Penganggu

13.3K 1.1K 12
                                    

"Kak Radit, tolong bukakan pintunya, kedua tanganku penuh!" Hana sedikit berteriak, pintunya tertutup.

Beberapa saat kemudian pintu terbuka, "Aku baru saja meletakkan cerminnya. Bagaimana menurutmu? Bukankah ini tempat yang ideal?" Radit mengambil jus jeruk yang berada ditangan Hana tanpa tanya terlebih dahulu, meminumnya dan melihat karya yang baru saja ia buat.

Mereka masuk kedalam kamar, berdiri beberapa langkah dari cermin. "Aku suka." Ucapnya datar, ia mengamati dirinya dan Radit didalam cermin.

Hana membenarkan letak kaca mata bundarnya, membandingkan dirinya dengan Hara, bukan namun dengan semua wanita yang pernah Radit kencani. Hampir semua mantan pacar Radit mempunyai gaya fashion yang bagus tidak seperti dirinya yang selalu berkutat dengan sweater dan kaca mata bundar.

"Apakah aku begitu jelek??" Gumam Hana pada dirinya sendiri.

Radit yang tersenyum lebar, memudarkan senyum dan menoleh kearah Hana. "Siapa yang mengatakan adikku ini jelek?!" Protesnya tidak terima.

Hana tersentak akan lamunannya, bukan karena perkataan Radit yang lantang namun kata adik. Ah, seharusnya Hana memang jangan terlalu percaya diri jika Radit memang mencintainya, Radit masih ragu akan hatinya atau mungkin juga masih mencintai Hara. Lihatlah nama kontak Hara pada Radit masih dinamai dengan nama 'sayangnya Radit' dan ada foto mereka yang dimana Hara mencium pipi Radit.

Hana yakin nama kontak dirinya masih sama seperti sebelum mereka menikah, yakni 'si pesek' yang selalu Hana ganti ketika ia pinjam ponsel Radit dan menggantinya dengan nama panjangnya namun Radit selalu merubahnya lagi.

"Banyak, bantulah kak Raja merapikan ruang tengah dan adikmu ini akan membuatkan makan malam." Hana menekankan kata adik dan berlalu meninggalkan Radit yang kebingungan.

Radit menepukkan kepalanya, kebiasaan memperlakukan Hana seperti adiknya sangat susah untuk dihilangkan. Ia langsung berlari menyusul Hana. "Hana, tunggu! Biar aku jelaskan." Tentu saja Radit bisa menyusul Hana dengan cepat tepat pada tangga terakhir.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan." Memberikan senyum lebarnya. "Sekarang bangunkan pria yang sedang tidur itu!" Menunjuk pria yang dimaksud Hana.

Radit menghela napas pendek, ia akan memberi Hana perngertian nanti saja ketika urusan menata rumah ini selesai. "Apa yang belum dikerjakan?"

Hana mengamati ruang tengah dengan baik-baik, "Sepertinya tidak ada, tinggal membersihkan ruangan ini saja."

Radit menganggukkan kepala. Seperti yang Hana suruh, Radit akan membangunkan Raja yang tertidur dengan nyenyaknya disofa. "Hana." Panggil Radit yang hanya dijawab gumaman oleh Hana. Radit melihat Hana yang pandangannya fokus pada Raja. Ia menangkup pipi Hana, meluruskan padanya supaya bisa bertatapan. "Janganlah terlalu  memandang pria lain terlalu lama," ucapnya tegas dan melepaskan kedua tangannya.

Hana mengelus kedua pipinya. "Astaga, dia kakak kandungku sendiri. Aku sudah terbiasa memandang kak Raja lama. Kami justru pernah berpandang-pandangan lama sekali." Hana mengingat ia pernah berlomba berpandangan tanpa kedip dengan Raja, siapa yang berkedip duluan harus menuruti apa saja yang menang katakan dan tentu saja Hanalah yang menang.

"Bagaimana jika kalian jatuh cinta?!" Teriak Radit yang tidak terima.

"Astaga, inilah kalau terlalu banyak nonton sinetron." Hana menggelengkan kepala dan berlalu.

Radit melihat kepergian Hana dan kini menoleh kearah Raja yang sedang nyenyak tidur, menghampiri. "Aku tahu kamu pura-pura tidur." Berdiri disamping sofa. Raja bergeming ditempatnya. "Apakah aku harus membalikkan sofa supaya engkau bangun!"

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang