Penyusup

12.2K 1K 10
                                    

"Ehem," Hana mencoba mengawali pembicaraan yang hanya terdengar suara adu antara sendok dan piring. "Kak Raja sejak kapan dekat dengan Raka?"

Raja menyuapkan sendok besar kedalam mulutnya, "uah hama (sudah lama)."

"Kalau mulut penuh, telan dulu baru jawab." Raka yang duduk disamping Raja bersuara.

Raja menelan makanannya dengan susah payah, "Aku mengenal Raka bahkan sebelum kamu mengenalnya." Pandangannya terarah pada Hana.

Hana mengerutkan kening tidak percaya, menoleh kearah Raka yang mendapat anggukan jika memang benar apa yang dikatakan oleh Raja. "Berarti selama ini kalian membohongiku!" Hana mengingat saat pertama kali ia mengenalkan Raka pada Raja, pantas saja Raja tidak protes jika Raka adalan temannya.

"Kami tidak pernah membohongimu, kamu saja yang tidak pernah bertanya padaku." Raka mengelak tuduhan yang dilayangkan Hana. Raka meletakkan sendok pada piringnya, "Katakan padaku Hanoa, apa kamu masih ingat saat pertama kali kita bertemu?"

Hana mengangguk, tentu saja ia mengingatnya dengan jelas. "Saat pertama kalinya aku menginjakkan kaki dikampus dan kamu adalah penolongku karena mengantarkanku sampai depan pintu ujian."

Raka tertawa, "Ah, itu bukan pertama kalinya kita bertemu. Kita pernah bertemu sebelumnya dirumahmu." Raka menangkap wajah Hana yang kebingungan. "Aku yakin kamu tidak mengingatku karena wajahku yang babak belur."

"Babak belur? Apa kamu dipukuli kak Raja, dia dulu kan preman." Hana menyipitkan matanya, menatap Raja yang justru menggelengkan kepala.

"Yang preman itu Radit," Raja menyeringai, Radit berdecak, ia tidak bisa membantah Raja karena itu memang kenyataannya, preman sekolah. Namun hanya satu semester saja karena dia kembali bertemu dengan Raja yang menuntunya kembali kejalan yang benar.

"Kamu bahkan mengobatiku dan ...." Raka tidak melanjutkan perkataannya justru jari telunjuknya menepuk pipi kanannya berulang kali.

Hana memiringkan kepalanya kekanan sedikit, mengamati wajah Raka yang berada diseberangnya, ia belum pernah melihat wajah Raka sedetail ini. Ia membanting sendok kepiring dengan keras, jari telunjuknya menunjuk Raka dan dengan suara keras ia berkata, "Kau, pria yang dibawa kak Raja untuk aku obati namun kau justru mencium pipiku!!"

Hana menoleh kearah kanan ketika sebuah gebrakan meja terdengar. "Kak Radit," Kaget, ia menyadari bahwa salah bicara.

"Hana, apa kamu sudah selesai makan?" Tanya Radit yang tatapannya lurus kearah Raka, kedua tangannya terkepal erat, menahan emosi.

"S-sudah Kak Radit," Hana menjawab dengan gugup.

"Ayo kita tidur," diam sejenak. "Raja maafkan aku, namun bisakah kamu membereskan semua ini setelah selesai makan?"

"Tentu saja. Ah, kejadian ini terjadi ketika Hana masih duduk disekolah menengah pertama, sebelum bertemu denganmu lagi jadi jangan terlalu cemburu dengan Raka."

Radit mendengarkan penjelasan Raja sekilas dan langsung menarik lengan Hana menuju kamar mereka yang berada dilantai dua.

Hana masih mendengar samar-samar Raja berbicara, "Ini sangat menyenangkan, sepertinya aku akan memanfaatkanmu untuk membuat Radit lebih cemburu." Yang mendapat tolakan mentah-mentah dari Raka.

Hana melihat punggung Radit, senyum tak lepas dari bibirnya.

"Aku tidak menyukainya." Radit melepaskan tangan Hana, berdiri didekat jendela.

Hana berdehem, menetralkan wajahnya. Ia tidak ingin Radit marah karena ia justru senang ketika melihatnya marah atau bolehkah ia menyebutnya cemburu. Hana berdiri disamping Radit dan tangan kanan berada dipundak Radit.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang