1. Awal Pertemuan

267 56 35
                                    

"Kamu sebut pertemuan pertama kita, hanya kebetulan. Dan Aku menyukai kebetulan ini."

###

Sebuah lonceng di sebuah café berbunyi. Pertanda seorang bahkan beberapa orang pengunjung baru saja memasuki café. Siang ini, café penuh. Hampir semua kursi telah terisi. Karena masih menyisakan satu buah meja dengan sepasang kursi.

Kedua pelanggan yang baru memasuki café tersebut segera memesan menu yang diinginkan.

Si perempuan segera melangkah menuju kursi yang tersisa. Namun, siapa sangka si laki-laki yang masuk bersamanya telah menempati kursi tersebut.

Mungkin, dalam keadaan seperti ini, kalimat 'Siapa cepat. Dia dapat.' berlaku untuk mereka berdua.

"Heh! Bangun, gak!" sentak si perempuan. "Ini kursi gue. Gue duluan yang liat."

Si laki-laki mengernyit bingung dengan pernyataan perempuan yang tak Ia kenal di hadapannya. "Lah? Sejak kapan kursi ini jadi milik lo? Dan, emangnya benda mati ini mau dimiliki sama cewek aneh kayak lo?!"

"Enyah, lah, kau!" sentak sang perempuan dengan nada amarah yang tertahan. Apabila disamakan dengan bom waktu, amarah itu akan meledak sebentar lagi.

Laki-laki itu tak menghiraukan ucapan serta sentakan si gadis. Ia terus saja terfokus dengan apa yang dibaca. Membaca bahan materi untuk ujian esok hari.

Dengan berat hati juga keadaan yang memaksa, si gadis duduk di hadapan sang laki-laki. Merasa terganggu dengan bunyi gesekan kursi, cowok itu mendongakan kepala.

Dengan alis yang terangkat, wajah yang terbilang tidak bersahabat, Ia berucap, "Ngapain sih, lu duduk di depan gue? Ganggu konsentrasi aja, deh."

Si perempuan hanya mencebikan bibir. Bodo amat, emangnya gue peduli, gitu?

"Yaa.., suka-suka gue lah. Lagipula ini kursi gue yang liat duluan." perempuan itu memakan cokelat batangan di tangannya.

Si cowok kembali berbicara, "Tapi gak di depan gue juga, Choco Girl."

"What!?! Lu tadi bilang gue apa? Choco Girl?" tanya si perempuan memastikan pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Si cowok mengangguk. Melihat dari lirikan matanya, perempuan itu menahan amarah. Wajahnya memerah.

Cowok itu tertawa pelan melihat ekspresi kekesalan di wajahnya. Baru kali ini, dia bertemu dengan seorang perempuan yang langsung membuatnya merasa seperti cowok yang biasa saja. Karena, apabila dia bertemu dengan perempuan lain, langsung membuat telinganya berdenyut. Akibat lengkingan yang terus-menerus Ia dengar.

Kali ini berbeda, justru dia yang ingin terus melengkingkan suara mengusir seseorang yang tengah menganggu ketenangan dirinya belajar.

"Permisi, kak. Ini pesanannya." ucap seorang pelayan perempuan memecah keheningan di antara kedua manusia itu. "Dua Hot Chocolate," menempatkan salah satu cangkir Hot Chocolate di hadapan perempuan berwajah jutek. Kemudian menempatkan satu cangkir lainnya di hadapan seorang cowok yang sedang memokuskan diri terhadap apa yang sedang dibaca.

"By the way, kalian pacaran, ya?" tanya pelayan itu sedikit kepo. Namun, keduanya kompak. Kompak memasang wajah tak mengerti apa yang dikatakan si pelayan. "Keliatannya cocok. Minumannya juga samaan."

Suara tawa perempuan menggema seantero café. Membuat semua pasang mata menatap ke arah meja bernomor dua puluh enam. Perempuan itu merasa pertanyaan sekaligus pernyataan yang dilontarkan sang pelayan adalah bahan lelucon. Yang dapat mengocok perut saking lucunya.

Hot Chocolate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang