Kepergian yang sebenarnya III

13.1K 997 10
                                    

Hana meneguk salivanya yang terasa pahit, baru kali ini ia melihat senjata api. Dan lebih parahnya, Raja memegangnya seolah sudah terbiasa. Selama dia mengenal kakaknya tak pernah sekalipun ia melihat Raja tertarik dengan senjata api ataupun sebangsanya. Raja adalah orang pendiam yang suka menghabiskan seluruh harinya didepan laptop atau mengurusi cafe yang dirintis.

"Kau akan menyesal jika menarik pelatuk itu!!" ketenangan tercetak jelas diwajah Raja, seolah tak takut jika dia sekarang kalah banding.

"Kenapa harus? Kau hanya anak ingusan, tak akan pernah menang melawan orang lebih banyak mengetahui pahit manisnya kehidupan." Jawab pak Ari yang juga penuh kemenangan.

"Bodoh!! Apa kau tak tahu jika ruangan ini tak kedap suara? Suara letupan senjata api akan menghebohkan seluruh tamu yang hadir. Kaulah yang akan kalah kali ini brengsek!!"

Pak Ari terdiam, sesaat kemudian tertawa dengan keras. "Semuanya akan termanipulasi hanya dengan uang."

"Dan seperti kau memanipulasi kematian orang tua kami?" Lanjut Raja.

Hana memandang Raja tak mengerti. Setahu dia, orang tua mereka meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Memikirkan orang tua membuat Hana kembali bersedih, dia hampir membutuhkan waktu tiga bulan untuk merelakan orang tuanya pergi. Ya, dia tahu salah, namun kepergian mendadak itu tak bisa diterima.

Raja memegang senjata apinya lekat, giginya bergemeletuk menahan amarah. "Kaulah penyebab mereka kecelakaan brengsek. Kau menyuruh orang untuk menabrak mobil Ayah!!"

Hana menggeleng kuat, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Air mata mengalir begitu saja. Tubuhnya terasa lemas untuk memberontak dan membunuh pria tua itu.

"Apa kau punya bukti?" Tantang pak Ari.

"Tentu saja, aku sudah menemukan bukti. Aku sudah menemukan pria itu dan satu bukti lagi yang tak akan pernah kau sangka."

Seperti tak takut akan ancaman Raja, pak Ari justru tertawa kencang. "Aku tak pernah percaya dengan omong kosong ini, Raja. Sudah cukup selama ini aku baik padamu. Lebih baik kau mati saja!!"

"Kau yang seharusnya mati, brengsek!! Kau sudah menghancurkan keluargaku. Ah, bukan hanya keluargaku yang hancur namun dirimu juga. Istrimu bunuh diri karena kau membunuh anakmu sendiri!!"

"Jaga bicaramu!! Randy masih hidup!!" Geramnya.

"Dengan seluruh alat-alat medis ditubuhnya kau sebut hidup? Dia sudah mati sejak dahulu jika kau mencabut alat itu." Ada getaran sakit saat Raja mengatakannya, walaupun ayahnya sangat ia benci, Raja tak pernah bisa membenci Randy. "Apa kau lupa kau sendiri yang membuatnya koma?" Mencoba menghilangkan getar disuaranya.

"Tidak!! Kau dan orang tuamulah yang mengakibatkan anakku menjadi koma. Gara-gara kalian anakku menjadi seperti ini!!" Penolakan keras pak Ari.

Raja menggelengkan kepala, "Jika pembunuh mengakui kejahatannya maka penjara akan penuh. Kasihan Randy, anak malang itu harus menanggung karma karena ulah ayahnya!!"

"Diam! Diam! Diam! Aku tak pernah mencoba membunuh anakku! Aku tak akan pernah percaya padamu, Raja!"

"Aku tak pernah meminta kepercayaanmu. Sekalipun aku memberikan bukti kau tak akan pernah percaya!" Raja menyeringai. Masih dengan mata yang mengawasi, ia mengeluarkan sebuah pen recorder didalam sakunya. "Apa kau tahu ini?"

Pak Ari membelalakan mata, ia sangat tahu betul benda itu. "Benda itu milik anakku. Kau mencurinya!!" Ya, hadiah ulang tahun untuk anaknya. Disana terdapat ukiran nama Randy.

Raja semakin menyeringaikan senyum, tanpa menjawab tudingan itu Raja menyalakan pen recorder itu. Raja membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuat pen itu menyala kembali.

HanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang