"(Y/n), hari ini kamu sama Joseph bertugas buat wawancarain salah satu designer dari Paris yang lagi ada di New York."
"Yaah, hari ini bukannya aku udah izin pulang lebih cepet?" rengekmu pada Marida, editor di tempatmu bekerja.
"Masa sih? Kalo gitu selesai wawancara kamu bisa langsung pulang, gak perlu balik ke kantor dulu. Oke, darl?" Marida mengerling dan kamu hanya menghela nafas pasrah.
Sebenarnya kamu ingin cepat pulang karena tubuhmu benar-benar terasa remuk sejak 2 hari yang lalu. Kamu butuh bubur atau cream soup dan sebutir obat penurun panas sekarang.
Kamu memijat kening dan memejamkan mata sejenak.
"(Y/n), siapin kamera, kita berangkat sekarang. Marida udah buat janji sama designer nya jam 10," ujar Joseph yang sudah berdiri dihadapabmu seraya melihat jam tangannya.
Kamu pun melakukan hal yang sama, mengecek jam. Dan jam baru menunjukkan pukul 9 pagi.
"Kamu sakit?" tanya Joseph saat menyadari gelagatmu.
Kamu mengangguk dan menggeleng setelahnya, kemudian bergegas merapikan barang yang akan dibawa. Joseph sudah siap dengan barang bawaannya dan menunggumu didepan mejamu.
"Kalo kamu sakit aku ajak photographer yang lain aja deh, kamu istirahat aja."
Kamu menggeleng, "kuat kok, yuk."
Setelah siap, kalian segera melangkahkan kaki keluar dari kantor dan menuju stasiun kereta.
Kamu dan Joseph berbincang banyak hal saat perjalanan menuju salah satu kafe tempat janjian. Joseph orang yang hangat, dan gossip dikantor menyebutkan bahwa Joseph menyukaimu.
Namun karena Joseph yang selalu bersikap baik terhadap siapapun, kamu berspekulasi bahwa Joseph tidak mungkin menyukaiku. Lagipula kalian berdua berteman baik.
"Muka kamu makin pucet, batalin aja wawancaranya kali ya?" tanya Joseph yang terdengar khawatir.
"Terus kamu tega liat aku dapet teguran dari Marida?"
"Tapi dari kita keluar kantor tadi muka kamu bener-bener pucet. Keringetan pula." Joseph menyeka keringat didahimu dengan ibu jarinya.
"Keringet dingin nih, batalin aja deh janji wawancara hari ini. Jadi ka —" ucapan Joseph terhenti ketika kamu membekap mulutnya dengan tangan kirimu.
"Aku gak apa-apa. Beneran. Jangan khawatir berlebihan deh," ujarmu sembari melepaskan tanganmu dari mulutnya.
Joseph menghela nafasnya, "oke. Jangan jauh-jauh dari aku. Nanti kalo kamu pingsan terus aku gak tau kan repot."
"Uhh baiknyaa, kamu emang yang terbaik!"
"Aku gak mau repot gendong kamu yang seberat gajah ini ketempat yang aman sebelum nelpon ambulance."
Ekspresimu yang tadinya tersenyum seketika berubah datar. Sedangkan Joseph tertawa melihat ekspresimu.
"Alasan macem apa itu. Lagipula ya badan aku setara sama Kendall Jenner, kok!" sungutmu kesal dan Joseph semakin terpingkal karena ucapanmu.
"Oke Nona —yang mengaku tubuhnya bak Kendall Jenner —alangkah baiknya kita siap-siap turun karena kita sebentar lagi sampe di stasiun tujuan."
Kalain kembali berjalan beriringan dan Joseph yang merangkul bahumu dengan alasan, "cuma jagain." Terserah saja. Joseph adalah tipikal pria keras kepala.
Saat kalian melewati sebuah taman, kamu memicingkan matamu ketika melihat seorang pria yang sepertinya kamu kenal.
Dan ketika kamu bisa menganalisa siapa pria itu, tubuhmu seketika menegang dan kamu refleks menahan napas. Jantungmu berdegup lebih cepat, dan tanpa disadari kamu justru diam ditempat. Joseph mengernyitkan keningnya ketika kamu berhenti melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Imagine Series] - EXO Version
FanfictionWhat if EXO Members be your boyfriend, bestfriend, or maybe-brother? Imagine Series #1 📍 Start : September 2017 📍 Revisi 📍 Imagine Area. Harsh comment not allowed.