"Nama kamu bagus sebenarnya. Tapi kenapa aku harus tahu dari orang lain? Itu yang membuatku kecewa."
###
Seorang cowok berpenampilan seragam rapih memasuki area sekolah. Dia pikir, dia baru seminggu di sini. Sangat amat tidak mematuhi peraturan apabila dia sudah berseragam berantakan. Seragam rapih. Rambut agak acak-acakan. Sangat kontras dengan penampilan bawahnya.
"Yo, Yan!" sapa semua orang, kebanyakan laki-laki, kepada Adrian di setiap langkah cowok itu. Adrian membalasnya dengan menaikan alis.
"Acak-acakan banget itu rambut, mas-bro?"Alih-alih menjawab pertanyaan Gio, Adrian malah membuat rambutnya semakin berantakan.
"Gak tau, nih. Rasanya hari ini gua males banget ngapa-ngapain."
"Ati-ati aja ditegur ama anak Osis."
Mereka berdua menyalakan suara musik. Cukup untuk telinga mereka berdua. Biar gak ganggu yang lain, kata Gio. Tapi anehnya, mereka bernyanyi dengan volume yang keras. Suara yang sumbang. Dan hal tersebut dapat menganggu ketenangan siswa yang sudah datang.
"Belom pada dateng, Yo?" Adrian menumpukan wajah di kedua tangan yang terbuka. Menirukan gaya setiap perempuan yang kepo dengan suatu cerita.
"As you see, Yan." Gio mengangkat bahu. "Lagian ini masih jam setengah tujuh. Lu juga tumben udah dateng jam segini."
"Dipaksa gue ama Shelina."
Gio mematikan lagu yang terputar dari ponsel pintarnya. "Mending lu gangguin Audina sana daripada gangguin gue terus."
"Jadi lo ngedukung gue sama Audina?" tanya Adrian terlalu percaya diri.
"Bukan gitu maksud gue, bego! Ya, gue seneng aja ngeliat kalian terus adu mulut begitu." Gio melempar gumpalan kertas. Dan mengenai tepat wajah tampan itu.
###
Perempuan dengan rambut kuncir khas dirinya, masuk ke dalam area sekolah. Ditemani dua orang sahabatnya. Thalia dan Gabriella. Aura mereka sangat bahagia. Memancar hingga ke semua orang yang mereka lewati. Semua tersenyum, terutama laki-laki, melihat pujaan hatinya melintas di depan mereka.
Namun, keadaan itu berubah ketika cowok dengan rambut tak beraturan ada di hadapan mereka bertiga. Dengan cengirannya yang khas.
Wajah Audina menjadi datar sedatar-datarnya. Kenapa harus pagi-pagi ketemu berang-berang satu ini?
Audina mengusir halus kedua temannya. "Kalian duluan aja
Gue mau berantem dulu sama dia kayaknya.""Oke. Jagain temen gue, Yan."
"Babay Adrian. Sampe ketemu di kelas."
Memang, dari mereka berempat hanya Audina yang tak suka dengan Adrian.
Audina menyilangkan tangan di depan dada. "Ada apa lo pagi-pagi nemuin gue dengan keadaan rambut yang mawut-mawutan gitu? Lo mau gue yang sisirin gitu?"
Dengan cengiran yang semakin lebar, Adrian mengangguk. "Boleh. Kalo lo mau."
"Tapi sayangnya gue gak mau tuh!"
Adrian menarik tangan Audina. Audina mencoba melepaskan, namun sayang kekuatan Audina tidak sebanding dengan kekuatan Adrian.
"Choco Girl! Jangan marah-marah. Masih pagi ini!"
"Jangan panggil gue Choco Girl!" Audina menyentak tangannya. Terlihat tanda merah mengelilingi pergelangan tangan perempuan itu. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Chocolate
Teen Fiction"Pertemuan kita memang diawali dengan keributan. Tapi aku meyakini rencana Tuhan yang indah pada akhirnya untuk kita." - Adrian Feronino. "Awalnya gue emang gak percaya yang namanya kebetulan jadi takdir terjadi di dunia nyata. Tapi dia yang membuk...