Kepergian yang Sebenarnya

16.6K 1K 6
                                    

Radit menatap tante Eci, mengamati wanita itu jika apa yang baru saja dikatakannya adalah sebuah kebohongan belaka. Radit masih mengingat dengan jelas bagaimana dokter itu mengatakan jika Hana baik-baik saja bahkan keadaannya sudah stabil.

Bagaimana mungkin dalam dua hari ketidakhadirannya Hana telūah tiada?

"Jangan bercanda seperti ini. Aku memang salah karena tidak menghentikan Hara secepat kilat. Namun tidak baik jika kalian berorganisasi dan berbohong padaku."

Radit mencoba untuk bercanda, mengabaikan seluruh ruangan yang berantakan dan ketidakhadiran Hana.

"Aku tahu, Hana pasti sedang jalan-jalan diluar, bukan?" Lanjut Radit, ia berbalik, menatap wajah sang mama yang juga meneteskan air mata. Akan tetapi diabaikan Radit dan memilih untuk keluar ruangan dengan langkah tertatih.

"Radit, berhentilah sayang."

"Apanya yang harus berhenti, Ma. Aku tahu Hana masih disini, dia pasti sedang mencoba untuk kabur. Kali ini tidak akan aku biarkan Hana kabur, Ma. Apalagi dia sedang mengandung anakku."

"Raditya!!" Bentak Mama.

"Jangan halangi aku!" Radit berjalan, mengabaikan rasa sakit tubuhnya. Sakit hatinya lebih dalam daripada luka tubuh.

Seluruh rumah sakit ditelusuri, dia berharap Hana masih disini. Ia memanggil nama Hana berulang kali, suaranya serak terlalu banyak berteriak memanggil Hana.

Radit menyusuri taman rumah sakit, mengedarkan pandangan ke seluruh taman. Tak ada. Ia terjatuh, kaki lemasnya sudah tak bisa menopang beban tubuhnya.

"Hana." Lirihnya sebelum tak sadarkan diri lagi.

♡♡♡♡♡

"Hana!" Radit berteriak.

Semua orang yang berada diruangan menghentikan obrolan dan mengalihkan pandangan pada Radit yang mulai tersadar. Sang mama menghampiri Radit, menggenggam tangan anaknya sayang.

"Radit," mama berkata lirih, matanya berair, bersyukur Radit telah sadar.

"Hana dimana Ma?" Radit bertanya dengan lirih. Ia mencoba memfokuskan pandangan seraya mencari wajah mamanya.

Mama tidak menjawab.

"Hana masih disini kan Ma? Hana tidak mungkin meninggalkanku." Radit meminta keyakinan pada mama.

Mama masih tidak menjawab.

"Kenapa Mama diam saja!! Katakan sejujurnya padaku! Hana tidak meninggal kan Ma?"

Mama menghela napas, kepedihan terpancar jelas pada mata sayu Radit,
"Hana tidak meninggal."

Perkataan mamanya membuat seluruh perasaan Radit terasa lega, dia menundukkan kepala, bahunya bergetar. Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, Radit menangis sesenggukan.

"Aku tahu Hana tidak akan pernah meninggalkanku." Suaranya serak dan bergetar.

Kalimat itu bagaikan mantra yang dapat menyembuhkannya.

Radit menatap mama, hidung dan mata yang memerah habis menangis terlihat jelas. "Aku ingin bertemu dengannya. Antarkan aku, Ma."

Mama melihat dua orang yang masih duduk disofa, mencari bahan pertimbangan. Ia terlihat bingung dan khawatir untuk menjawab Radit.

Radit menyadari kekhawatiran mamanya. Ia sesekali melirik mama dan orang yang duduk sofa yang terlihat sama khawatir. Bahkan Raja memalingkan wajah dan kembali fokus pada laptop yang berada dipangkuan.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Radit bertanya, perasaannya tak enak. "Apa Hana kabur lagi?" Tebak Radit.

Mama menggeleng. "Kami lengah dan tak dapat mencegah mereka membawa Hana." Mama mencoba terlihat tenang walaupun suaranya bergetar.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang