4. ..... Sekelas?

135 39 14
                                    

"Tuhan, kalau memang dia jodohku, jauhin aja. Aku gak mau jodohku dia."

###


"Kamu udah nyiapin peralatan sekolah, kan, Yan?"

Adrian yang sedang mengoleskan selai cokelat pada rotinya mendongak. "Udah Bunda. Cuma buku tulis sama pulpen doang."

"Bareng sama Shelina 'kan?" Ayah bertanya kepada Shelina. Shelina hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Nanti kamu ke ruang kepala sekolah dulu. Tanyain ruang kelas kamu." Ayah memberi tahu perihal sekolahnya yang baru.

"Iya, Ayah. Adrian udah hapal. Kayak baru pertama kali pindah sekolah, deh."

Keluarga kecil itu menikmati sarapan mereka. Dibumbui dengan guyonan-guyonan garing yang keluar dari mulut Ayah. Namun, hal itu membuat mereka berempat tertawa terbahak-bahak. Walaupun hanya berempat, suasana rumah ini seramai dengan empat kepala keluarga.

"Kalo gitu kalian berangkat sekarang. Udah jam setengah tujuh, tuh." Bunda menunjuk jam dinding.

"Oke deh, Bunda." Shelina mencium tangan dan kedua pipi Bunda. Ia juga melakukannya kepada Ayah. "Assalamu'alaikum."

Adrian juga melakukan hal yang sama seperti yang Shelina lakukan.

###

"Katanya ada anak baru yang masuk hari ini ya?"

"Iya. Kata Mama aku sih gitu."

"Ganteng gak ya?"

"Cewek apa cowok, deh?"

Pertanyaan-pertanyaan terdengar ketika seorang perempuan berkuncir kuda, memasuki area sekolah.

Perempuan itu melangkah dengan tenang ke arah kelasnya. Menunjukan kewibawaan seorang Ketua Osis. Ia tak memperdulikan gosip-gosip tentang adanya anak baru yang akan masuk hari ini.

Biasanya, siswa yang nge-gosip tentang berita terhangat adalah anak dari salah satu anggota committee sekolah. Atau, salah satu anggota geng ternama.

"Audina!" seruan itu menghentikan seorang perempuan berkuncir kuda tersebut.

Perempuan yang menyerukan nama Audina itu menghampiri. Merangkul pundak Audina dengan gayanya yang khas.

"Tau gak. Hari ini ada murid baru." perempuan berambut sebahu itu memberi tahu apa yang sudah Audina dengar. Sejak menginjakan kaki di koridor sekolah.

"Udah tauk, Thal." Audina menyingkirkan tangan Thalia yang merangkul. "Bahkan sejak gue injek tuh koridor depan, juga udah kedengeran beritanya."

"Kok lu gak excited gitu, dengernya." heran Thalia. Ia sampai menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Pasti dikit lagi lu dipanggil kepala sekolah. Percaya sama gue!"

Belum sempurna bibir Thalia tertutup, seruan memanggil nama Audina terdengar.

"Tuh kan. Apa gue bilang." ucap Thalia percaya diri. "Bahkan hitungan gue dalam hati belom nyampe angka tiga."

"Ada apa, An?" Audina mengabaikan pertkataan Thalia, sahabatnya.

"Lu dipanggil pak kepala sekolah. Tadi gua cuma dititipin pesan kayak gitu."

"Oh gitu. Makasih atas informasinya Andi."

###

Audina melangkah masuk ke dalam ruang setelah mendengar seruan masuk.

Hot Chocolate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang