#23

219 4 0
                                    

Sienna tidak bisa berhenti tersenyum saat Leo menggandeng tangannya menuju mobilnya. Leo memilih dirinya, bukan Siska. Apakah Sienna boleh berharap banyak? Sienna bukannya jahat pada Siska. Saat melihat bagaimana wajah Siska tadi, Sienna sempat merasa iba. Andai saja Siska bisa berlapang dada menerima hubungan Sienna dan Leo, pasti Sienna juga tidak keberatan jika Siska menjadi sahabat Leo.

"Kenapa kamu senyum-senyum terus, Na?" Tanya Leo sambil mencubit pipi Sienna dengan gemas.

"Mau tau aja."

"Kamu seseneng ini aku anter pulang?" Sienna hanya diam sampai Leo menyalakan mesin mobilnya.

"Leo, makasih ya."

"Makasih kenapa? Udah sewajarnya aku anterin kamu pulang. Kamu kan pacar aku."

"Makasih udah pilih aku."

"Hmm?"

"Aku tau kamu selalu mementingkan Siska lebih dibanding mantan-mantan kamu. Aku tau Siska berarti banget buat kamu, jadi makasih udah pilih aku tadi."

"Aku udah bilang, kamu itu spesial Sienna. Kalo dengan gw nganterin lo pulang setiap hari bisa buat lo senyum terus kayak gini, gw rela berhenti dari klub."

"Jangan, gw suka liat lo maen basket."

"Gw ganteng ya kalo lagi maen basket?"

"Dih, saking ga ada yang muji ya kamu muji diri sendiri terus?" Tiba-tiba Leo mencubit hidung Sienna dengan gemas, membuat Sienna tertawa sambil mengaduh.

"Kamu ga konsisten deh, Na. Kadang lo gw, kadang aku kamu. Ababil dasar!"

"Lah, kamu juga!"

"Yaudah, mulai sekarang aku kamu? atau bebeb?"

"Dih, kamu norak banget, Leo!

Sienna bahagia. Meskipun sejak itu Siska sedikit menjauhi Sienna, tapi Siska tampak dapat menerima hubungan Sienna dan Leo dengan lapang dada. Setiap hari Leo mengantar jemput Sienna ke sekolah, sampai seisi sekolah tau hubungan Sienna dan Leo. Beberapa memandang Sienna dengan sinis tanpa berani melakukan apa-apa, beberapa kagum pada Sienna, karena Leo tampak berbeda saat sedang bersama Sienna. Sienna dianggap bisa meluluhkan hati seorang Leonardo Nicholas Halim.

Leo terkadang main ke rumah Sienna, yang tentu saja disambut baik oleh Papa dan Mama Sienna. Begitupun juga dengan Sienna, yang sering diajak Leo main ke rumahnya untuk menemani Mama Leo. Papa Leo jarang ada di rumah, jadi Sienna tidak pernah bertemu dengan Papa Leo, lain dengan Mama Leo yang adalah seorang Ibu rumah tangga.

Mama Leo menerima hubungan Sienna dan Leo, setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Sienna. Mama Leo sangat baik pada Sienna. Sienna selalu dibawakan bekal makanan untuk makan siangnya di sekolah, dan Mama Leo selalu membuatkan kue saat Sienna main ke rumah Leo. Bahkan Mama Leo tidak membeda-bedakan Siska dan Sienna saat kedua gadis itu main ke rumah Leo.

Hubungan mereka membuat Leo bahagia. Sienna adalah gadis pertama yang membuatnya merasa harus berjuang. Leo berhasil masuk 30 besar peringkat umum di sekolahnya, hal yang sangat ajaib, mengingat jika sebelumnya Leo hanya bertengger di peringkat 147. Leo tidak pernah peduli dengan peringkat. Baginya, belajar bisnis saat di bangku kuliah sudah cukup. Toh ia tidak akan menggunakan kemampuan logaritmanya untuk menjalankan perusahaan Papanya. Dan orangtuanya yang sudah mengetahui kemampuan otak Leo sama sekali tidak pernah mempermasalahkan peringkat Leo, asalkan Leo naik kelas. Sejak menjalin hubungan dengan Sienna, Leo jadi sering menemani gadisnya belajar, dan baginya itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan.

"Le, kamu senyum-senyum terus daritadi. Kenapa?" Tanya Mama Leo saat melihat anaknya duduk di meja makan dengan senyum lebar di wajahnya.

"Leo dapet peringkat 30, Ma. Berkat Sienna." Jawab Leo sambil mengambil sayur di meja makan. Saat ini Leo dan Mamanya sedang makan malam di rumahnya, hanya berdua, seperti biasanya.

"Kok berkat Sienna? Berkat kepintaran kamu lah, Le. Tapi tumben kamu belajar?"

"Kalo belajarnya bareng Sienna, Leo suka, Ma."

"Duh, anak Mama lagi seneng banget nih kayaknya. Memangnya kamu serius sama Sienna?"

"Serius, Ma."

"Setiap pacar kamu yang kamu bawa ke rumah ini juga kamu bilang serius, Le."

"Sienna beda, Ma. Sienna spesial. Mama suka kan sama Sienna?"

"Le, Siska gimana?" Tanya Mama Leo dengan raut wajah cemas.

"Siska kan sahabat Leo, Ma. Leo ga ada perasaan lebih sama Siska."

"Tapi Siska sayang sama kamu, Le. Mama bisa lihat itu."

"Apa Leo menjauh aja ya dari Siska? Daripada Siska sedih ngeliat Leo sama Sienna?"

"Le! Siska itu udah jadi sahabat kamu dari kecil. Kamu lebih memilih gadis yang belum lama kamu kenal dibanding Siska?"

"Sienna pacar aku, Ma. Siska sahabat aku. Kalo Siska ga suka aku, aku ga bakal jauhin dia kok. Tapi kan kata Mama, Siska suka sama aku."

"Le, apa kamu gabisa sama Siska aja? Mama udah banyak ngerepotin Siska, apalagi waktu Mama lumpuh. Siska selalu menemani Mama. Kamu ga ada perasaan apa-apa sama Siska?"

"Ma, Leo sayang sama Sienna. Leo ga bakal tinggalin Sienna." Leo menatap mata Mamanya dengan wajah memohon, membuat Mamanya tersenyum.

"Mama ga maksa kamu kok, Le. Emangnya apa sih yang membuat kamu sayang banget sama Sienna? Coba ceritain sama Mama." Leo tersenyum mengingat pertemuan pertamanya dengan Sienna.

---

Saat itu hujan. Leo ingat dirinya naik ke atap sekolah karena beberapa teman sekelasnya mengejarnya, ingin meminta kancing baju Leo sebagai kenang-kenangan, karena kata mereka, mereka takut saat naik ke kelas 11, kelas mereka akan terpisah dengan Leo. Ya, teman-teman sekelas Leo mungkin terlalu banyak membaca komik Jepang.

Setelah lelah berlari, Leo membeli minum dari mesin penjual minuman, lalu naik ke atap sekolah, yang menurutnya adalah tempat teraman di sekolah. Leo berbaring dan menatap langit yang terlihat mendung. Rintik-rintik hujan tidak menghalanginya untuk naik ke atap sekolah, walaupun tubuhnya jadi sedikit basah. Saat itulah Leo melihat seorang gadis dengan seragam putih biru datang, lalu duduk bersila di tempat yang agak jauh darinya. Hujan juga membuat tubuhnya sedikit basah, tapi gadis itu tampaknya tidak peduli.

Leo sedikit memperhatikan gadis itu. Wajah oval, mata besar, hidung mancung, kulit putih, dan rambut yang diikat asal-asalan. Gadis itu lalu mengeluarkan pulpen dari tasnya, lalu berbicara dengan pulpen itu.

"Duh, gw lagi galau nih, Pren! Lo mau tau aja atau mau tau banget? Mau tau banget? Oke gw ceritain deh supaya lo ga mati penasaran." Gadis itu menghela nafas, tanpa mengetahui Leo yang sedang menahan tawanya.

"Gw dapet beasiswa di sekolah gedongan ini, Pren! Keren? Iya gw memang keren, pinter lagi! Ya.. walau cuman beasiswa 70% sih, Pren! Tadi Mama bilang sih bisa bayarin 30% nya, Pren. Tapi kok gw masih galau ya, Pren! Emang sih sekolah ini bagus bener. Ada kolam renangnya cuy! Tapi gw kok ga pede ya?" Leo masih memperhatikan gadis itu dengan serius.

"Kalo gw liat di film-film sih orang kayak gw bakalan dibully, Pren! Hah? Takut? Gw bukannya takut dibully kok! Tapi gw takut ga cocok aja. Takut susah cari temen. Cari temen jaman sekarang tuh susah banget Pren! Hah? Cari pacar? Gila kali ya lo! Males ah cari pacar! Biasanya cowok kaya itu brengsek tau Pren! Gw sekolah di sekolah deket rumah aja deh. Lebih murah!"

Leo tersenyum, mengeluarkan sebuah post it bewarna kuning dari tas ranselnya lalu menuliskan sesuatu di post it itu. Dengan senyum yang masih mengembang Leo pergi dari atap itu, meninggalkan minuman kaleng lemonade yang belum sempat diminumnya dengan post it yang menempel pada minuman ringan itu.

'Don't be afraid to move on and start a new chapter'

Elisa NataliaWhere stories live. Discover now