Sah II

19K 1.3K 19
                                    

Seharian ini Radit berbaring di salah satu kamar rumah sakit swasta. Seharian penuh juga Radit bertanya akan keberadaan Hana, namun baik papa dan mamanya tidak ada yang mau memberi tahu.

Menurut mamanya, yang berhak memberi tahu keberadaan Hana hanya Raja. Lagipula ke dua orang tua Radit sudah diwanti-wanti oleh Raja supaya tidak membocorkan keberadaan Hana.

"Mama," panggil Radit takut.

"Hmm," jawab mama Radit, masih fokus membaca majalah.

"Apa Mama masih marah soal tadi?" Radit memandang mamanya yang sama sekali tak lepas dari majalah, bahkan melirik kearah Radit sedikitpun tidak. Radit menghela napas panjang, tak ada jawaban dari mamanya. "Aku tahu salah. Seandainya saja aku tidak minum, mungkin semuanya tak akan seperti ini. Aku tidak akan melepaskan tanggung jawab, aku mau menikahi Hana."

Mama menghentakkan majalah ke meja, memandang anaknya, entah harus marah atau sedih karena pemikiran anaknya yang dangkal.

"Apakah sebatas itu?" meredam emosinya.

"Maksud Mama Apa?" kening Radit bertaut tak mengerti.

"Apa hanya sebatas tanggung jawab? Kamu menikahinya hanya sebatas itu?"

Pertanyaan mama Radit menohoknya. Sama saat pertama kali Radit melamar Hana, dia juga mendapatkan pertanyaan yang sama. Tanggung jawab, bukankah hanya dengan itu dia bisa memulainya dari awal?

"Kamu egois!" tangan Mama bersedekap. "Mama mengizinkan kamu kembali ke keluarga Hana karena Mama yakin kamu akan berubah. Namun apa yang Mama dapatkan sekarang, kamu mengambil barang yang sangat berharga yang dimiliki Hana. Mama kecewa sama kamu!"

"Maafin aku Ma," hanya kata maaf yang terucap, dia tidak bisa membantah mamanya karena dia yang salah.

Mama memijit kepalanya yang mendadak pusing, setelah terasa agak ringan dia mengambil teh dimeja, meminumnya perlahan. "Mama tidak pernah mengajarkan kamu untuk egois, Radit. Apa kamu tidak memikirkan perasaan Hana saat kamu menikahinya?"

"Aku yakin Hana akan bahagia, dia mencintaiku."

Perkataan Radit membuat kening mamanya semakin berkerut, "Kamu mengetahui Hana mencintaimu dan hanya diam saja?! Astaga, kamu menghancurkan perasaan gadis itu Radit," mamanya memang mengetahui jika Radit selalu mempunyai pacar dari Hana. Ke dua wanita itu sering melakukan curhat melalui video call.

"Aku tidak bermaksud seperti itu Ma."

Mama radit mengambil kembali majalah yang dilemparkannya, menggulungnya, "Radit, bagian mana tubuhmu yang tidak sakit?" tanyanya tenang.

Walaupun bingung, Radit menjawab pertanyaan mamanya, "hanya kepalaku saja yang sakit, Ma."

"Bagus kalau begitu," mama Radit berdiri, melangkah kakinya dan langsung memukuli pundak Radit dengan majalah yang ada ditangan. "Mama nggak pernah mengajarkan kamu untuk berbuat seperti ini Radit, kamu melakukan ini sama saja melukai Mama," kalimat tersebut terulang beberapa kali, sungguh kecewa akan tindakan Radit.

Radit yang mendapatkan pukulan bertubi-tubi hanya menutupi dengan lengannya, "Mama sakit," erang Radit.

"Apa! Sakit! Ini tidak sebanding dengan perasaan Hana. Dia lebih menderita karena dirimu!" masih melancarkan aksinya.

"Astaga Mama," Papa yang baru saja masuk langsung menarik istrinya menjauh.

"Lepaskan Mama, Pa! Anak kurang ajar ini memang pantas mendapatkannya," meronta dipelukan suaminya.

"Tenang, kita bisa berdiskusi bukan dengan cara kekerasan seperti ini," papa mencoba membujuk istrinya yang sudah berantakan akan kebrutalannya.

"Tenang, apa Papa akan tenang saja jika dia," meunjuk ke arah Radit, "telah menodai Hana."

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang