3. Kebetulan atau Takdir?

152 48 19
                                    

"Pertemuan pertama, cuma kebetulan. Pertemuan kedua, masih dibilang ketidaksengajaan. Kalau pertemuan ketiga? Apa masih bisa dikatakan kebetulan? Atau memang takdir untuk kita?"

###

Adzan Subuh berkumandang. Sebentar lagi ayam akan berkokok. Cowok itu sudah bangun. Sebelum adzan berkumandang. Dia siap melaksanakan ibadah.

Knock Knock

Suara ketukan pintu terdengar setelah cowok itu menyelesaikan dua rakaatnya. Tak ingin orang di luar sana menunggu, cowok itu segera membuka pintu. Terpampang jelas wujud Ayah di depan.

"Ada apa, Yah?"

Ayah mengecek sesuatu dalam ponsel di tangannya. Kemudian mendongakan kepala melihat anak lelaki satu-satunya di keluarga mereka. Juga anak terakhirnya.

"Tadi Ayah dapet telepon dari sekolah yang kemarin kamu tes," Ayah terdiam sebentar. Menjeda perkataannya, dan anak laki-laki di hadapannya dengan sabar menunggu. "Mereka bilang esok kamu harus ke sekolah. Karena kamu......"

"Karena aku?"

"Karena kamu diterima di sekolah tersebut."

Wajahnya masih saja datar sejak awal percakapan dimulai. Seakan kabar itu sudah dapat Ia tebak. Dan Ia yakin akan dapat masuk ke sekolah.

"Adrian! Kamu dengerin Ayah gak, sih?" teriak Ayah tepat di depan wajah anak laki-lakinya tersebut.

"Adrian dengerin Ayah, kok." balas Adrian. "Lagipula Adrian udah bisa nebak, kalo Adrian bakalan masuk sekolah itu."

"Sombong banget anak Ayah satu ini. Haha." tawa menghiasi akhir pernyataannya. Mengacak rambut Adrian, yang sebenarnya sudah berantakan.

"Yaudah deh. Ayah balik ke kamar lagi." pamit Ayah. "Nanti kita ke rumah Nenek siangan dikit."

Kata Adrian, Ayah itu gokil. Rambut udah ada uban, tapi bahasa kayak kids jaman now.

"Udah tua juga. Bahasa masih aja gaul." gerutu Adrian. Kemudian masuk ke dalam kamar.

###

Matahari sudah berada di puncaknya. Namun hal tersebut tidak diindahkan oleh perempuan yang saat ini masih bergelung manja di atas tempat tidur dengan selimut tebal menutupinya.

Seseorang membuka pintu dengan kasar. Hal itu juga tidak membangunkan si Putri Tidur.

"Yaampun Audina! Bangun." orang itu terus mengguncang tubuh Audina. Alhasil, dia tidak mendapatkan apapun.

"Bundaa, Audina gak mau bangun, nih." teriak orang itu memanas-manasi. Membuat sang empunya mata membukanya secara langsung. Ia lebih takut Bundanya marah karena tahu anak perempuannya masih tertidur hingga siang menjelang.

"Apaan sih, Bang? Audina masih ngantuk tauk gak." cerocos Audina dengan mata yang hampir terpejam lagi.

"Bangun Audina. Ayah sama Bunda mau ngajakin jalan-jalan."

Mendengar kata jalan-jalan, membuat Audina segar sepenuhnya. Seakan Ia sudah lama tidak pergi berlibur. Padahal, hampir setiap akhir pekan mereka habiskan di ruang terbuka.

Ia berlari ke kamar mandi. Menutupnya. Namun sebelum sempat menguncinya, Audina kembali membukanya, "Jangan tinggalin Audina. Tungguin." Abang hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya.

"Kayaknya sekolah kamu bakal kedatangan murid baru, Din." percakapan dimulai dengan membahas anak baru di dalam mobil. Dan, Audina tidak memperdulikannya.

Dengan cuek, dan tak membalas tatapan Ayah, Audina berucap, "Audina gak peduli, Yah. Toh, kita gak bakal deket. Anak Bina Insani kan banyak. Gak mungkin kenal lah."

Hot Chocolate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang