38. Suatu Kesalahpahaman

41 6 2
                                    


Sudah dua hari terakhir Audina memimpikan seseorang. Seorang laki-laki. Mempunyai rupa yang sama, meskipun dengan kejadian yang berbeda.

Adrian.

Yup, laki-laki itu yang Audina impikan dua malam terakhir. Ada apa ini sebenarnya?

Besok temuin Dina di taman belakang.

Sent.

***

"Mau ke mana, Din?"

Thalia terheran melihat Audina yang sudah melenggang meninggalkan kelas tanpa menunggunya atau setidaknya mengajaknya ke kantin.

Sebelum menemui "orang" itu, Audina membeli sedikit camilan, seperti roti, susu, dan ciki favoritnya.

"Bocah, ya, tumbenan banget ke kantin gak ngajak," Thalia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

Benar-benar heran dengan sikap Audina hari ini.

Semoga saja sikap anehnya untuk kebaikan!

***

Audina marah.

Hatinya hancur.

Ia bingung, ada apa dengan dirinya saat ini.

Melihat adegan di depannya membuatnya ingin menangis.

Semalam, Audina menurunkan egonya untuk berbicara empat mata dengan Adrian hari ini.

Namun, Audina menyesal karena telah melakukan hal itu.

Audina menurunkan egonya untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Audina memikirkan permasalahan apa yang sebenarnya terjadi di antara Audina dan Adrian.

Bahkan, hingga Audina memimpikan Adrian karena tak bertegur sapa sejak tiga hari yang lalu.

Tetapi, bila dilihat dari sudut pandangnya saat ini, Adrian tidak merasakan hal yang sama. Adrian tampak nyaman-nyaman saja saat tak bertegur sapa dengan Audina.

Melihat adegan itu membuat hatinya perih. Mau tidak mau Audina mengakui hal itu.

Tanpa mau melihat lebih, Audina berbalik meninggalkan taman belakang.

Seharusnya, di tempat ini Audina berbaikan dengan Adrian.

Seharusnya di tempat ini Audina tersenyum bersama Adrian. Tertawa karena leluconnya.

Bukan Audina merasakan sakit yang semakin menyayat.

Bukan. Bukan hal itu yang Audina inginkan.

***

"Ngapa si lu, Yan, grasak-grusuk bae daritadi?"

Entah angin apa yang merasuki Audina saat siang tadi. Malam ini dirinya mengajak Adrian bertemu.

Alih-alih menjawab, Adrian terus menatapi pesan itu dengan jantung berdebar.

Rasanya sudah lama dirinya tidak berkomunikasi dengan Audina. Yaa, dihitung sejak tiga hari yang lalu. Sejak pertikaiannya dengan Audina membahas siapa pelaku dibalik hilangnya Allysa.

Dan saat ini, Adrian tercengang, Adrian bingung, dan Adrian juga senang.

Pasalnya, seseorang yang Ia rindukan mengiriminya pesan.

Pesan yang seharusnya dilakukan Adrian. Dilakukan oleh seorang cowok.

Gio datang dengan gitar ditangannya. Adrian menoleh dengan dahi mengernyit, "perasaan lu tadi ijin ke wc dah, ngapa balik-balik bawa gitar?"

Gio mulai menjejal gitar hasil pinjamannya. "Yaa gua pinjemlah sama abang lu."

Memang, saat ini "abang"nya, bukan abang kandung hanya abang sepupu, datang dan menginap di rumahnya untuk beberapa hari. Entah, katanya dia ada panggilan kerja di sebuah perusahaan dekat rumah Adrian.

Jadilah dia datang ke Jakarta, untuk memenuhi interview tersebut.

"So, sepertinya malam ini ada yang sedang kasmaran," Gio memetik satu senarnya, "ada apa ini, Wahai Pujangga Galau? Sepertinya hatimu telah membaik."

Layaknya cenayang, Gio mengetahui apa yang dirasakan Adrian saat ini. Suasana hati Adrian berubah, dia lebih banyak tersenyum malam ini.

Karena malam biasa Adrian akan duduk memojok, mengangkat kepala, memerhatikan bintang hingga tertidur.

Namun malam ini berbeda, Adrian langsung saja merebut gitar dari tangan Gio dan memetiknya secara asal, tetapi menghasilkan satu buah nada yang indah.

Gio dan lainnya pun ikut bernyanyi ketika mendengar nada yang sering diputar di radio.

Ku tak bahagia

Melihat kau bahagia dengannya

Suara sember dan false mulai memenuhi ruangan 

Aku terluka

Tak bisa dapatkan kau sepenuhnya

Jrengg jrengg

Harusnya aku yang di sana

Dampingimu dan bukan dia

Harusnya aku yang kau cinta

Dan bukan dia

Musik mengalun indah dari petikan gitar Adrian. Gio dan yang lainnya pun berubah menjadi 'ham hem ham hem' layaknya sabyan ketika hanya alunan musik yang terdengar.

Abang Adrian dari kamar sebelah pun terlihat ikut bernyanyi. Meskipun tak sekeras 5 orang di sana.

Harusnya yang kau pilih bukan diaaaa...

***

Sudah sepuluh menit Adrian menunggu sosok Audina di taman belakang.

Mendengar suara langkah kaki, membuat detak jantung Adrian berdetak dua kali lebih cepat.

Apa yang harus dikatakan?

Menanyakan kabar? Atau.... Memeluk sosok itu?

Aduh, pasti keadaannya sangat canggung nanti.

Sebuah tepukan pada pundak belakang membuat Adrian kaku. Seseorang yang sejak sepuluh menit lalu ditunggunya.

Tanpa pikir panjang Adrian berbalik dan memeluk sosok tersebut. Tanpa mengetahui siapa yang menepuknya.

Sosok yang tidak diketahui Adrian tersenyum di baliknya. Seakan Ia ikut merasakan kerinduan itu. Walaupun Ia tau bukan dirinya yang dirindukan.

"Yan."

###

Sebulan lebih ya tidak berjumpa

Hatur nuhun yang masih menunggu

Salam,

April

====================

Selasa, 2 Juli 2019

Hot Chocolate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang