Sebuah Ilusi

12.8K 1K 37
                                    

Bogeman mentah mendarat dipipi Radit untuk yang keberapa kalinya, tante Eci yang berada disana hanya bisa menjerit, tenaganya tak kuat menahan Raja yang membabi buta memukuli Radit.

"Hentikan Raja, hentikan!" Tante Eci menarik Raja berulang kali. Dia mengaitkan kedua tangannya pada perut Raja. Mencoba untuk melerai pria yang sedang dilanda amarah itu.

"Lepaskan aku!! Pria sialan ini harus dikasih pelajaran!!" Menghiraukan Radit yang sudah tersungkur.

"Hana akan semakin sedih jika Radit terluka!" Jerit tante Eci, akan tetapi ucapannya seperti tidak mempan karena kini Raja melangkah maju untuk memukulinya lagi.

Tante Eci semakin kewalahan, ia berharap satpam rumah sakit akan segera datang untuk mengendalikan Raja yang sedang kalap. Raja tidak akan bisa dikendalikan hanya dengan tubuh kecil dirinya. Pria ini harus segera dijauhkan sebelum benar-benar membunuh Radit. Suasana rumah sakit yang malam membuat tante Eci semakin khawatir.

"Larilah Radit!" Serunya.

Radit menggeleng lemah, "Aku harus menjaga Hana. Dia pasti sedang ketakutan!" Mencoba untuk berdiri. Pukulan ini tidak ada apa-apanya ketika mengingat Hana yang merintih kesakitan.

Raja akan menerjang lagi ketika pintu ICU terbuka, seorang dokter dan perawat keluar mengalihkan perhatian Raja.

"Bagaimana keadaannya?" Raja menghampiri. Tante Eci membantu Radit berdiri. Ia akan membawa Radit menjauh namun menggeleng.

"Biarkan aku tahu tentang keadaannya." Pukulan Raja seperti deja vu  ia tak menyangka akan mendapat pukulan seperti ini lagi. Ia telah gagal menjaga janji.

Tanye Eci mengangguk dan menghampiri Raja yang sepertinya sudah tak peduli dengan mereka. Fokusnya pada dokter yang berada dihadapannya dan sesekali melirik kearah dalam.

"Untuk ibu Hana, sudah melewati masa kritis dan sekarang keadaannya mulai stabil, mungkin dalam beberapa jam bisa dipindahkan keruang perawatan."

"Terima kasih dokter." Kata Raja lega.

"Bagaimana dengan bayinya?"

Raja menoleh pada Radit, keningnya mengerut, "Bayi?" Ia tidak tahu-menahau tentang bayi. Tante Eci tidak menyebut kata bayi atau apapun saat menghubungi dirinya. Hanya Hana dilarikan ke rumah sakit.

"Bayi ibu Hana..."

Radit mengabaikan sorotan mata tajam Raja dan mencoba fokus pada perkataan dokter. Suara dokter hanya terdengar samar-samar, Radit mengerjap beberapa kali karena mulai kehilangan fokus dan buram. Kepala dan perutnya terasa sangat nyeri. "Aku...." dan semuanya menjadi gelap.

♡♡♡♡♡♡

Terlihat seorang anak kecil berlari dengan ceria. Ditangan kanannya ia memegangi balon berwarna merah muda sedangkan tangan kirinya balon berwarna biru. Ia terus berlari dan berlari seraya tertawa.

Radit mengedarkan pandangannya, disini hanya ada padang rumput yang luas. Tak ada bunga, yang ada hanya pohon besar sebelah sana.

Anak kecil tadi berlari mengitari Radit. Seolah mengatakan untuk mengikuti. Radit terdiam sesaat sebelum lambaian anak kecil itu yang sudah jauh dihadapannya.

Kakinya melangkah begitu saja, seakan ada yang menariknya. Langkah demi langkah dan berakhir dengan berlari, mengejar anak kecil tadi yang sekarang menjerit kegirangan. Mungkin keceriaan anak kecil itu menular padanya, kini radit tertawa lepas.

Hap!!

Radit berhasil menangkap anak kecil itu. Menggeletikinya, membuat tawa. Tanpa sengaja balon dikedua tangan anak kecil itu terlepas, membuat sang anak kecil menggapai-gapai lengan pendeknya untuk menangkap.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang