"Gue bisa tahu nama lo, tanpa lo yang memberi tahu. Inget, mata-mata gue banyak di sekolah ini!"
###
"Choco Girl!"
Adrian terus mengikuti Audina dari belakang. Pasalnya, sejak tadi Adrian panggilin, tidak ada sahutan. Atau setidaknya menghentikan langkah kaki. Dan Audina terus saja berjalan dengan santai.
Adrian menggapai pundak Audina, dan membalikkan tubuhnya secara paksa. Adrian terkejut bukan kepalang. Pasalnya, percuma saja dia panggil Audina sejak masuk sekolah. Toh, ujungnya panggilan Adrian tidak dihiraukan Audina.
"Apaan sih, berang-berang!? Sakit tauk pundak gue!" Audina menyingkirkan tangan Adrian yang masih betah bertengger di pundak Audina.
"Yaampun Choco Girl! Ini masih pagi. Please, jangan ngomel-ngomel."
"Kan udah gue bilang. Selama ada lo di deket gue, lo bikin gue marah." Audina melepaskan earphone yang terpasang. "KARENA LO SUMBER KEMARAHAN GUE!"
Adrian melongo melihat sesuatu yang terlepas dari telinga Audina. Pantas saja dia panggilin daritadi gaada sahutan. Ini penyebabnya. Telinga yang tersumpal earphone.
"Daritadi gue panggilin, gak denger." Adrian meraih earphone yang menjuntai. Dan melemparkan secara kasar ke arah Audina. "Jadi ini penyebabnya. Dasar Choco Girl!"
Audina memegang earphone yang dilempar dengan sengaja oleh Adrian dengan wajah bingung. "Apa salahnya sama earphone yang gue pake?"
Adrian melangkah meninggalkan Audina.
"Lah? Kok jadi dia yang ninggalin gue. Seharusnya gue yang ninggalin dia." ucap Audina bingung. "Kan dia manggil gue daritadi, katanya. Au ah bodo amat!"
###
Audina melangkah menuju ruang Osis. Sudah menjadi kebiasaan Audina sejak dia dilantik menjadi Ketua Osis. Membersihkan ruang Osis setiap waktu istirahat.
"Dina!!" panggilan itu membuat langkah Audina berhenti.
"Ada apa, Dhe?" Audina bertanya ketika Dhea ada di sebelahnya.
"Mau ke mana?" tanya Dhea basa-basi. Padahal, Dhea sendiri sudah tahu kebiasaan Audina. Setiap istirahat pasti ke ruang Osis untuk membersihkannya. "Ikut boleh, ya."
"Ikut aja. Bantuin gue beresin juga, ya." pinta Audina.
"Boleh lah boleh."
Mereka berdua terus berjalan menuju ruang Osis. Audina membuka pintu ruang Osis. Hanya dia dan guru bidang kesiswaan yang memegang kunci ruang Osis.
"Dina, kok gua liatin lu selalu berantem sih sama Adrian?" pembicaraan dimulai dengan membicarakan tentang Adrian. Membuat kuping telinga Audina panas.
"Gak tau lah gue, Dhe. Dari awal ketemu dia rasanya emosi gue meledak-ledak gitu." Audina terus membersihkan debu-debu yang menempel.
"Tapi kayaknya dia suka deh sama lo."
Tawa Audina memenuhi ruangan yang hanya diisi dua orang itu. "Mana mungkin lah, Dhe. Kita aja baru kenal gitu."
"Di dunia ini gak ada yang gak mungkin, Audina Sayang. Cuma lo-nya aja yang gak percaya sama hal kayak gitu."
"Nah, itu lo tauk."
"Dari satu kebetulan. Ngebuat kalian terus bertengkar. Dan berakhir bahagia. Kalian akan bersatu." Dhea bertepuk tangan. Seolah Ia baru saja selesai menceritakan kepada anak bayi. Dengan akhir yang bahagia.
"Tapi sayangnya gue gak percaya. Yang namanya kebetulan, ya, kebetulan aja. Gak mungkin dari kebetulan bisa berakhir bahagia."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Chocolate
Ficção Adolescente"Pertemuan kita memang diawali dengan keributan. Tapi aku meyakini rencana Tuhan yang indah pada akhirnya untuk kita." - Adrian Feronino. "Awalnya gue emang gak percaya yang namanya kebetulan jadi takdir terjadi di dunia nyata. Tapi dia yang membuk...