Salah Paham

181 7 0
                                    

"Meskipun nggak bisa bikin kamu senyum di chat, tapi aku akan bikin kamu bahagia secara nyata"

--Dylan Gunawan--

Dinda merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk. Teringat jelas dibenaknya akan kejadian yang tadi sore Ia alami bersama Dylan. Ada rasa ketakutan akan phobia nya , dan tentu saja perasaan aneh yang Ia sendiri tidak tahu apa itu saat Ia berada di pelukan Dylan. Ketika Dinda terhanyut dalam lamunannya, ponselnya bergetar, tanda ada seseorang mengirimkan pesan.

Dylan : Din, gimana keadaan loe?

Dinda : Udah baikan kok

Dylan : Maafin gue ya Din, gara-gara gue loe jadi susah terus.

Dinda : Udah gue maafin kok, gue juga mau bilang terimakasih sama loe udah nenangin gue tadi sore.

Dylan : Iya Din, itu udah tanggung jawab gue kok, by the way loe ini lagi ngapain ? Gue ganggu nggak ?

Dinda : Lagi rebahan aja di kasur nih,

Dylan : Enak tuh, boleh ikutan nggak? Hehe

Dinda : Boleh, sini dulu ntar gue jitak kepala loe yang otaknya mesum.

Dylan : Galak amat buk, maksud gue ya gue ikut rebahan di kasur gue sendiri, tapi kalau loe mau gue tiduran di kasur loe juga no problem. Haha

Dinda : Enak aja

Dylan : Emang enak, coba aja.

Dinda : Dylan gila.haha...

Dylan : Nah, gitu dong ketawa, kan cantik jadinya.

Dinda : Gue nggak ketawa, cuma gue ketik doang.

Dylan : Kalau gitu gue bakal bikin loe ketawa dan bahagia secara nyata, Din.

Dinda berhenti menggerakkan jemarinya untuk meneruskan chat nya dengan Dylan. Ia membaca dengan saksama pesan terakhir dari Dylan. Hatinya seakan meleleh seperti keju mozarella di atas pizza yang masih panas. Pipinya memerah dan sebuah senyuman mengembang di bibirnya. Ia tidak menyangka Dylan yang kejam dan angkuh itu menjadi selembut sekarang.

Apa maksud dari Dylan ya? Apa dia mau modusin gue aja?

Terdengar bunyi ponsel yang bergetar memecah lamunannya Dinda.

Dylan : Kok lama balesnya? Dah tidur ya? Yaudah loe tidur dulu gih, have a nice dream ya, sampai ketemu besok ya...

Dinda kembali membaca pesan dari Dylan yang membuatnya kembali tersenyum. Dinda tidak membalas pesan Dylan lalu meletakkan ponselnya di laci kamarnya. Dinda merebahkan tubuhnya di kasur dan tak lama kemudian Ia terlelap tidur.

Keesokan harinya.

"Ibu, Dinda berangkat dulu ya ke sekolah."

"Iya nak, hati-hati ya."

"Iya bu."

Dinda berangkat ke sekolah dengan naik sepeda kesayangannya. Sepeda itu adalah hadiah ulang tahun dari almarhum ayahnya. Tak lama kemudian Dinda sampai di tempat tujuannya. Dinda memarkir sepedanya lalu memasuki gerbang sekolahnya disana dia bertemu pak satpam.

"Selamat pagi neng Dinda, cie neng Dinda jago bikin surat cinta. Ajarin bapak dong bikin surat cinta biar pacar bapak kesemsem."

Deg.

Surat apaan maksud pak satpam? Jangan-jangan....

Dinda berlalu dan berjalan ke sepanjang koridor sekolah, semua murid menatapnya. Ada yang menatapnya aneh, ada yang nunjuk-nunjuk ada juga yang menatapnya sinis, termasuk Risa.

Ini orang-orang pada kenapa sih? Kenapa liatin gue segitunya ya?

"Din, loe nggak mau bikin surat cinta buat gue juga? Kok cuma Randy sih yang loe buatin?" Tanya salah seorang murid cowok.

Apa? Kenapa semuanya pada tahu sih?

Dinda berlari menuju kelasnya. Langkahnya terhenti saat sekelompok siswa mengerumuni mading sekolah. Dinda mendekat dan mencari tahu apa yang membuat teman-temannya berkumpul disitu.

"Permisi, ada apa ya ini?" Tanya Dinda sambil berusaha mencari celah supaya Ia bisa melihat.

Deg. Bagai tersambar petir di siang bolong, jantung Dinda seakan berhenti berdetak, nafasnya terasa sesak dan seperti ada ribuan pedang yang menancap tepat di dadanya. Ia tidak menyangka surat cintanya untuk Randy terpampang di mading dan dilihat oleh seluruh siswa di sekolah.

Kenapa Dylan lakuin ini sama gue? Apa ini maksud dia mau ngembalikin surat itu sama gue? Dengan cara kayak gini? Terus ngapain dia baik sama gue kemarin?

Semua siswa lalu menyoraki Dinda dengan tega. Dinda tak kuasa menahan air matanya untuk menangis. Dinda lalu berlari menjauh dari kerumunan siswa tadi.

Di lain tempat Dylan berkeliling mencari sosok Dinda. Dylan tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Saat sibuk mencari keberadaan Dinda, Dylan bertemu dengan Nindi. Dylan bertanya pada Nindi dimana Dinda.

"Hey Nin, loe tahu dimana Dinda?"

"Ngapain loe nanyain Dinda? Masih belom puas loe nyakitin dia?"

"Maksud loe apa Nin?"

"Loe masih tanya apa maksudnya? Bener-bener loe ya jadi orang, nggak punya hati, kasihan Dinda ketemu orang macem loe!" Kata Nindi sambil nunjuk ke arah Dylan.

"Bentar deh, gue makin nggak ngerti, kemarin Dinda sendiri yang bilang kalau dia udah maafin gue, Nin."

"Dan belom ada 24 jam loe udah rusak kepercayaannya buat maafin loe."

"Sebenernya ada apa ini? Sumpah gue nggak ngerti, sekarang Dinda ada dimana? Gue mau ngomong sama dia."

"Gue juga nggak tahu dia ada dimana sekarang, gue hubungin dia juga nggak aktif, mungkin dia saat ini lagi sedih banget, kasihan Dinda. Ini semua gara-gara loe, Dy!"

Nindi berlalu begitu saja melewati Dylan. Dylan kebingungan apa yang sebenarnya terjadi. Dylan berkali-kali menghubungi Dinda namun tidak ada respon. Dylan mencoba mencari Dinda lagi, Ia bertanya pada siswa yang kebetulan lewat di dekatnya.

"Eh, loe liat Dinda nggak?"

"Dinda siapa? Yang suratnya ada di mading?" Tanya siswa itu.

"Maksud loe apa?" Tanya Dylan panik.

"Masak loe nggak tahu Dy, dia kan bikin surat cinta buat Randy, kapten tim basket kita, suratnya di pajang di mading, nggak tahu malu banget deh", Jelas siswa itu.

Dylan berlari sekencang-kencang nya menuju mading sekolah. Dilihatnya surat Dinda ada di sana. Ia kemudian merobek dan membuangnya di tong sampah.

"Brengsek! Siapa yang berani nyuri surat ini dari loker gue!" Umpatnya.

Dinda pasti mikir kalau ini semua gue yang lakuin. Dia pasti kecewa sama gue. Gue harus jelasin semuanya sama dia. Tapi loe dimana sekarang Din?


Terimakasih sudah membaca.
Kalau suka ceritanya bisa vote dan kalau ingin memberi saran tinggal coment aja ya....

Because of You [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang