#2

299 13 0
                                    

Thanks buat yang udah baca karya pertama di akun wattpad ini. Boleh minta vote dan komennya ya :)

***

Bogor, 14 Januari 2016

"Elisaaaa... Kalo lo telat 10 menit lagi, lo bakal ditinggal!" Stella, sahabatku berlari ke arahku saat aku baru saja menginjakkan kakiku di pintu gerbang.

"Santai, gw ga gitu kepengan kok ikutan acara sekolah kayak gini. Kalo bukan karena nilai, gw ga bakalan mau! Mendingan gw tidur di rumah! Kalo gw ditinggal ya gw pulang lagi, tidur!"

"Buset, kerjaan lo tidur terus tapi juara kelas terus." Stella menarikku menuju lapangan sekolah, dan sudah banyak murid yang berkumpul di sana. Masing-masing ketua kelas sedang mengabsen murid yang ada di kelasnya masing-masing.

"Elisa Natalia." Aku mengangkat tanganku saat mendengar namaku dipanggil oleh Richard, ketua kelas 10A. Richard memberikan kotak berisi roti dan air mineral lalu melanjutkan tugasnya mengabsen dan membagi-bagikan konsumsi pada murid kelas 10A yang lainnya.

"Keliatan banget Richard naksir sama lo, Sa. Kenapa ga lo terima aja sih cintanya? Udah dari kelas 9 lho dia suka sama lo." Stella berbisik di telingaku. Aku tidak menanggapi ucapannya dan mengajaknya naik ke dalam bus yang terparkir tidak jauh dari lapangan. Setelah melihat tulisan 10A pada salah satu bus, aku mengajak Stella dan memilih duduk di barisan paling belakang.

"Gw serius nih, Sa. Emang kurang apa lagi si Richard? Dia ganteng, murid teladan, pinter. Dia juga satu-satunya murid di sekolah kita yang bawa mobil! Itu artinya, mungkin Richard cowok paling tajir di sekolah kita! Gw juga heran sih, kok dia mau ya sekolah di sekolahan butut kayak gini."

"Butut-butut gini, sekolahan lo juga, cumi!" Aku membuka air mineral yang baru saja diberikan Richard dan meminumnya dengan tergesa-gesa.

"Sa, Richard masih kurang oke ya buat lo? Yah, lo emang cantik, tinggi, putih, pinter sih, Sa. Tapi kan lo kere, Sa. Jangan terlalu pemilih dong."

"Sialan lo ngatain gw kere! Jangan harap gw bakalan pinjemin lo buku PR gw lagi!"

"Eh, Sa! Sori deh, jangan ngambek dong!"

"Udah, gw mau tidur! Jangan ngoceh terus kalo gamau gw piting!" Aku memejamkan mataku, tapi aku tidak tertidur. Aku malas mendengarkan ocehan Stella tentang Richard. Perinsipku masih sama, aku tidak akan jatuh cinta pada laki-laki mana pun. Lebih baik aku hidup sendiri daripada merasakan sakitnya ditinggal oleh seorang laki-laki.

Aku berusaha menjadi gadis yang kuat. Aku bahkan mengikuti kelas karate di sekolah, walau peminat perempuannya tidak banyak. Aku belajar dengan giat, agar aku menjadi juara kelas dan tidak ada yang berani menggangguku hanya karena aku adalah anak dari panti asuhan. Aku melakukan semua yang aku bisa untuk bertahan di dunia yang kejam ini.

***

Aku memisahkan diri dari rombongan kelasku. Kami pergi ke taman bunga yang ada di Puncak. Langit saat ini sangat cantik dan matahari tidak terlalu terik. Aku duduk di rerumputan, dan memandang ke atas. Awan putih sedang berjalan dengan perlahan dan aku tersenyum. Aku mulai merebahkan tubuhku di atas rerumputan dan memandang ke langit biru dan awan putih. Andai saja aku bisa seperti ini tanpa memikirkan apa pun. Aku memejamkan mata dan menikmati bau rerumputan yang sudah tidak asing di telingaku.

"Hei, lo ngerusakin bunga-bunga itu!" Dahiku berkerut mendengar suara itu. Apa perkataannya ditujukan untukku?

"Hei! Bangun lo!" Suaranya semakin keras. Aku membuka mataku, dan melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang. Aku beranjak dari tidurku dan menatap sekeliling.

"Lo ga nyadar kalo tindakan lo ini ngerusak bunga-bunga itu?" Laki-laki ini menatapku sinis. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, alisnya tebal, hidungnya mancung, dan tatapan matanya tajam.

"Sori, gw gatau."

"Lo gatau apa lo gamau tau? Gw udah sering nemuin orang ga peka kayak lo. Selfie tapi ngerusak bunga!"

"Sekali lagi sori, gw gatau!" Kali ini nadaku agak meninggi. Aku kesal laki-laki ini langsung menilaiku, padahal ia tidak mengenalku sama sekali.

"Lo dari sekolah mana? Lo sengaja pisah dari rombongan lo supaya lo bisa bolos di sini?" Laki-laki ini menatapku dari atas sampai bawah dengan tatapan mengejek.

"Lo sendiri? Kurang kerjaan? Ngerasa pinter nilai orang?" Aku sudah benar-benar tidak menyukai laki-laki di depanku ini.

"Seenggaknya gw cukup pinter untuk ga ngerusak bunga, apalagi ngerusak alam!"

"Cih! Lo ga ngaca?" Aku melihat bungkus rokok di kantong depan yang ada di sisi kanan kaus hitamnya.

"Emangnya ngerokok ga ngerusak alam? Bahkan perbuatan lo itu ikut merugikan orang-orang di sekeliling lo. Lo belajar pengaruh asap rokok kan di sekolah?" Aku tidak tau apakah laki-laki di depanku ini sudah lulus sekolah atau belum. Tapi sepertinya umur kami tidak berbeda jauh. Laki-laki ini mengenakan kaus hitam dengan celana jeans bewarna biru, dipadukan dengan sandal santai. Laki-laki itu terlihat kebingungan membalas ucapanku, dan aku mengambil kesempatan itu untuk pergi meninggalkannya.

***

Bogor, Juli 2017

Hari ini adalah hari pengambilan rapot di sekolah. Aku naik ke kelas 11 dengan nilai yang sangat memuaskan. Aku menjadi juara umum di sekolah. Ibu panti yang mengambil rapotku, dan aku merasa bangga saat ibu panti memujiku.

Setelah mengambil rapot, aku mengunjungi makam Mama. Aku membawa rapotku dan memperlihatkan pada Mama.

"Ma, aku juara umum di sekolah." Bisikku saat sampai di depan makam Mama.

"Maafin aku, Ma. Aku hampir melupakan janji aku. Aku terlalu sibuk dengan sekolah. Aku bahkan tidak mau memikirkan tentang dendam Mama. Maaf aku ga bisa menuhin harapan Mama. Andai aku punya kesempatan untuk membalaskan dendam Mama..."

Saat itu aku tidak tau bahwa kesempatan itu datang lebih cepat dari yang ku kira.

Elisa NataliaWhere stories live. Discover now