Patah Hati

30.9K 1.8K 19
                                    

Hana mengetukkan kaki kanannya berulang kali. Hampir dua jam ia menunggu kedatangan pria yang telah berjanji akan menjemputnya pulang, namun tak ada tanda-tanda kehadirannya sama sekali.

Baru saja dia akan melangkah pergi, sebuah suara klakson mobil menghentikannya. Dia merengut sebal, mengabaikan senyum pria yang telah berdiri dihadapannya. Hana bersedekap, menanti penjelasan yang akan dilontarkan dari pria itu.

"Maaf, aku ketiduran." menggaruk belakang kepalanya.

Raditya Angkasa Rudolf, pria keturunan Turki yang tidak bisa bahasa Turki sama sekali. Kata orang, Radit itu orang yang dikatakan hampir sempurna. Punya wajah tampan, tinggi, tubuh perferksionis, wangi, rapi, selalu mengikuti fashion dan cuek yang katanya menambah kemisteriusannya.

Hana hanya tertawa ketika semua teman-temannya mengagumi Radit. Bagaimana tidak? Itu semua hanya kamuflase. Radit itu berbeda seratus delapan puluh derajat ketika dia berada di rumah. Hana akui Radit memang tampan, tinggi dan punya tubuh perfeksionis tapi Radit orang termalas yang pernah Hana temui. Dia akan mandi jika ada kencan. Wangi? Hana yang selalu menyemprotkan parfum ketika dia mengantarkannya ke kampus. Rapi? Hana yang selalu menyetrika bajunya setiap pagi. Mengikuti fashion? Hana yang selalu memilih baju Radit untuk dipakai bekerja, selera Radit hanya berbatas kaos hitam dan celana kolor selutut. Cuek? Karena dia tidak mau terlibat masalah dengan orang lain.

Radit, pria tampan yang mempunyai kadar kepekaan hanya 0,01%. Bagaimana tidak? 5 tahun memendam rasa tak pernah sedikitpun Radit merasakannya. Padahal, Hana selalu memberikan perhatian lebih pada Radit, mengikuti semua larangan yang diberikannya seperti tidak boleh pacaran sebelum lulus kuliah atau dekat dengan pria yang tak dikenal, tidak boleh pakai pakaian yang seksi dan masih banyak lagi. Padahal kakak Hana tidak pernah memasalahkan itu, asalkan Hana bisa jaga diri saja.

Hana menghentakkan kakinya kesal. Selalu saja itu yang dijadikan alasan. Apa dia begitu bodoh? Apakah berkata jujur sangat susah?

Hana merogoh tasnya, mencari benda persegi yang selalu dibawanya. Menyodorkannya pada Radit. Setelah itu berlalu pergi.

"Kaca?" walaupun bingung Radit menerima kaca tersebut. "Ups," ujar Radit ketika melihat ada bekas lipstik dipipinya. Dia berbalik badan, mengejar Hana. "I'm sorry. Aku sudah dari tadi mau jemput kamu, tapi Hara lagi sakit, aku nungguin dia sampai tidur dulu."

Hana mengabaikan Radit, menghentikan taksi. Baru saja dia ingin masuk Radit menarik tangannya. Meminta maaf pada sopir taksi jika dia tidak jadi.

"Lepas! Aku mau pulang," mencoba menepis tangan Radit.

Radit menarik lengan Hana, menyuruhnya untuk masuk kedalam mobil. "Aku sudah minta maaf. Jangan marah lagi ya." mengusap pelan rambut Hana.

Hana menepis tangan Radit, "rambut aku berantakan," gerutunya.

Terkadang Hana selalu berpikir? Kenapa dia bisa jatuh cinta pada makhluk astral seperti Radit? Banyak lelaki lain yang lebih ganteng ataupun rapi dibandingkan Radit namun lagi-lagi dia selalu membandingkan laki-laki yang pernah menembaknya dengan Radit. Tidak ada lelaki yang bisa menandingi Radit. Ah, apakah ini yang dinamakan cinta buta? Seberapa buruk pasangan dihadapannya, dia akan selalu memujanya.

Radit tertawa, duduk dibelakang kemudi, "sekarang kita mau kemana?" tanyanya.

"Pulang."

"Jangan marah, dong. 'Kan aku sudah minta maaf. Hara beneran lagi sakit, aku enggak enak ninggalin dia."

"Mana ada orang sakit pakai lipstik?" gerutu Hana.

Radit menoleh sebentar ke arah Hana, sebelum kembali fokus pada jalanan didepannya. Sepertinya kebohongannya hampir terungkap. Dia memang tidak pernah bisa membohongi sahabatnya ini.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang