Meminta Pertolongan

2.1K 58 4
                                    

*SHK's POV*

"Ugh, akhirnya! bisa beristirahat. Hari yang berat di kantor. Sangat melegakan bisa berkumpul bersama kalian," kata Ji Won saat dia duduk di sebelah Lee Jin.

"Kenapa? Apa yang terjadi?" Tanya Soo Jin setelah menghirup minumannya.

"Aku harus pindah dari satu meeting ke meeting lainnya. Aku bersumpah, ku pikir setengah dari sel otakku mati hari ini," katanya, mendapat cemooh dari Ah In.

"Aish, selalu melebih-lebihkan," katanya dan Jin Goo memukulnya bohong-bohongan.

"Ya! Jangan bicara seperti itu dengan pacarku," katanya kemudian Ji Won memberikan senyuman penuh kemenangan pada Ah In. "Tapi dia memang benar, kamu kadang-kadang suka melebih-lebihkan suatu hal, Ji Won," kata Jing go, membuatnya mendapat pukulan, sementara Ah In dan Jasper tertawa.

"Aish, lihat semua orang mengeroyokku. Dari cara mereka bertingkah, mereka seharusnya dinamakan klub pacar pengganggu," kata Ji Won. "Berbicara tentang pacar, di mana pacar kalian?"

"Pacarku dalam perjalanan bisnis ke Jepang," kata Lee Jin dan mereka semua berpaling padaku.

"Apa?" Tanyaku sambil memainkan sedotan minumanku.

"Apa Joong Ki tidak datang?" Tanya Soo Jin.

"Uh, tidak. Dia juga keluar dengan teman-temannya malam ini," kataku, mengingat pesan yang dia kirim tadi dan mereka semua mengangguk, kemudian melanjutkan mengobrol satu sama lain. Tepat saat itu ponselku berbunyi, menandakan sebuah teks masuk. Lee Jin menatapku sementara aku memeriksa siapa yang mengirim pesan. Aku membukanya dan ternyata sms dari Big Boss.

"Bagaimana pestanya?" isi pesannya.

"Bagus," balasku. Dia telah mengirimiku sms sepanjang hari ini, memeriksa di mana aku berada, apa yang aku lakukan atau hanya mengajukan pertanyaan umum, mencoba memulai percakapan. Aku, di sisi lain, hanya membalas dengan satu kata, balasan berakhir atau memilih untuk tidak membalas sama sekali. Aku masih kesal dengan apa yang terjadi tadi malam.

Big boss: Apa kamu masih marah padaku?

Beauty: Tidak.

Big boss: Tapi kelihatannya masih.

Aku tidak membalas Tidak ada gunanya berdebat, lagi pula dia tidak akan mempercayaiku. Aku meletakkan ponselku untuk menghirup margarita dan Lee Jin menatapku.

"Masih memberinya masa yang sulit?" Dia bertanya dan aku menatapnya. Masih dipenuhi rasa jengkel, aku menelponnya tadi malam untuk menceritakan tentang apa yang terjadi, mengharapkannya berempati padaku, tapi dia hanya menertawakanku melalui telepon.

"Asal kamu tahu, berdasarkan apa yang kamu ceritakan padaku, sepertinya kamu cemburu," katanya dan aku merengut di telepon. Aku tidak percaya ini.

"Tidak. Langkahi dulu mayatku, "Aku menentang keras sambil berjalan mengelilingi kamarku, menyalakan lilin wangi vanila di sepanjang jalan.

"Kamu yakin? Apa kamu benar-benar tidak cemburu?" Dia menantang. Ada apa dengannya? Kupikir dia ada di pihakku.

"Yakin sepenuhnya. Dan selain itu, aku hanya khawatir dengan apa akan orang-orang katakan. Aigoo. Kamu tahu betapa cepat berita tersebar di dunia bisnis," aku membela diri.

"Okeeee, kalau kamu bilang begitu," dia menggoda.

"Aku tidak percaya ini," teriak Hyo Joo sambil menjatuhkan diri dengan cemberut ke kursi di samping Ah In.

"Kamu terlambat," kata Soo Jin padanya.

"Aku tahu," jawabnya sambil meraih gelas tequila terdekat dan meminumnya dengan cepat.

Takdir  (Fated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang