"Kita pulang Bunda, jangan dengarkan omong kosongnya." Radit menarik lengan Hana akan tetapi dengan tegas Hana menolak dan justru tertarik dengan pembicaraan Hara.
Hana tak akan mengulangi kesalahan lagi dengan membiarkannya lebih lanjut, ia akan menyelesaikan semuanya sekarang walaupun ia ragu untuk dapat bertahan sampai akhir.
"Jelaskan padaku semuanya!" Dengan suara gemetar, Hana meminta penjelasan pada Hara.
Hara berdecak, enggan untuk menjelaskan.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan Bunda. Ayah dan Hara sudah berakhir sebelum kita menikah." Jawab Radit.
"Tapi Hara mengandung, apa jangan-jangan anak dalam kandungannya itu..." Hana menelan ludah berat, tak sanggup menerima kesimpulan yang dibuat oleh otaknya sendiri.
"Singkirkan pikiran liarmu itu Bunda. Anak yang dikandung Hara bukanlah anak Ayah. Tak pernah sekalipun ayah jajan diluar." Radit tersinggung akan pemikiran Hana yang pendek. Apakah istrinya itu tak tahu selama ini ia selalu ingin pulang cepat agar bisa bertemu Hana? Apalagi akhir-akhir ini ia harus berlembur dikantor membuat dirinya semakin merana.
"Hara, katakan padanya jika itu bukanlah milikmu. Anak itu adalah anak dari suamimu dan aku tak ada sangkut pautnya dengan kehamilanmu itu." Perintah Radit.
Hara berdecak, "Tentu saja ini ada sangkut pautnya denganmu. Karena dirimu aku hamil."
"Aku tak pernah merasa menghamilimu, Hara." Kata Radit kukuh.
"Tapi gara-gara kamu, aku hamil."
Hana menggeleng mendengarkan perdebatan. "Sudah cukup!!" Melerai keduanya. "Sekarang, ceritakan padaku yang sebenarnya."
"Radit, kamu melakukannya setelah kita bertemu di bar tujuh bulan yang lalu."
"Bar? Tujuh bulan yang lalu? Kamu pasti mabuk, Hara. Aku yakin aku meninggalkanmu saat kamu masih sepenuhnya sadarkan diri, dan itu masih dibar."
"Kamu tak meninggalkanku, kamu menemaniku sampai kedalam hotel."
"Apa kita harus memeriksa cctv agar kamu tahu jika aku memang meninggalkan bar seorang diri?" Tantang Radit.
"Tunggu, kenapa Ayah pergi ke bar tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" Hana semakin tak mengerti, biasanya Radit akan bertanya dan meminta izin jika ia akan pergi kemanapun. Jika tujuh bulan lalu, berarti Hana masih dalam keadaan berduka, apakah....??
"Sudah aku bilang jauhkan pikiran liarmu itu!" Perintah Radit lagi. "Aku pergi kesana bersama dengan Raja, jika kamu tak percaya aku bisa menghubunginya sekarang juga." Lanjut Radit.
"Sepertinya kamu yang sedang mabuk Radit. Kamu menemuiku seorang diri, tak ada Raja." Kata Hara.
Hana menatap keduanya bergantian, ia bingung siapa yang seharusnya ia percaya. Masing-masing dari mereka mempunyai argumen yang kuat.
"Raja memang datang bersamaku, namun untuk menemani temannya. Dan aku pasti ingat aku menerima telepon, itu adalah Raja yang berkata sudah berada dalam parkiran mobil dan menyuruhku untuk cepat datang. Katakan padaku, berapa gelas kamu menghabiskan alkohol malam itu? Dan apa kamu punya bukti?"
Hara menyeringai, meraih tasnya yang berada dimeja samping untuk mengambil benda pipih berwarna putih itu. Ia berselanjar pada galeri untuk mencari foto sebagai bukti. "Ini buktinya."
Hana menerima ponsel yang diberikan Hara, disana seorang pria sedang bertelanjang dada namun hanya punggungnya yang terlihat. Memang mirip dengan Radit.
"Aku mengambil fotonya terburu-buru. Namun sayang kamu pergi ketika aku sedang didalam kamar mandi. Kamu tidak bisa mengelak lagi."
Radit merebut ponsel yang berada digenggaman Hana, melemparkannya pada ranjang Hara yang kosong. "Percayalah padaku, Bunda. Aku tak pernah melakukannya. Aku hanya melakukannya dengan Bunda, Raja adalah saksinya. Aku bisa menghubungi Raja jika Bunda tak percaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanara
Romance"Hanara, will you marry me?" Sebuah kalimat yang akan menjungkir balikkan kehidupan seorang Hanara. Raditya, sahabat yang dicintainya selama bertahun-tahun akhirnya mengatakan kalimat yang pernah dia mimpikan *longlist wattys 2018*