#18

236 7 0
                                    

"Davin... Sini sayang, main sama adik kamu." Riana yang sedang kerepotan ingin menyuapi Elisa meminta Davin menjaga Clara yang saat itu baru berusia 3 tahun.

"Gamau, Clara cengeng." Sahut Davin santai, tapi tetap menghampiri Riana sambil membawa bola yang sedang dipeluknya.

"Tolong dong, Davin. Mama kan lagi repot suapin Elisa. Tolong liatin Clara ya?" Bujuk Riana, yang tetap dihadiahi gelengan kepala oleh Davin.

"Davin aja yang suapin Elisa, Mama jaga Clara." Tawar Davin sambil mencubit perlahan pipi Elisa. Elisa yang sudah biasa mendapat perlakuan seperti itu dari Davin sama sekali tidak merasa terganggu, dan tetap fokus mengunyah makanannya.

"Kamu ya, ga boleh pilih kasih kayak gitu ah, Davin. Clara kan juga adik kamu."

"Clara bukan adik aku."

"Loh, kok ngomongnya gitu sih?"

"Kata Kakek, adik Davin itu cuman satu. Kan Mama bilang Elisa adik aku, jadi adik aku cuman Elisa."

"Davin, sini deh sayang. Adik kamu itu memang cuman satu, tapi adik kamu itu Clara, bukan Elisa."

"Tapi aku maunya Elisa. Davin gamau Clara."

"Kok kamu gitu sih? Nanti Clara nangis lho." Tiba-tiba Elisa menangis karena perutnya belum kenyang, tapi makanannya sudah habis ia lahap. Elisa menangis meraung-raung, sampai Davin mengusap pipi Elisa dan memeluk gadis kecil itu.

"Elisa jangan nangis. Davin pilih Elisa, kok."

"Davin..."

"Biarin aja Clara nangis, asal Elisa jangan nangis, Ma."

"Davin sayang banget ya sama Elisa?" Tanya Riana melihat anak laki satu-satunya selalu ingin berada di dekat Elisa.

"Elisa mau apa? Kenapa nangis?" Davin sibuk mendiamkan Elisa, sampai-sampai tidak menghiraukan Riana, membuat Riana menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Makan. Lapel."

"Davin ada biskuit nih. Elisa mau?"

"Bituit. Totat. Mau." Elisa berhenti menangis setelah Davin memberikan biskuit coklat yang baru saja ia beli dari uang jajannya. Padahal Davin tidak akan mengijinkan Riana atau Jeremy memakan biskuitnya, tapi dengan sukarela Davin memberikannya pada Elisa.

"Mama juga mau dong, Davin."

"Ga boleh, buat Elisa."

"Ya ampun Davin, kamu lebih sayang Elisa daripada Mama?"

"Iya." Jawab Davin dengan mantap, membuat Riana tidak bisa berkata-kata. Tidak lama terdengar suara tangis Clara, dan Riana langsung menghampiri Clara dan membawanya bergabung bersama Davin dan Elisa.

"Davin, Clara nangis nih."

"Biarin."

Clara lalu menghampiri Elisa dan mengambil biskuit coklat Elisa, membuat Elisa kembali menangis.

"Clara! Balikin biskuit Elisa!" Davin merebut biskuit dari tangan Clara, tapi Clara tidak mau melepaskan tangannya dari biskuit itu.

"Davin, pelan-pelan. Kasihan Clara lho. Kasi sedikit biskuitnya." Riana mencoba melerai Davin dan Clara, tapi kemudian Davin bisa merebut biskuit dari tangan Clara dengan mendorong Clara. Untungnya Riana berhasil menangkap Clara.

"Davin!" Davin langsung menarik Elisa ke kamarnya dan kembali memberikan biskuit itu pada Elisa.

***

"Udah kenyang?" Tanya Davin sambil mencubiti pipi Elisa.

"Udah. Mau main?" Tanya Elisa polos. Elisa dan Davin memang selalu bermain bersama. Elisa jarang menangis kalau bukan karena lapar. Saat terjatuh karena mengejar Davin pun Elisa tidak menangis.

