Dengan bergetar aku menyentuh tanda lahir di leherku. Jadi ini bukan tanda lahir? Aku pernah bertanya kepada Mama, dan Mama mengatakan bahwa tanda di leherku adalah tanda lahirku. Davin menyentuh luka di leherku dan mengusapnya dengan lembut.
"Ini bukan tanda lahir lo, tapi ini tanda kalau gw ga bisa jagain lo."
"..."
"Kalo aja waktu itu gw ga bukain pintu, lo pasti masih baik-baik aja sama gw."
"Davin, gw sama sekali ga inget..." Davin mendekat dan mencium bekas lukaku. Aku bisa mencium aroma tubuh Davin dengan jelas, membuat nafasku tercekat. Aku menahan nafasku sejenak saat bibir Davin menyentuh kulit leherku, membuat debaran jantungku menggila.
"Walaupun lo lupa, gw selalu inget sama lo, walaupun gw gabisa langsung mengenali lo waktu kita ketemu lagi beberapa tahun yang lalu. Lo beda banget." Davin Tersenyum. Aku berusaha menggali ingatanku akan Davin, tapi sama sekali tidak berhasil.
"Sekarang, lo ceritain soal mimpi lo?" Aku menatap Davin, ia kemudian menggenggam tanganku, membuat perasaanku menjadi nyaman.
"Mungkin lo akan berpikir kalo gw gila, tapi... gw selalu bermimpi. Sebelum Mama meninggal, gw selalu mimpi bertemu Papa, dan itu selalu membuat gw takut. Dan setelah Mama meninggal, gw kembali bermimpi, kali ini bukan Papa, tapi Mama..."
"Apa yang lo mimpiin?"
"Mama menuntut gw membalaskan dendamnya sama Papa. Gw selalu ketakutan tiap kali Mama hadir dalam mimpi gw."
"Elisa, itu karena nyokap lo menanamkan kebencian dan balas dendam sejak lo kecil." Aku mengangguk.
"Elisa, jangan mikirin itu. Balas dendam ga akan menyelesaikan masalah. Mimpi lo ga akan berhenti dengan lo ngelakuin apa yang nyokap lo mau. Akan selalu ada mimpi-mimpi yang lain."
"..."
"Jangan takut Elisa. Gw bakal jagain lo dengan benar kali ini." Davin mengecup puncak kepalaku. Debaran itu datang lagi, kali ini semakin keras. Dan sepertinya aku tau penyebab dari debaran ini.
***
Sienna pergi ke kantin sendirian, karena Elisa belum bisa masuk sekolah. Mungkin Elisa baru akan masuk sekolah 2 hari lagi, itulah yang dikatakan Elisa saat Sienna meneleponnya barusan. Sienna duduk di meja yang tidak terlalu menarik perhatian, meneguk air mineral yang ia bawa dari rumah dan menenggelamkan kepalanya di meja itu, sambil menunggu mie ayam pesanannya datang. Sienna mengingat saat Leo menanyakan alasan Sienna memutuskan hubungan mereka.
"Kamu mutusin aku secara sepihak, tanpa kamu kasi alasan sama aku. Sekarang aku tanya, kenapa kamu putusin aku, Sienna?"
"Karena lo memilih Siska."
"Gw ga pernah milih Siska. Itu asumsi lo sendiri."
"Lo lebih memilih berlari menemui Siska saat lo sedang bersama gw. Itu udah menjawab semuanya, Leo."
"Waktu itu Siska kecelakaan, Sienna."
Gw tau Leo, dan gw mengerti.
"Gw gamau tau. Gw egois, dan lo tau itu. Bukannya lo ga suka cewek egois ya?"
"Gw tau kalo lo itu jauh dari kata egois, Sienna."
"Jangan bersikap seolah-olah lo tau semuanya tentang gw, Leo. Banyak hal tentang gw yang lo gatau."
"Sienna, gw mau ngomong sama lo." Sienna mengangkat wajahnya, melihat Siska sudah duduk di depannya. Sienna menegakkan posisi duduknya dan tersenyum sinis.
YOU ARE READING
Elisa Natalia
Teen FictionBeberapa part di private acak! "When I'm with you, I feel safe from the things that hurt me inside." ~ Elisa Natalia "I think no matter how much time passes by, I will always have a weak spot for you. And that terrifies the hell out of me." ~ Davin...