2. Second Meet

172 53 11
                                    

"Kamu masih percaya pertemuan kedua kita adalah kebetulan semata. Tapi yang aku percaya pertemuan kita bukan hanya kebetulan. Ini Takdir."

###

Sebuah mobil membelah jalanan panas Ibukota. Berbelok ke kiri, memasuki sebuah kawasan perumahan. Mobil berhenti tepat di depan pagar besi berwarna hitam nan tinggi menjulang.

Seorang pengemudi di dalamnya membunyikan klakson. Memberi kode untuk segera dibukakan.

"Shit! Choco Girl itu siapa sih? Baru kenal udah nyari ribut aja. Tapi lucu juga sih dia."

Sudah sehari berlalu sejak pertemuan mereka kemarin. Namun, masih sangat tebal di dalam pikirannya. Ia juga sudah melakukan tes untuk masuk ke sekolahnya yang baru. Sekolah pindahan. 

Padahal, saat bangun tidur, Ia berharap bisa bertemu dengan Choco Girl tersebut lagi. Tapi, harapan tinggallah harapan. Ya, semoga aja masih ada harapan untuknya bertemu dengan Choco Girl tersebut.

Anak laki-laki berusia 12 tahun ke luar dari mobil. Wajahnya sangat tidak bersahabat. Lain di wajah, lain di hati. Nyatanya, saat ini suasana hati sedang berbunga-bunga.

Ia membuka pintu begitu keras. Hingga berbenturan dengan dinding di belakangnya. Membuat pelayan yang berada di dapur terkejut mendengarnya. Kalau sudah seperti ini, tak ada yang berani dengan laki-laki tersebut.

Ia segera melangkahkan kaki menuju kamar. Merebahkan badan seolah meluruhkan semua beban saat Ia mengerjakan soal ujian tadi.

"Adriaan!" seruan seseorang di luar ruangan membuat Adrian dengan cepat menegakkan tubuhnya. Ia berdecak. Mengganggu saja.

"Ada apaan Shelina?" orang dipanggil Shelina membuka pintu.

"Temenin gue belanja, yuk!" Shelina menarik paksa tangan Adrian. Membuat Adrian mau tak mau mengikuti langkah Shelina, kakaknya.

Adrian melepas paksa cekalan tangan Shelina. "Shel, lu kan kalo belanja berjam-jam. Masa gue harus ngikutin lu, sih?"

Shelina memasang wajah yang membuat Adrian mau tak mau ikut dengannya. Selalu itu yang dilakukan Shelina apabila Adrian tidak mau mengikuti apa yang dia mau.

"Selalu itu yang jadi andelan lu!"

"Walaupun cuma itu, tapi selalu berhasil, kan? Iya dong, iya dong."

Shelina duduk di kursi pengemudi. Dengan keisengan tingkat tinggi, Adrian duduk di belakang. Menjadikan Shelina supir.

"Adrian Feronino!" sentak Shelina memanggil nama panjang Adrian. Kalau sudah seperti ini, Shelina benar-benar tidak ingin bercanda. "Pindah gak ke kursi depan! Lo pikir gue supir pribadi lo!?!"

"Ngomel-ngomel mulu ini bocah. Cepet tua baru rasa!" gerutu Adrian.

Kalo dibandingkan dirinya, Adrian lebih bocah daripada Shelina. Dari umur aja sudah kelihatan siapa yang bocah.

###

"Darimana, Din?" pertanyaan yang Ia dengar dari sebelah kanan membuatnya terkejut. Hampir jatuh.

"YaAllah, bang!" serunya mengusap dada. "Dari rumah Thalia. Abis ngerjain tugas."

"Temenin abang, yuk!" ajak Abang. Melihat keterbungkaman Audina, Abang segera menarik Audina menuju motornya yang terparkir sendiri di halaman.

"Kita mau kemana, sih?" tanya Audina setelah sadar dari kebingungannya. "Aku baru nyampe, lho. Belom juga narok sepatu."

Sepeda motor yang dikendarai Abang memasuki sebuah mall di kawasan Selatan Ibukota Jakarta. Mall yang sering didatengi Audina dan kawan-kawannya. Mall yang paling dekat dengan perumahan juga sekolah.

Hot Chocolate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang