TLL 46
The Light Of LifeArshya menatap Shava yang masih terlelap. Pria itu masih mengenggam buku di tanganya, berharap bisa menannyakan sesuatatu pada Shava, sosok yang pernah memahami isi pola yang tertera.
Shava menggeliat, tersenyum saat melihat pria dengan netra hijau kesukaanya. "Tidur nyenyak?" Arshya bertanya membuat Shava bangkit dan langsung memeluk tubuh kokoh itu.
"Aku merasa sedikit pusing" keluh gadis itu yang begitu nyaman saat belaian di rambut dan punggungnya kian terasa lembut. "Jangan minum yang beralkohol lagi, kau berbahaya saat meminumnya" Shava hanya mengagguk dalam pelukan Arshya.
Arshya melepas pelukanya, menatap Shava kian serius. "Tolong beritau apapu yang kau tau, Shava". Shava sedikit tercengang saat disodorkan sebuah buku yang dikenalnya dengan baik.
Memalingkan wajah, Shava merasa dia tidak harus menjawab pertanyaan Arshya.
"Shava, tolonglah. Aku tidak mau Persia semakin hancur, terlebih tanpa harta itu kita bisa hancur kapan saja saat pria itu menyerang" Shava menoleh sedikit mengambil nafas dalam-dalam.
Pada akhirnya si istri menatap Arshya. "Apa yang kau maksud adalah Iskandar Agung?" Arshya terdiam, penasaran dari mana gadis ini tau akan hal yang menjadi rahasia yang cukup berbahaya.
"Percuma, yang kuingat jalan menuju tempat itu karena ibuku menjelaskan polanyapun aku tidak mengerti" Arshya menelan ludah. "Kau tau dimana letak harta itu?" Shava langsung mengagguk dua kali. "Dulu aku tau, tapi kau tau kan setelah kepalaku terluka tertimpah penyangga kapal saat aku berlayar dulu, sepertinya ingatan jalan itu berjatuhan dari kepalaku" Arshya menghela nafas kecewa, sedikit tersenyum ketika sesaat lalu ia merasa menemukan harapan.
Shava menatap Arshya sedikit kesal. "Bukankah kau sering ke tempat itu?, kenapa juga memintaku menunjukan jalanya hem?" Arshya menyentuh pundak Shava kuat.
"Dimana?" Shava meringis menahan guncangan yang semakin membuat kepalanya kian pening. Arshya memang sudah semaki menggila saat masalah ini kian melebar, membuat bahkan beberapa daerah kekuasaanya berada ditangan pemberontak. Semakin membawa kemiskinan pada rakyat.
"Makam" Shava akhirnya menyebutkan sesuatu yang berguna. Arshya masih mencengkram kuat punggungnya. "Makam siapa? Makam siapa yang kau maksud?" Arshya semakin meminta informasi lebih.
Shava menahan guncangan pada tubuhnya, "Makam seseorang yang bernama Koresh" Arshya terpejam sambil tersenyum. Hendak beranjak sebelum lengan kecil itu menahanya. "Yang kumaksud bukan letak hartanya, tapi kunci dari setiap gudang itu. Kau tidak akan bisa membukanya tanpa kunci bukan?" Arshya terpejam sesaat kembali menatap buku ditanganya.
Shava menyentuh buku itu sambil mengelus lengan Arshya yang sudah turun dari pundaknya. "Aku rasa yang berbahaya bukan hanya seseorang yang bernama Iskandar Agung itu. Aku dengar seseorang yang amat kau kenal yang memicu perselisihan awal ini". Arshya menatap Shava meminta penjelasan. "Percuma jika kau menanyaiku, kau tinggal membaca buku berbahsa Latin dari Ratu kan?" Arshya membelak terkejut.
Shava tau cukup banyak tapi terus bersikap seolah tidak tau apapun. Arshya merasa dibodohi namun juga bersyukur karena kepolosan sang istri.
"Apa maksudmu buku dari Ratu?" Shava ikut terkejut. "Kau tidak tau?" Arshya menggeleng pelan. "Maksudku buku yang selalu ayahku bawa, dia mengaggap buku itu lebih penting dari apapun. Ibuku bahkan harus membersihkannya dengan hati-hati saat ia berkunjung. Dan terakhir kali saat ia berkunjung di malam hujan buku itu sedikit basah namun kali ini ia meminta ibuku membungkusnya rapat dan memasukannya pada kotak kayu, aku tidak tau lagi dimana buku itu. Tapi buku itu amat sangat mencurigakan. Sepertinya tempat hartanya ditulis disana" Arshya tersenyum menatap Shava.
Shava kembali mengatakan sesuatu yang sempat ia lupakan. "Ah dia pernah mengatakan bahwa itu series ke empat yang ditulis sendiri" Arshya mengangguk paham.
Jika buku ke dua mengantarkan pada buku ke tiga yang memberikan letak tempat harta. Maka kemungkinan buku ke empat yang ditulis sendiri oleh Ratu akan menjelaskan misteri harta yang disembunyikan Perdana Mentri itu.
Shava tau banyak hal namun tidak memahaminya. Gadis itu hanya berpikir letak harta tanpa mencoba mengetahui harta apa didalamnya.
Arshya benar-benar tidak menyangka ibunya terlibat dengan hal semacam ini. Keterlibatan sang Ratu membuat ia merasakan bahwa ada kebenaran yang terkubur di dasar.
Kebenaran yang mungkin akan sulit diteriamnya. Kebenaran yang juga mungkin membuat hukum ditanganya dipertanyakan.
Arshya sudah tidak peduli.
Yang ia pikirkan saat ini hanyalah cara menemukan kebenaran itu.
Pada akhirnya tetap hanya dialah yang harus memecahkan pola rumit ini, mengungkap kebenaran yang sudah terkubur sampai ke liang lahar itu.
"Aku tidak tau kau tau sebanyak ini" Shava tersenyum lembut. "Aku banyak menguping" Arshya hanya tertwa pelan.
Pria itu beranjak dari tempat tidur, "Aku akan pergi ke makam dan segera kembali" Shava tersenyum dan mengangguk mengerti. "Dalam tiga hari, kau tidak boleh pergi lebih lama dari itu" Arshya sedikit tertawa garing.
"Jarak makam kakek mertuamu sangat jauh kau tau?" Shava menutup mulutnya. "Dia kakek mertuaku?" Arshya hanya mampu mengagguk menahan tawa melihat ekspresi Shava. Raut wajah yang selalu mampu mengusir letihnya.
Shava beranjak hendak menyusul Arshya namun gadis itu langsung terjatuh saat turun dari tempat tidur besar Raja Persia yang sudah menjadi tempat ternyamanya.
Shava mengeluh sakit namun lengan kekar langsung mengagkatnya pelan, mendudukan gadis itu di atas tempat tidur. Tubuh polos yang dipenuhi bercak keunguan itu mengigil sampai jubah tebal membalut tubuhnya.
Shava, pemilik tubuh itu bahkan baru sadar bahwa dirinya sudah telanjang dengan banyak bercak ditubuhnya. Kakinya bahkan lagi-lagi tidak bisa berjalan karena rasa sakit yang menggila pada bagian di antara kakinya.
Shava menatap Arshya tajam. "Apa yang kau lakukan semalam?" Arshya menoleh kelain arah, enggan melihat kemarah Shava.
"Aku hanya membantumu yang terlihat begitu ingin kusentuh semalam. Kali ini benar-benar bukan salahku. Kau duluan yang menggodaku, jadi salahkan dirimu sendiri" Shava masih tampak sangat marah. Pundak gadis itu bahkan naik turun karenanya.
"Aish aku tidak akan bisa berjalan seharian lagi" Arshya tertawa meski masih mengalihkan pandanganya.
"Kau, benar-benar Raja mesum gila" Arshya menoleh menatap Shava lembut. "Jangan lupa aku ini suamimu jadi aku bebas jika mau melakukanya sebanyak apapun, karena tu-".
"Diam, kenapa tidak sekalian saja kau ikat aku lagi?" Shava menyela ucapan Arshya. Membuat Arshya tersenyum lebar. "Baiklah, aku akan main satu ronde sebelum pergi" Shava menyadari kesalahanya saat melihat wajah mesum itu yang menatapnya lapar.
Shava menggeleng pelan "Aku pikir kau harus segera pergi". Arshya ikut menggeleng "Aku punya waktu sampai siang nanti" Shava masih tercengag sampai ia lupa berkedip.
Setelahnya hanya suara jeritan Shava yang terdengar, membuat para pelayan dan Jaeer yang ada di depan pintu menahan tawa, tidak punya kuasa bahkan hanya mengetuk pintu sekalipun.
Tidak ingin mengganggu kegiatan pasangan paling aneh itu dipagi hari yang cukup cerah ini.
HegaEca
VOTE
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of Life [TAMAT]
Ficção Histórica(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu menyipit mendengar perkataan pria dihadapanya. "Kau miliku" dua kata sederhana namun bermakna banyak ba...