Radit menatap tangan Hana yang terjulur, Hana yang tersenyum membuatnya mantap. Ia mengambil tangan Hana, menjabat tangannya.
"Sekarang ayo kita mulai semuanya dari awal!"
Hana mengangguk, ia melihat Radit yang entah mengapa seperti sebuah magnet, tidak bisa melepaskan pandangannya sama sekali. Senyum Radit membuatnya yakin jika ini adalah keputusan yang tepat walaupun ini akan menyakiti hatinya.
"Hana," panggilan Radit membuatnya tersadar. Ia akan memalingkan wajah ketika kedua lengan Radit menangkup wajahnya.
Hana akan protes namun tanpa ia sadari bibir itu menempel pada bibirnya. Hana terdiam, jantungnya bertalu-talu dan tangannya berkeringat dan bergetar. Ia tidak menyangka jika Radit menciumnya. Sekelebat bayangan malam itu muncul dibenaknya.
"Kiss tanda pertemanan kita dimulai." Radit melepaskan pagutannya.
Hana mencoba tersenyum walaupun jantungnya masih berdetak dengan kencang. Bukankah seharusnya ia merasa senang? Namun mengapa hatinya justru merasa nyeri, semakin Radit mendekatinya semakin jelas bayangan malam itu.
"Hana," Radit mengamati wajah Hana yang berubah menjadi pias, Hana seperti ketakutan. Apakah dengan ciuman mendadak itu membuat Hana seperti ini? Namun ingatannya kembali saat mereka bertengkar dan Hana mengatakan jika ia takut pada Radit. "Maafkan aku, Hana." Radit menarik Hana dalam pelukannya, mencoba memberikan ketenangan pada wanita yang sudah ia kenal sejak kecil itu.
Radit kira apa yang dikatakannya malam itu adalah sebuah lelucon namun mengingat Hana seperti ini membuatnya berpikir dua kalilipat. Ia tidak menyangka kejadian malam itu benar-benar membuat Hana ketakutan seperti ini.
Tangisan Hana membuat Radit semakin merasa bersalah.
♡♡♡♡♡
Hana baru saja keluar kamar mandi ketika melihat Radit sudah berada didalam kamarnya. Ia mengernyit bingung ketika melihat bantal yang tidak asing.
"Apa yang kak Radit lakukan disini?" Hana mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.
"Tentu saja tidur," Radit menatap bantalnya, mencari posisi yang paling nyaman untuk ditiduri. Radit merebahkan badannya, ia terlentang menatap langit-langit kamar yang dihias oleh Raja dan Radit. Tahun lalu Hana bersikeras jika talenta yang dimiliki Radit dan Raja tidak boleh dibuang sia-sia hanya untuk menggambar tidak jelas. Untuk itu, Hana menyuruh mereka menggambar langit kamarnya supaya tidak membosankan yang membuat mereka sakit leher selama seminggu.
Hana mengambil hair dryer, mengeringkan rambutnya yang basah. Mencoba menghilangkan rasa kecanggungan karena insiden tadi sore. Hana tidak tahu mengapa tubuhnya menjadi seperti ini, rasa takut selalu datang ketika Radit akan mencoba mencumbunya.
Tanpa Hana sadari Radit memiringkan badan untuk melihat Hana yang sedang mengeringkan rambut. Pandangannya tidak lepas sama sekali, banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan seperti Kenapa Hana masih mencintainya setelah apa yang telah Radit lakukan? Mengapa Hana tidak menyerah saja dan mencintai pria lain? Kenapa dia harus berkorban sebesar ini jika sebenarnya ini adalah kesalahan Radit? Namun seluruh pertanyaan itu ia simpan seorang diri karena takut akan jawaban Hana, takut jika ia semakin menyakitinya. Mungkin suatu saat nanti jika hatinya telah berlabuh ia bisa bertanya pada Hana.
"Kenapa kamu tidak protes?" Tanya Radit.
Hana mencabut kabel hair dryer. Ia membalikkan badan menatap Radit. "Sekeras apapun aku protes kak Radit akan tetap tidur disini. Aku lelah, tidak mau berdebat hanya karena hal sepele lagipula aku harus menyiapkan mental untuk besok hari." Hana berdiri kemudian mengambil posisi tidur disebelah Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanara
Romans"Hanara, will you marry me?" Sebuah kalimat yang akan menjungkir balikkan kehidupan seorang Hanara. Raditya, sahabat yang dicintainya selama bertahun-tahun akhirnya mengatakan kalimat yang pernah dia mimpikan *longlist wattys 2018*