Merelakan walaupun Sakit

15.3K 999 31
                                    

Semuanya begitu cepat, sejak permintaan Radit tiga hari lalu, sekarang mereka sudah berada di Lombok. Pilihan pertama yang terlintas dibenak Hana. Pantai dan suara deburan ombak mungkin dapat mengurangi rasa sepi yang menghanyutinya selama beberapa bulan ini.

"Maaf lama." Radit duduk pasir dekat Hana dengan menyodorkan sebuah kelapa muda. Kelapa muda dan pantai memang tak bisa dipisahkan. "Suka?" Tanya Radit.

Hana mengangguk, dua bulan terakhir menjadi momok menakutkan bagi Hana. Kesendiriannya dirumah justru mengingatkannya pada insiden itu. Jika boleh jujur, ia pernah berpikir jika dirinya menyesal menyelamatkan Radit, seandainya saja ia tak menyelamatkan Radit mungkin bayi mereka masih ada didalam perut Hana, benturan diperut setelah menjadi tameng membuatnya keguguran.

"Ahhh, bodohnya diriku." Keluh Radit sambil membaringkan tubuhnya diatas pasir.

Hana menatap punggung Radit bingung. "Kenapa?"

"Aku bodoh." Ulanginya lagi.

Hana tersenyum. "Jika bodoh, kak Radit tak akan bisa memenangkan banyak tender."

"Tapi aku bodoh." Ujarnya lagi.

Hana tersenyum melihat Radit yang semakin menggelungkan badannya seperti anak kecil.

"Aku bodoh karena terlambat menyadari jika aku sangat-sangat mencintaimu, lagi."

Hana terdiam kaku, masih tak percaya Radit mengatakan kalimat itu dengan jelas dan tegas. Lagi? Apa maksud perkataan Radit itu?

"Apa kamu ingin tahu kita bertemu bukan lima tahun yang lalu namun ketika kamu masih kecil?" Tanya Radit yang masih membelakangi Hana.

Hana teringat akan foto yang ia lihat beberapa bulan lalu, foto anak kecil yang tertawa mirip dengan Radit. Ia tersenyum karena dugaannya benar, anak kecil itu adalah Radit.

"Dulu, kita berempat sering bermain bersama. Namun kamu lebih suka bermain denganku daripada yang lainnya. Kemanapun aku pergi kamu akan selalu mengikutiku.

"Dulu, aku sangat kesal dan membentakmu namun kamu tak menangis dan justru tersenyum. Aku berpikir kamu gadis kecil bodoh, selama seharian aku mencoba menghiraukanmu dan kejadian itu terjadi lagi, ketika aku mendorongmu dan mengatakan jika aku lebih menyukai bermain dengan Raja, hatiku terluka ketika menatap wajahmu yang memerah menahan tangis dan terlebih kamu dengan tiba-tiba mengajak Randy dan dengan sesaat setelah penculik itu datang.

"Demi Tuhan, hatiku remuk redam saat melihat kamu dipukuli oleh mereka. Jeritan tangis dan rasa penyesalan yang mendalam mengharuskanku untuk menemui psikiater dan pindah rumah.

"Kala itu, seharusnya aku lebih melindungimu. Dan dengan bodohnya kejadian itu terulang lagi. Aku bodoh mementingkan ego dan menyampingkan perasaanku. Aku bodoh karena sampai sekarang aku belum bisa melindungi wanita yang kucintai. Aku bodoh karena selalu terlambat menyadari sesuatu.

"Akan tetapi, kamu selalu melindungi si bodoh ini. Apapun yang sibodoh lakukan kamu tetap berada disampingnya. Kamu bahkan rela kehilangannya hanya karena melindungi si bodoh ini.

"Aku, si bodoh yang tak tahu diri. Aku memberimu jutaan kesedihan namun aku selalu menginginkanmu setiap detik. Ketika melihatmu bersedih, aku berpikir, apakah aku harus melepaskanmu? Apakah kamu akan bahagia jika aku lepaskan? Akan tetapi keegoisanku kembali memenangkannya, aku selalu menginginkanmu setiap detik, disampingku dan disini. Bukankah aku orang yang paling bodoh?" Radit memegangi dadanya.

Seperti ada sebuah aliran listrik yang menjalar keseluruh tubuh Hana. Ia bergidik, kalimat yang ia dengar dirumah sakit itu terdengar kembali. Namun kali rasa lega bercampur bahagia membuncah dalam hati.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang