"Sienna, kamu kenapa?" Aku melihat Sienna sedang duduk di dekat api unggun. Malam sudah larut, dan hanya ada Sienna di sana, yang lainnya pasti sudah tidur di tenda masing-masing. Aku duduk di sebelah Sienna. Api unggun masih terus menyala, sehingga udara di sekitar kami sedikit menghangat. Davin sedang memastikan semua anggota kelompoknya berada di tenda.
"Gpp. Lagi bosen aja." Jawab Sienna dengan suara yang bergetar.
"Mata kamu merah. Kamu abis nangis ya? Kamu bisa cerita sama aku, Na."
"Sa... gw..."
"Kalian harusnya udah ada di tenda masing-masing." Itu suara Davin. Ia menghampiri kami dan duduk di sampingku.
"Bentar lagi, Vin. Kita masih mau ngobrol. Lo balik aja duluan." Aku menatap Davin dengan tatapan memohon, berharap Davin akan meninggalkan kami. Davin melihatku dan Sienna, lalu menghela nafas kasar.
"15 menit. Abis itu kalian harus balik ke tenda masing-masing." Davin lalu mengusap punggung tanganku dan meninggalkan kami.
"Kenapa, Na?" Tanyaku lagi.
"Sa... Gw..."
"Ini tentang Leo?" Tanyaku langsung, karena Sienna terlihat enggan untuk mulai bicara.
"Gw udah jadian sama Kenny, Sa." Sienna menunduk dan meremas kedua tangannya. Aku menggenggam tangan Sienna. Aku tau Sienna sedang terluka. Aku belum pernah melihat Sienna seperti ini. Sienna biasanya pandai menyembunyikan perasaannya, dan aku tau Sienna menyimpan rasa untuk Leo.
"Na, gw tau siapa cowok yang lo suka. Kalo lo bahagia sama Kenny, lo ga mungkin nangis kayak sekarang. Tapi gw ga akan ngejudge lo. Semoga keputusan lo ini yang terbaik, dan kalo memang ini udah keputusan lo, jangan nangis." Aku mengusap punggung Sienna lembut dan aku mulai merasakan getaran di punggungnya dan isakan tangis dari bibir Sienna. Aku memeluk Sienna, mencoba untuk menenangkannya. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Davin yang sedang mengawasi kami, tanpa berniat mengganggu kami.
***
Hari ini kami kembali ke Jakarta. Aku sedang membereskan pakaian-pakaianku sambil memikirkan kejadian kemarin. Setelah menenangkan Sienna, kami kembali ke tenda masing-masing. Aku masih mengkhawatirkan Sienna. Setelah membereskan pakaian-pakaianku, aku keluar dari tenda dan mencari Sienna. Sienna juga ternyata sudah siap untuk kembali ke Jakarta, dengan tas ransel di punggungnya. Aku menghampiri Sienna dan menepuk punggungnya.
"Na, tidur lo nyenyak semalem?" Tanyaku sambil memperhatikan lekukan hitam di bawah matanya. Sienna hanya tersenyum, lalu Simon, Fido, Leo, dan Davin menghampiri kami.
"Morning girls!" Sapa Simon dan Fido. Suasana kemudian menjadi sangat canggung. Terlebih Leo hanya terdiam. Diam yang tidak seperti biasanya.
"Gw balik duluan ya." Ucap Leo tiba-tiba.
"Hah? Mau kemana, Le? Bus kita kan belom dateng." Ucap Fido keheranan.
"Supir gw udah jemput di bawah. Gw duluan." Bus ataupun mobil memang hanya bisa mengantar kami sampai bawah. Dan kami harus mendaki untuk bisa sampai ke tempat camping ini.
"Ga setia kawan banget lo, Le! Tinggalin temen-temen lo naik bus!" Protes Simon yang tidak terima ditinggal.
"Yaudah sini ikut gw. Mobil gw masih muat kok." Ucap Leo cuek.
"Yaudah gw sama Simon ikut lo deh. Na, lo mau ikut ga?" Ajak Fido. Sienna yang terkejut seperti kehilangan kata untuk menjawab Fido.
"Gw ga ajak dia. Lo apa gw yang punya mobil? Buruan!" Leo pun meninggalkan kami, dengan Simon dan Fido yang mengikuti dengan dahi berkerut, karena tidak biasanya Leo bersikap dingin kepada Sienna. Aku menatap wajah Sienna yang memucat.
"Na, lo sakit?"
"Gpp, gw ke sana dulu ya, Sa. Thanks." Setelah Sienna menjauh, aku menatap Davin. Davin menggerakkan bahunya, pertanda tidak mengerti.
"Gimana tidur pacar aku semalem?" Tanya Davin dengan senyum menawannya.
"Nanti sampe Jakarta Tante Aleta yang jemput. Kamu mau makan malem sama-sama?" Tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya.
"You have a bad dream?" Pertanyaan Davin kali ini menuntut.
"Sedikit. Jadi gimana makan malemnya?"
"Aku ikut."
***
Setelah sampai di Jakarta dan turun dari Bus, aku mencari Davin yang memang naik Bus yang berbeda denganku dan Sienna. Kenny juga sudah mengantarkan Sienna pulang. Setelah menemukan Davin, aku melihat Bianca juga sedang mencari Davin lalu menghampirinya. Aku mendekati Davin dan Bianca.
"Vin, mau bareng gw? Lo ke rumah Oma Opa kan?" Sayup-sayup aku bisa mendengar pembicaraan Bianca dan Davin.
"Engga dulu, Bi. Gw capek mau pulang ke rumah nyokap nanti. Lo duluan aja." Setelah mendengar jawaban Davin, Bianca meninggalkan Davin dan aku semakin mendekati Davin.
"Tante Aleta udah di depan." Ucapku saat aku sudah berada di depan Davin. Davin tersenyum lalu melepaskan tas ranselku dari punggungku. Dengan percaya diri Davin menenteng dua tas ransel di bahu kiri dan kanannya. Kami berjalan ke gerbang sekolah, dan melihat mobil Tante Aleta sudah terparkir manis di sana.
"Sa, gimana campingnya? Seru?" Tanya Tante Aleta begitu kami bertemu.
"Seru, Tante." Tante Aleta melihat dan Davin lalu tersenyum penuh arti. Tante Aleta mencubit pelan pipiku, menggodaku.
"Malam, Tante. Thanks buat undangan makan malamnya."
"Sama-sama Davin. Yuk, kita masuk mobil."
"Biar aku aja yang nyetir, Tante." Ucap Davin. Tante Aleta pun menyerahkan kunci mobilnya pada Davin. Aku membiarkan Tante Aleta duduk di depan, dan aku duduk di belakang. Beberapa kali Davin dan Tante Aleta tampak seru berbicara, sedangkan aku memilih untuk memainkan ponselku, membiarkan Davin lebih mengenal Tante Aleta.
Elisa Natalia : Na, udah sampe rumah?
Sienna Pricncessa : Udah, Sa. Thanks ya...
Tidak lama kemudian, kami sudah sampai di rumah Tante Aleta. Setelah berkenalan dengan Om Wibowo, aku mengajak Davin melihat kamarku, sekalian membereskan koperku, karena aku akan pulang ke rumah Papa.
"Aku udah dianggap anak sendiri sama mereka. Tante Aleta dan Om Wibowo gabisa punya anak lagi." Aku bercerita sambil memasukkan baju-baju di lemariku ke dalam koper.
"Memang kamu sangat mudah untuk dicintai, Elisa."
"Kamu lagi ngerayu aku?"
"Besok hari sabtu, gimana kalo kita ngedate?"
"Bukannya kamu harus ke rumah Oma Opa kamu?
"Mulai sekarang, hari Sabtu aku milik kamu, pacar aku."
"Oke, jadi for our first date, aku akan tentuin tempatnya!"
Makan malam berjalan dengan lancar. Om Wibowo bahkan bicara banyak dengan Davin. Sedangkan aku lebih memilih mengobrol santai dengan Tante Aleta.
"Sa, kamu cocok sama Davin." Ucap Tante Aleta sambil memberikanku mangkuk kecil berisi es buah.
"Tante, jangan godain aku deh."
"Tante serius, Elisa. Tante bener-bener malu sama sikap Tante waktu itu ke kamu. Untung Tante punya Om Wibowo, yang bisa menegur Tante jika Tante melakukan kesalahan."
"Iya, Om Wibowo bener-bener baik, Tante."
"Walau Davin itu anak dari Riana, tapi kali ini Tante akan bersikap objektif. Tante juga ga akan menghakimi Riana lagi. Tante hanya mau kita hidup tenang, tanpa bayang-bayang dendam Kak Alena."
"Terima kasih, Tante, karena udah bantu Elisa melepaskan bayang-bayang dendam Mama. Aku udah memutuskan akan tinggal sama Tante."
YOU ARE READING
Elisa Natalia
Novela JuvenilBeberapa part di private acak! "When I'm with you, I feel safe from the things that hurt me inside." ~ Elisa Natalia "I think no matter how much time passes by, I will always have a weak spot for you. And that terrifies the hell out of me." ~ Davin...