*SHK's POV*
"Lepaskan aku!" protesku saat kami berjalan menuju tempat parkir. Pria ini sudah gila, meletakkan tangannya di pundakku. "Lepaskan aku!! Atau orang lain..."
"Atau orang lain apa?" tanyanya dengan wajah menggodaku. Aku memberinya tatapan kematian.
"Oke, oke. Baik!" katanya, akhirnya melepaskanku, sambil tersenyum mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, membuatku kesal. Oh tuhan.., Betapa menjengkelkannya pria ini?! Dia memimpin jalan kami dan berhenti di depan Hyundai Sonata Hybrid warna abu-abu. Dia membuka pintu ke kursi penumpang, tersenyum dan memberi isyarat agar aku masuk ke dalam.
"Kenapa?" tanyanya lucu "Aku hanya berusaha bersikap gentleman disini, dan akan selalu begitu." Gentleman apanya. Aku cemberut, berjalan ke arahnya, dan dengan enggan masuk ke dalam mobil. Mataku mengikuti gerakannya mengelilingi mobil dan membuka pintu untuk tempat duduk pengemudi. Aku terus menatapnya saat dia telah nyaman duduk di kursinya, bertanya-tanya apa sebetulnya yang sedang dia rencanakan, tiba-tiba tubuhnya mendekatiku membuat jantungku berhenti berdetak. Dia memandang ke arah mataku, wajah kami sekarang begitu dekat satu sama lain dan aku bisa merasakan wajahku memerah. Jantungku kembali berdetak, kali ini tak menentu. Tangannya bergerak mengelilingiku, meraih sesuatu kemudian terdengar bunyi klik.
"Sabuk pengaman," katanya dan kulihat mulutnya berkedut lalu tersenyum. Aku berjuang menenangkan diri saat dia meraih sabut pengamannya kemudian menghidupkan mobil.
"Kita akan kemana?" tanyaku, kurasakan detak jantungku belum kembali normal.
"Tempat yang bagus," katanya saat mobilnya memasuki jalan raya.
Aku terus menatapnya ketika dia dengan tenang menyetir. Aku masih tidak mengerti dengan pertemuan ini. Apa dia berencana menculikku? Tunggu!! apakah ucapanku telah membuat dia sangat marah, hingga dia ingin membunuhku?! Berbagai pertanyaan muncul di benakku sampai dia tiba-tiba menatapku.
"Oh tuhan," dia menggelengkan kepalanya, membuat aku bingung. "Aku tahu aku ini tampan, tapi apakah harus kamu menatapku seperti itu sepanjang hari? Kamu pasti tertarik padaku," dia menyeringai dan aku cemberut memberikan pandangan paling menjijikan yang aku bisa, lalu berbalik melihat ke arah lain. Aku mendesah sambil menyilangkan tangan di dadaku, mengingatkan pada diriku untuk tidak melihatnya lagi. Dia terkekeh melihat reaksiku dan melanjutkan menyetir. Dia benar-benar percaya diri.
Setelah beberapa menit, dia memecahkan kebisuan. "Kita sampai," dia membuka sabuk pengamannya, saat ingin membuka sabuk pengamanku, aku menolak.
"Aku bisa lakukan sendiri," kataku, agar dia mengerti bahwa aku tidak butuh bantuannya. Aku membuka sabuk pengamanku dan dengan cepat membuka pintu sebelum dia melakukannya untukku. Aku bisa mengurus diriku sendiri dengan baik, terima kasih. Dia membawaku ke sebuah cafe pinggir jalan yang terlihat biasa saja, aku menatapnya kebingungan.
"Cafe, serius? Ini yang kau bilang ide bagus?"
"Tunggu saja, kamu akan melihat," katanya, membukakan pintu cafe untukku. Ada apa dengannya, sampai harus membukakan ku pintu?
Aku masuk ke dalam cafe dan tercengang. Ini bukan cafe biasa. Dinding abu-abu. Lantai kayu. Kursi dan meja putih antik yang terlihat tidak serasi. Berbagai tipe bingkai dan cermin tergantung di dinding. Rak buku di pojok ruangan. Lusinan lampu gantung yang berkilau menjuntai dari langit-langit. Aku sedikit ternganga melihat keadaan di sekelilingku. Aku memalingkan pandanganku ke arah jalan yang sibuk di luar dan kembali meyakinkan apakah benar dengan semua yang aku lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir (Fated)
FanfictionGadis tinggi hati dan manja, yang mencoba mandiri dari ayahnya yang over protektif, bertunangan dengan pria tampan namun serius yang bertekad mendapatkan kepercayaan dari ayahnya. "Kamu masuk ke dalam hidupku layaknya badai. Kamu membuatku lengah, t...