"Assalamualaikum, Ayah." Hana membuka pintu, disana Radit menyambut salamnya dan tak lupa tersenyum menyambut Hana, dengan sigap kedua tangannya ia lebarkan. Tahu kemauan Radit, Hana mendekati dan tak lupa meletakkan bekal yang ia bawa sebelum memeluk suami yang sudah dua hari ini bermalam dikantor. Ketika pekerjaan sedang menumpuk terkadang Radit tak pulang karena terlalu lelah, untung saja kantornya itu ada ruangan khusus untuk tidur. Hana memaklumi pekerjaan yang sibuk itu, sebagai gantinya jika sedang lenggang mereka pasti akan berlibur walaupuun masih dalam satu kota.
"Full sudah." Girang Radit setelah melepaskan pelukan dan tak lupa mengecup bibir Hana beberapa kali.
"Sayang dong makanan yang aku bawa kalau sudah full." Hana mengerucutkan bibir sambil menatap bekal yang ia bawa.
"Beda lagi dong, Bunda." Radit membawa bekal dan menuntun Hana untuk duduk disofa. "Dari pagi nungguin masakan Bunda," ia mengusap perutnya yang sekarang sudah buncit, tak lagi sixpack seperti dulu. "Sudah keroncongan dari tadi."
Awalnya mereka hanya bercanda ketika memanggil nama panggilan Ayah dan Bunda, namun lama-kelamaan nama itu semakin hari semakin melekat. Terkadang aneh saja saja saat memanggil Radit kakak karena sekarang sudah terbiasa dengan sebutan Ayah.
Hampir tujuh bulan sejak Hana melihat makam putri kecil mereka dan sejak itu memutuskan untuk berhijab. Hana sudah mulai terbiasa memakai kerudung dan bahkan sholat lima waktunya tak pernah ia lewatkan. Jika Radit tak sibuk dan berada dirumah mereka selalu melaksanakan sholat berjamaah dan tak lupa membaca Alquran walaupun hanya beberapa ayat. Hana juga mengikuti pengajian jika tak ada mata kuliah. Ia berharap tahun depan bisa wisuda.
Hana membuka bekal makanan yang ia bawa. "Memang tadi nggak sarapan?"
"Sarapan, tapi seperti ada yang kurang saja kalau nggak makan masakan Bunda." Jawab Radit, perutnya semakin keroncongan saat melihat menu makan siang kali ini, tumis kangkung, ayam geprek, udang goreng tepung dan tak lupa kerupuk.
Hana terkikik, "Harus beli baju baru lagi, baju Ayah sudah ketat gini, perutnya udah ngalahin ibu hamil." Mencolek pinggang Radit.
"Bunda masaknya terlalu enak sih, jadi nambah terus. Pakaian Ayah sudah banyak yang nggak muat, kalau kerjaan sudah santai mau kurusan, olahraga."
"Ihh, nggak usah, begini juga sudah bagus." Hana memeluk Radit. "Kalau peluk gini hangat, empuk lagi. Jadi pengin peluk terus kalau lagi kedinginan."
"Jangan mancing disini dong Bunda, masih siang, dikantor lagi."
Hana tertawa dan mengabaikan Radit dan lebih memilih untuk mempersiapkan makan siangnya. "Makan dulu saja."
"Awas ya nanti malam. Suapin dong?" Membuka mulutnya lebar.
Hana menggeleng tak percaya, kadang tingkat kekanakan Radit emang dilevel yang paling tinggi, manjanya sungguh minta ampun. Walaupun begitu Hana senang-senang saja.
"Astaga, pengantin hampir setahun masih seperti pengantin baru saja." Raka membuka pintu tanpa mengetuk.
Radit mengunyah makanannya dengan kesal, menelannya secepat kilat untuk mengomeli Raka. "Ganggu aja, sana pergi!!"
"Ada perlu sama Hana." Abai Raka. "Hana, nanti kak Eci minta bertemu dikafe biasa. Katanya ada hal yang perlu dibicarakan." Kata Raka.
"Kesini cuma bilang itu saja?" Tanya Radit.
Raka mengangguk, "Ponsel kamu mati, kak Eci nggak bisa hubungi, katanya penting. Aku cari di rumah nggak ada, kata Raja pasti nyamperin suami gendutnya, ya sudah aku kesini sekalian ada janji temu juga sama teman." Rentet Raka yang mendapat anggukan dari Hana dan kembali mengabaikan Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanara
Romance"Hanara, will you marry me?" Sebuah kalimat yang akan menjungkir balikkan kehidupan seorang Hanara. Raditya, sahabat yang dicintainya selama bertahun-tahun akhirnya mengatakan kalimat yang pernah dia mimpikan *longlist wattys 2018*