"Petak umpet?" Elisa mengangguk antusias. Ia paling suka bermain petak umpet bersama Davin, karena ia selalu menang. Davin tidak pernah bisa menebak dimana Elisa bersembunyi.

Saat Davin mencari Elisa, terdengar suara berisik di ruang tamu bawah.

"Kamu sudah gila, Alena?!" Itu suara Papa, pikir Davin. Tidak lama kemudian Davin melihat Mamanya berlari menghampirinya.

"Davin, bawa Elisa ke kamar kamu. Kunci pintu kamarnya." Riana yang sedang menggendong Clara kemudian pergi ke ruang tamu. Secepat kilat Davin berlari ke tempat persembunyian Elisa yang memang sudah sejak tadi ia temukan dan membawa Elisa ke kamarnya, lalu mengunci pintu.

"Elisa kalah?" Elisa memajukan bibirnya cemberut karena Davin bisa menemukan tempat persembunyiannya.

"Elisa menang. Tadi Davin ngintip." Elisa kembali mengembangkan senyumnya, membuat Davin mencium pipi bulat Elisa. Kemudian pintu diketuk dari luar, Davin langsung membuka pintu itu, melihat seorang wanita yang tidak ia kenal. Wanita itu langsung menggendong Elisa dengan kasar.

"Alena, lepasin Elisa!" Jeremy panik melihat Alena menggendong Elisa. Wajah Riana yang sedang menggendong Clara pun sudah memucat.

"Elisa anakku! Kamu ga bisa mendapatkan semuanya, Jeremy! Kamu ga bisa ambil Elisa dari aku!" Alena berteriak seperti orang gila, membuat Elisa ketakutan dan menangis. Davin yang melihat itu langsung berlari ke arah Elisa, tapi tangan Jeremy menghalanginya dan menggendong Davin.

"Alena, hak asuh Elisa ada di tangan aku! Kamu ga bisa bawa dia. Lepasin Elisa. Aku mohon." Jeremy melunak, takut terjadi apa-apa dengan Elisa. Alena lalu mengeluarkan pisau dari tasnya, menempelkan pisau itu ke leher Elisa.

"Alena!!!" Jeremy yang melihat itu terkejut dan berteriak.

"Lepaskan hak asuh kamu atas Elisa. Atau tidak ada di antara kita yang mendapatkan Elisa. Tidak aku, tidak juga kamu." Alena tertawa senang, sementara Elisa terus menangis, tangannya mengarah kepada Jeremy dan Davin, menunggu Jeremy dan Davin menjemputnya dari wanita menakutkan yang menggendongnya.

"Papa... Mama..." Teriak Elisa sambil menangis. Davin meronta-ronta minta dilepaskan, tapi Jeremy terlalu kuat menahannya.

"Jangan panggil dia Mama!!!" Alena bertambah kalap ketika Elisa memanggil Riana dengan sebutan Mama, membuat Elisa semakin takut dan terus menangis.

"Alena, kita bicara baik-baik. Jangan lukai Elisa. Elisa anak kandung kamu, Alena!"

"Tapi dia tidak menganggpku sebagai Mama, Jeremy!" Pisau itu sedikit menggores kulit leher Elisa, dan darah mengalir dari leher kecil itu.

"Alena. Aku mohon, jangan sakiti Elisa. Lihat Elisa, dia menangis." Elisa lalu terus memanggil Mama karena kesakitan, sampai Alena menempelkan pisau itu lebih dalam.

"Alena, hentikan! Aku akan melepaskan hak asuh Elisa. Kamu akan mendapatkan Elisa, tapi aku mohon jangan sakiti Elisa." Akhirnya Jeremy menyerah, tidak sanggup melihat Elisa terluka.

"Jangan coba-coba mencari Elisa, Jeremy. Elisa yang akan mencari kamu. Aku akan membuat Elisa membenci kamu! Membenci kamu sampai ia tidak akan mau mengakuimu sebagai Papanya. Akan aku buat Elisa membalaskan dendamku, karena kamu sudah memilih wanita itu!"

Elisa NataliaWhere stories live. Discover now