#26

249 7 0
                                    

Minta vommentnya ya :)

Siapa yang kangen Elisa-Davin? Happy Reading guys..


Aku sedang menonton TV di ruang tengah saat ponselku berbunyi. Dan aku segera menjawab panggilan itu setelah melihat nama yang mucul di layar ponselku.

"Sa, Papa sama Mama udah pulang?" Tanya Davin.

"Mereka nginep di luar sama Clara." Jawabku singkat.

"Jadi lo sendirian di rumah?" Hari ini memang jadwal Davin menginap dan belajar bisnis di rumah Opa dan Omanya.

"Gpp."

"Tunggu, sebentar lagi gw kesana." Setelah mengatakan itu, Davin memutuskan panggilannya, dan aku lanjut melihat tayangan di TV, yang sebenarnya sama sekali tidak menarik perhatianku. Setelah beberapa saat aku memutuskan untuk membuat susu coklat di dapur, tentu saja hanya dengan mengandalkan tangan kananku. Tangan kiriku akan pulih dalam waktu satu bulan, itu yang dokter katakan. Setelah selesai membuat susu coklat hangat, aku menghirup aroma coklat yang cukup bisa membuatku tenang. Setelah menghabiskan susu coklatku, aku berbalik dan menemukan Davin yang baru saja sampai di dapur.

"Hai." Sapaku sedikit terkejut melihatnya. Caraku melihat Davin sedikit berubah, karena semua yang ia ceritakan padaku. Kami menyembunyikan fakta bahwa aku sudah mendengar semua cerita itu dari semua orang. Biarlah semua ini kusimpan dalam hati sampai waktu yang belum kutentukan. Aku harus menata hatiku terlebih dulu, karena jujur saja aku masih bingung bagaimana caraku bersikap di depan Tante Riana. Apakah aku masih pantas untuk membencinya?

"Tangan lo gpp?" Tanya Davin melirik tangan kiriku yang masih digips.

"Bukannya lo nginep di rumah Opa Oma lo?"

"Mana mungkin gw biarin lo di rumah sendirian dengan kondisi tangan lo kayak gitu, Sa? Lo ikut gw aja ya?"

"Ikut kemana?" Tanyaku dengan dahi berkerut.

"Ke rumah Opa Oma gw. Atau lo mau kita berduaan aja di rumah ini?" Tanyanya sambil menahan tawa, membuatnya terlihat semakin tampan. Tunggu dulu, barusan aku memikirkan apa? Sepertinya aku harus membenturkan kepalaku ke tembok sekarang juga.

"Elisa?" Davin menunggu jawabanku, dan akhirnya aku memilih untuk ikut dengannya ke rumah Opa dan Omanya, karena jujur saja, sendirian di rumah juga bukan pilihan yang baik, karena rumah itu terlalu besar, dan aku sedikit takut kalau harus melewati malam sendirian di rumah besar itu seorang diri.

Setelah mengemas barang-barang yang kubutuhkan, aku mengikuti Davin ke mobilnya yang sudah terparkir di depan rumah. Davin membantuku membawakan barang-barangku dengan sabar, dan membukakan pintu mobil untukku. Setelah aku duduk dengan nyaman, ia segera menjalankan mobilnya. Saat mobil berhenti di sebuah rumah besar, aku menganga. Aku pikir rumah Papa dan Tante Riana sudah cukup besar, tapi aku salah. Rumah ini mungkin tiga kali lipat lebih besar dari rumah Papa dan Tante Riana. Mobil Davin lalu masuk gerbang utama, dan berhenti di sebuah pintu besar. Belum sadar dari keterjekutanku, Davin sudah membantuku turun dari mobil.

Davin menarik lembut tanganku dan membawaku melewati pintu utama rumah ini. Aku bisa melihat ruang tamu yang besar, dengan lukisan-lukisan yang sangat indah. Beberapa pelayan tersenyum kepada Davin, dan Davin membawaku ke sebuah ruangan yang besar, seperti ruangan meeting. Apa rumah ini merangkap kantor?

Aku melihat seorang pria paruh baya dan... Bianca. Ya, Bianca sedang duduk di salah satu kursi di meja panjang itu, menatap sebuah layar besar di depannya. Layar yang penuh dengan angka dan grafik yang tidak kumengerti. Bianca lalu menyadari kedatangan kami, dan ia tampak sedikit terkejut, namun langsung memasang senyum di wajahnya. Bianca beranjak dan menghampiri kami.

"Hai, Sa. Gimana tangan lo?" Tanya Bianca dengan ramah. Bianca mengenakan terusan sederhana bewarna biru navy, dan tampak sangat anggun. Berbeda denganku yang hanya mengenakan kaus tidur dan celana selutut untuk tidur.

"Baik, thanks." Jawabku seadanya.

"Oma sama Opa?" Tanya Davin sambil mempersilakanku duduk di sebuah kursi, lalu duduk di sebelahku.

"Udah tidur, Vin."

"Bisa kita mulai pelajarannya? Sekarang murid Om tambah satu?" Tanya pria paruh baya itu.

"Itu Om Danny, yang ngajarin management business." Aku hanya mengangguk kecil mendengar penjelasan Davin, dan Om Danny kembali menjelaskan mengenai bisnis yang membuatku mengantuk. Davin dan Bianca tampak serius, sesekali Bianca membuat catatan kecil, dan aku mengambil kesempatan itu untuk mengambil posisi yang nyaman, menopang kepalaku dengan tangan kananku, dan memejamkan mata. Ucapan Om Danny seperti lagu yang mengiringku masuk ke alam mimpi. Setelah aku hampir kehilangan kesadaranku, tangan yang menopang kepalaku tiba-tiba terkulai dan dahiku langsung mencium meja, menimbulkan bunyi yang cukup membuatku kaget, dan tanpa aba-aba aku meringis.

"Sa, lo gpp? Sori lo udah ngantuk ya?" Kebetulan ada jam dinding di sini, dan ternyata baru jam 8 malam dan aku sudah mengantuk? Aku merasa seperti anak bayi sekarang, karena memang beberpa hari ini aku kurang tidur, takut untuk bermimpi. Aku merasakan tangan hangat Davin menyentuh dahiku yang kuyakini sudah memerah.

"Gw anter Elisa ke kamarnya dulu ya, Bi." Davin lalu beranjak dan membantuku berdiri.

"Sori, malam semuanya." Aku berpamitan singkat lalu mengikuti Davin, karena aku memang sudah sangat mengantuk. Aku bahkan mengikuti Davin sambil menutup mataku sejenak. Aku mendengar suara pintu terbuka, dan aku menabrak Davin karena terlalu mengantuk. Aku bisa mendengar suara tawanya, tetapi aku tidak bisa membuka mataku. Sesaat kemudian aku merasakan tubuhku melayang. Tubuhku terasa ringan, lalu aku merasakan sesuatu yang empuk di punggungku. Sepertinya aku sudah berada di kasur yang empuk, dan aku merasa hangat. Aku masih dapat mendengar suara Davin yang berbisik dengan lembut di telingaku sebelum aku tertidur pulas.

"Tonight, I'll fall asleep with you in my heart, so let's meet in our dream."

Malam itu, aku bermimpi indah.

Sori kalo part ini pendek banget..

Part selanjutnya akan aku private..

Follow untuk lanjut baca ya.. Thanks :)


Elisa NataliaWhere stories live. Discover now