Hanya Kita

16.8K 1.2K 11
                                    

Hana meremas gaun yang dipakainya, sesekali ia melirik jam yang terpasang. Tidak pernah ia merasakan gugup sehebat ini, bahkan saat pertama kali audisi menjadi model.

Setelah acara ijab qabul dan sungkem yang membuat Hana dan Radit menangis, seluruh keluarga besar berkumpul untuk makan. Hana tersenyum ketika mendapati hampir seluruh hidangan adalah makanan favoritnya. Mungkin ini bukanlah pesta meriah, namun rasa kekeluargaan yang ada sungguh sangat terasa. Bu Kasih adalah satu-satunya keluarga dekat yang dia punya. Ayahnya adalah anak tunggal sedangkan bundanya hanya dua bersaudara, untuk itu ia sangat menyayangi bu Kasih dan keluarganya.

Satu jam setelah acara makan Radit menyuruhnya untuk masuk kedalam kamar untuk membicarakan sesuatu namun pria itu belum juga kembali.

Hana bangkit berdiri, mungkin dengan mandi ia bisa melemaskan badan. Namun sebelum itu ia harus membersihkan make up yang ada. Ia menghela napas lelah, ia paling tidak suka untuk melepaskan make up karena menurut Hana, ia terlihat jelek tanpa polesan diwajah. Ia merasa seperti Cinderella yang berubah menjadi upik abu ketika riasan diwajah dilepaskan.

Hana baru saja melepaskan bulu matanya ketika Radit muncul dibalik pintu. Degub jantung Hana semakin kencang saat menyadari Radit berjalan kearahnya lewat cermin. Ia mematung, tidak tahu harus berbuat apa.

Padahal Radit memang sering masuk kedalam kamarnya tanpa mengetuk pintu namun jantungnya tidak pernah sekencang ini. Apakah karena Radit sudah menjadi suaminya?

"Mau aku bantu." tawar Radit.

"Ah, eh ya." jawab Hana tanpa sadar.

Radit duduk disisi tempat tidur, menepuk kasur mengisyaratkan Hana untuk duduk disampingnya.

Hana yang baru sadar menggeleng pelan, "Tidak usah kak Radit, aku bisa sendiri." Dehemnya sebelum melanjutkan pekerjaan.

Namun tanpa Hana sadari, Radit sudah berada didekatnya untuk mengambil kapas dan make up remover yang ada ditangan Hana.

"Sekarang tidak ada alasan untuk menolak," mengangkat dua benda itu untuk dipamerkan ke Hana. "Sekarang mau aku bantu atau tidur masih menggunakan make up."

Tidak mungkin Hana memilih tidur menggunakan make up, dia sudah bosan mendengar ocehan managernya karena Hana belum bisa mengurus wajahnya secara maksimal. Apalagi jika tumbuh jerawat pasti managernya itu akan menelannya hidup-hidup.

Walaupun ragu Hana menghampiri Radit, ia duduk disebelahnya sambil berkata. "Biar aku sendiri saja, lebih baik kak Radit ganti baju setelah itu mandi."

Radit menggelengkan kepala, "aku akan mandi setelah selesai membantumu." Ia mulai membersihkan wajah Hana dengan kapas yang sudah diberi toner.

Hana memundurkan kepalanya saat wajah Radit semakin dekat, tanpa sadar ia menghentikan napasnya. Ia tidak pernah seintim ini kecuali malam itu, namun sekarang Radit sedang sadar dan tidak mau jika ia mendengar jantungnya yang bertalu-talu.

"Wajah kamu merah," Radit menghentikan kegiatannya dan menatap mata Hana.

Mereka saling menatap, perlahan wajah Radit mendekat, Hana meremas gaunnya semakin erat. Ia tidak tahu harus melakukan apa, ingatannya melayang saat Radit mabuk.

"Tidak!" teriaknya sambil mendorong Radit menjauh.

Tidak ada yang berkata, hanya suara dentang jam terdengar disuasana yang sunyi. Hana syok dengan apa yang baru saja dilakukannya sedangkan Radit hanya memandang Hana bingung.

"Maaf," lirih keduanya setelah tersadar.

Radit menampilkan senyum tipisnya, "Ini kesalahanku, mungkin aku yang tergesa-gesa." lanjutnya, meletakkan kapas dan toner diatas kasur. "Lebih baik aku mandi terlebih dahulu," ia bangkit berdiri menuju kamar mandi.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang