Pagi hari setelah mereka berpamitan pada Gesang dan neneknya akhirnya mereka berdua -Gantara dan Ruarendra- kembali melanjutkan perjalanannya.
Setelah Ruarendra merasa cukup jauh dari rumah Gesang, akhirnya ia tidak bisa tahan lagi untuk bertanya pada Gantara, "Gantara, boleh aku bertanya?"
"Tentu, apa itu?" