecil yang terletak di bawah meja.
Sael tampak mengikuti Shava hingga gadis itu berbalik heran. "Aku juga mau membersihkan diri" ujar Sael yang malah mendahului.
Begitu memasuki ruang untuk membersihkan diri, Sael tampak langsung melepas pakaianya dan masuk ke kolam berisi air dingin di sana. Shava yang sudah mengunci pintu ragu-ragu membuka pakaianya, ia sungguh merasa tidak biasa dalam keadaan seperti ini.
"Kau dari kediaman Raja?" Tanya Sael yang hanya diangguki Shava. "Buka pakaianmu dan masuklah ke air" Shava tampak sedikit ragu tapi mendapatkan tatapan Sael yang terlihat melembut seperti tatapan ibunya, akhirnya Shava menurut dan masuk ke air bersama Sael.
"Kau memang indah" Sael tampak menyentuh pundak Shava dengan lembut lalu sedikit tersenyum "kulitmu juga sangat lembut" Shava hanya menunduk, merasa malu meski mereka berjenis kelamin sama.
Sael menyingkirkan rambut Shava yang menghalangi wajah gadis itu "Apa kau pernah berpikir bahwa kita tidak pantas untuk ada di tempat ini?" Shava mengagkat wajahnya lalu mengagguk.
"Jika aku punya banyak uang, aku akan membalas semua dendamku" Shava tampak berpikir dan tersenyum. "Uang mampu membalaskan dendam?" Sael tampak menatap Shava dan tanpa ragu mengangguk. "Asal ada uang apapun bisa dilakukan".
"Jika uang aku tidak punya tapi kalau Emas dan perak aku punya banyak" Sael tampak menatap Shava dalam. "Emas? Apa maksydmu kau punya banyak semua itu saat belum diseret ke tempat ini?" Shava yang sebelumnya tersenyum kini mulai terdiam membisu lalu mengagguk.
"Yah, padahal jika semua emas dan perakmu itu masih ada kita bisa hidup enak diluar sana" Shava mulai berpikir sejenak, "jika harta bisa membuat manusia hidup enak, apa harta juga bisa merenggut nyawa sesorang?" Sael tampak terdiam mendengar perkataan Shava.
"Jika aku punya banyak uang, apa aku bisa lebih cepat menyaksikan kematian mereka yang membuat hidupku menderita?" Shava tampak menunduk dalam. "Kalau memang bisa ayo kita keluar dari tempat ini" Shava tampak mengepalkan tanganya saat amarah tiba-tiba merasuki pikiranya.
"Memang tidak banyak, tapi aku pikir 32 gudang penuh emas bisa untuk biaya hidup kita dan kematian mereka yang aku benci" Sael mengagkat wajahnya terkejut menatap Shava yang tampak juga mulai menatapnya.
"Tidak ada yang tau lokasinya selain pria itu, aku dan Anna. Jadi aku pikir semua harta itu masih ada di tempat yang terakhir kali aku lihat" Shava tampak kembali menunduk.
Shava menatap Sael mantap "baiklah, kapan kita pergi dari sini untuk mengambil semua harta itu?" Sael terdiam membisu menatap Shava.
Akhirnya, Setelah sekian lama Sael menemukan orang yang mungkin bisa menuntunnya ke kehidupan yang lebih baik lagi.
Kehidupan yang lebih terang, kehidupan yang lebih menjaminnya untuk bernafas, membuatnya tidak lagi takut menghirup oksigen untuk bertahan hidup.
Memang orang itu sedikit terlihat bodoh. Namun satu hal yang Sael sadari bukan bodoh kata yang pas untuk Shava. Dia, Shava hanyalah terlalu polos dan tidak mengerti apapun. Tidak pernah keluar rumah dan tidak pernah berinteraksi dengan orang lain membuat Shava sedikit berbeda dan suci.
Hati dan pikiranya masih terlalu bersih hingga ia bisa terobsesi pada dendam yang bahkan sesungguhnya tidak ia mengerti.
Gadis itu hanya menjadi yang tak tersentuh, pikiran dan hatinya belum terjamah hingga sedikit saja percikan api mendekatinya akan berubah menjadi kobaran api raksasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of Life [TAMAT]
Ficção Histórica(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu menyipit mendengar perkataan pria dihadapanya. "Kau miliku" dua kata sederhana namun bermakna banyak ba...