Budayakan vote sebelum membaca👌
###
"Ketika hari libur tiba dan rencana mulai disusun. Semua tinggal eksekusi."
###
"Kak Odiiin."
Suara gubrakan pintu terdengar sangat jelas di luar. Pintu kamar perempuan kelas delapan itu yang diketuk.
"Apa sih Lys?" sejak di dalam kamar mandi sampai Audina selesai memakai pakaian dan membuka pintu, Audina memasang wajah garang. Dan hal itu membuat Allysa memberenggut ketakutan.
"Eh. Maaf-maaf," Audina berjongkok di depan Allysa. Mata Allysa penuh dengan air mata. Sekali saja Ia berkedip, air mata pasti meluncur bebas di pipi. "Abisnya sih Allysa. Gedor-gedor sejak kak Odin di kamar mandi. Kan jadinya kak Odin gak sabaran. Dan ketelepasan teriakin Allysa."
Air mata belum mengalir, tetapi napas udah sesenggukan. Namanya anak kecil. Allysa mengangguk lucu. Entah apa yang membuatnya mengangguk. Mungkin menerima permintaan maaf dari Audina.
"Tadi Bunda bilang, Aly disuluh kasih tahu Kak Odin siap-siap." ucapnya dengan kalimat cadel yang sangat kentara. Audina tidak mengerti perkataan Allysa. Untuk apa? "Soalnya kata Bunda nanti sole kita mau pelgi. Kita ke lumah nenek telus ke villa. Gitu."
"Oh gitu. Yaudah Kak Odin siap-siap dulu bilangin Ibu."
Dari ketiga anaknya, hanya Allysa yang memanggil Ibu dengan sebutan Bunda. Mungkin sejak di dalam rahim sudah diajarkan untuk memanggil Bunda. Entahlah. Audina tidak paham itu.
###
"Lo ngapain sih nyuruh kita ke sini?" Wira datang ke rumah Adrian dengan Cheetos di tangan. Sumpah ya ini orang. Makan mulu kerjaannya.
"Bonyok mana, Yan?" Widy sampai bersama Wira. Tak sengaja mereka bertemu di minimarket depan kompleks. Widy tidak enak duduk, walau sudah disuruh Adrian, kalau belum bersalaman dengan orang tua yang punya rumah. Walaupun Widy terbilang yang paling sering berkunjung ke rumah Adrian. Bila dibandingkan dengan Gio, Wira, juga Boy.
"Masih kerja yak!" kadang Adrian bingung dengan orang dewasa. Jam kerja dari pagi hingga sore. Kadang juga harus lembur atau menambah jam kerja. Begitu terjadi setiap harinya. Di hari libur anak sekolah pun, mereka masih sibuk dengan urusan kantor sebelum liburan.
"Terus kita disuruh ngapain ke sini?" Wira ini orangnya sangat tidak sabaran. Lagipula siapa yang menyuruh datang pagi-pagi kalau tidak bisa menunggu yang lain?
"Nih makan dulu," Adrian menaruh toples-toples kecil di atas meja. Isinya begitu menggugah selera Wira. Bahkan Wira sampai mengokop res-resan chiki untuk mencicipi makanan di dalam toples. "Sambil nunggu Boy sama Gio."
Wira kalau udah gak sabaran, sogok aja sama banyak makanan. Atau setidaknya bilang traktir makan siang. Dia pasti akan menurut. Dan dengan sabar menunggu yang lain. Selama hampir 3 bulan berteman dengan Wira, Adrian sudah sangat paham dengan watak Wira yang satu itu.
"Assalamu'alaikum."
"Yoo, Pa kabar bro-bro sekalian?"Dua sapaan yang berbeda dari dua orang lelaki yang berbeda pula. Akhirnya yang ditunggu sejak tadi muncul juga. Wira berseru senang melihat kedatangan Boy sama Gio. Seakan sudah lama tidak bertemu, padahal baru kemarin mereka bertemu. Seusai ujian.
"Gila, lu berdua! Kalo ngaret liat-liat jam apah?!" omel Wira ketika Gio dan Boy duduk di hadapannya. "Telat sampe dua jam begini." Wira masih saja menggerutu setelah melihat jam dinding di atas televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Chocolate
Teen Fiction"Pertemuan kita memang diawali dengan keributan. Tapi aku meyakini rencana Tuhan yang indah pada akhirnya untuk kita." - Adrian Feronino. "Awalnya gue emang gak percaya yang namanya kebetulan jadi takdir terjadi di dunia nyata. Tapi dia yang membuk...