TLL 60
The Light Of Life"Akh, menjauh" Jaeer menoleh, geram saat melihat salah seorang prajurit mengangkat pedangnya hendak menebas leher Sael. Jaeer berlari, berusaha menggapai Sael sebisa pria itu.
Putri Amunet tersenyum sempurna. Mendorong pedangnya sampai menembus tubuh sang mangsa. Darah segar berlinang membuat pemilik tubuh seolah mandi darah.
Jantung dari tubuh yang sudah ditusuk pedang itu pasti ikut terkoyak, melihat letak pedang yang seolah amat dekat dengan letak jantung. Pedang sang Putri ditarik membuat darah semakin menggenang di lantai. Bercucuran dari tubuh yang tampak sudah tidak mampu menahan beratnya sendiri.
Jaeer melempar pedangnya. Berhasil membuat pedang itu tertancap di kepala prajurit yang begitu lancang mengalihkan perhatiannya. Pria itu meraih Sael, memeluk tubuh itu erat, membisikan kalimat-kalimat menenangkan.
Sael masih tidak bisa berhenti menangis, sesenggukan, ingin mengatakan sesuatu namun tidak bisa mengeluarkan kalimat apapun dengan jelas.
"Akh" Teriakan sang Putri terdengar. Jaeer menoleh, melihat Ednan yang sudah memenggal kepala sang Putri Mesir, seolah baru saja mendeklarasi perang dengan tanah Mesir. Jaeer melihat tubuh lain yang tergeletak di sana.
Terkejut saat melihat Jane yang tampak sekarat dengan genangan darah di lantai. "Jane" bisik Sael pada akhirnya, tidak menyangka bisa melihat sang kakak yang sudah dikabarkan mati, kini tengah meregang nyawa di hadapannya.
"Tolong Jaeer" bisik Sael lagi yang langsung dituruti Jaeer. Pria itu mengangkat tubuh Sael, mendekat pada Jane dan menyentuh lengan gadis itu erat. Jaeer mengangkat tubuh Jane agar bersandar padanya. Tidak peduli meski pakaian jirahnya menjadi berwarna merah karena banyaknya darah yang ditumpahkan Jane.
"Jane, bodoh" Sael terus terisak namun Jane malah tersenyum karenanya. Ednan menjauh, merasa tidak berhak berada di sana. Ia keluar aula dan ikut bertempur di depan pintu istana. Menghabisi sebanyak mungkin musuh yang bisa dihabisi.
"Harusnya kau tidak perlu menjadikan tubuhmu tameng seperti ini" Jane kembali tersenyum mendengar penuturan Jaeer. Gadis itu terbatuk, mengeluarkan darah dari bibirnya.
"Maaf Jaeer, maafkan aku" Jaeer menghela nafas cukup berat. Pria itu tidak tahu lagi ingin berkata apa. Jane terlalu merasa bersalah sampai mengorbankan nyawanya sendiri. Pada akhirnya Jaeer menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja".
Jane ikut menggeleng, "Kau tidak akan menjadi begini jika bukan karena diriku. Kumohon maafkan aku dan mulai hidup baru yang bahagia" Jaeer menggenggam lengan kiri Jane yang bebas. Memberi kekuatan pada gadis yang sudah pasti merasakan kesakitan yang amat sangat.
"Aku akan bahagia, jadi percayalah padaku" Jane tersenyum, dengan mata yang semakin sayu.
Sebelum mata itu tertutup, tepat sebelum mata itu tertutup suara kecil terdengar lolos dari bibirnya.
"Maaf karena sebelumnya aku tidak percaya padamu".
* * *
Arshya dan Asghar masih tenggelam dalam pertempuran mereka. Keduanya tampak berlumuran darah satu sama lain. Meski keadaan Arshya lebih parah dari Asghar.
"Sudah mau menyerah?" Tanya Asghar saat melihat Arshya yang menopang tubuhnya dengan berpegangan pada pedangnya yang ia tancapkan di tanah.
"Kemampuanmu masih di bawahku, Sadarlah" Arshya tahu. Lebih dari siapapun ia tahu pada kemampuannya sendiri.
Mana mungkin ia bisa disandingkan dengan Asghar yang dibesarkan di perbatasan sejak pengasingannya dan sejak ia turun takhta. Ia menghabiskan hari-harinya dalam pertempuran, mempertahankan hidupnya sendiri dari sebuah pedang.
Tapi Arshya juga selalu mengejar ketertinggalannya. Berusaha sebaik mungkin untuk mengungguli Asghar dalam semua hal.
Asghar salah satu obsesi dalam dirinya.
Arshya cukup merasa bangga saat melihat pria yang dulunya begitu mudah mengalahkan Arshya dalam pelatihan bisa ia pojokan sampai seperti ini.
Arshya tersenyum saat melihat luka-luka yang ada di tubuh Asghar akibat ulahnya. Membuat satu sisi dalam dirinya merasa amat puas.
Arshya kembali tersenyum, menarik pedangnya dan berlari menuju Asghar sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya,
"Arshya".
Arshya menoleh. Terkejut dan melotot saat melihat Shava yang sudah di todong pedang di lehernya. Bahkan pedang itu sudah menggores lehernya, membuat cairan merah itu merembes membasahi cadarnya.
"Shava".
HegaEca
VOTE + COMMENT
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of Life [TAMAT]
Ficción histórica(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu menyipit mendengar perkataan pria dihadapanya. "Kau miliku" dua kata sederhana namun bermakna banyak ba...