Kepergian yang Sebenarnya II

13.6K 970 70
                                    

Hana menatap beberapa gaun yang tergeletak diatas ranjang. Ia sudah memberi ribuan alasan untuk menolak pernikahan ini namun tak ada satupun yang diterima oleh pak Ari. Bahkan pak Ari mengatakan jika anak yang dikandung Hana akan dianggap sebagai cucu sendiri.

Pandangannya beralih pada ponsel yang dari tadi yang menyala, terdiam dan menyala kembali. Dia mengusap perutnya dan menghela napas dalam sebelum mematikan ponsel.

Belum ada satu informasi satupun saat ini, ia tidak ingin menemui Radit ataupun Raja sebelum semuanya benar-benar jelas.

"Duduklah." Suara seorang wanita menganggetkan Hana. "Duduklah didepan meja rias itu. Kita akan terlambat jika tak berdandan dari sekarang." Wanita itu kembali berucap.

Hana menurut. "Jangan terlalu tebal." Perintahnya yang diangguki oleh sang perias.

Satu jam Hana hanya duduk, melakukan perintah sang penata rias. Akan tetapi sepertinya sang baby tak menyukainya karena sekarang perutnya terasa sakit. "Bolehkah aku berdiri sebentar, perutku sakit."

Sang perias wajah mengangguk, "Seharusnya kamu mengatakan perutmu sakit lebih awal. Kita bisa istirahat setengah jam sekali agar tak membahayakan bagi bayimu."

Hana menatap sang perias lekat. Dia ingin bertanya darimana dirinya tahu, akan tetapi mengingat disini adalah rumah pak Ari tentu saja, pasti dia salah satu bawahannya.

Hana menghela napas dalam, melangkahkan kakinya menuju balkon yang berada dikamar lantai dua ini. Dibawah, ia melihat beberapa orang yang mulai berdatangan dengan mobil mewah mereka, seolah menunjukkan betapa tinggi derajatnya. Mereka saling tersenyum, menyembunyikan taring tajamnya.

Pandangannya tertuju pada tiga orang yang baru saja keluar dari mobil berwarna putih. Hana sangat tahu betul jika itu adalah mobil Raja. Seharusnya ia tak terkejut saat melihat keberadaan mereka disini, tentu saja, dengan Hana yang mengikuti pak Ari tanpa perlawanan sedikitpun dan tidak memberi kabar pada ketiga lelaki itu pasti sudah membuat khawatir.

Hana memandangi Radit yang memakai tuxedo berwarna navy, pas ditubuh yang membuatnya terlihat gagah dan sexy. Seandainya saja Hana disampingnya, mungkin dia tak akan meninggalkan pria itu sedikitpun, takut jika ada wanita lain yang akan mendekatinya.

Radit melihat sekeliling dengan gelisah, ia bertekad akan mencari Hana secepat mungkin dan akan mengeluarkannya dari sini. Pandangannya tak sengaja melihat keatas, "Hana," lirihnya. Sungguh hanya beberapa hari dirinya tak bertemu Radit sudah merindukannya.

Hana memutuskan pandangannya. Dia tak ingin mengacaukan rencana yang dibuat karena ingin segera berlari kerarah Radit. Hana masuk kedalam, menyuruh sang perias untuk melanjutkan riasan wajah.

Hana memakai dress berwarna hitam, ia puas dengan riasan wajahnya yang membuatnya terlihat lebih cantik. Hana tahu, seharusnya ia lebih fokus pada rencananya. Namun entah mengapa dirinya sekarang lebih suka berdandan namun tidak suka prosesnya.

"Bolehkah aku keluar sebentar?" Tanya Hana.

"Sepertinya pak Ari tidak melarangmu untuk keluar dari ruangan ini." Jawaban sang perias membuat Hana tersenyum lebar.

Baru saja Hana menutup pintu kamar seseorang telah memanggil namanya, ia menoleh saat mengetahui pak Ari berdiri beberapa meter diiringi bodyguard.

"Tamu istemewamu sudah datang, apakah kau tidak mau menemuinya?"

Hana tahu maksud tamu istimewanya, "Nanti setelah aku menemui seseorang." Jawabnya tak gentar.

"Siapa?" Tanyanya lagi, menghampiri Hana.

"Anak anda." Penuh percaya diri, walaupun jantungnya berdetak kencang.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang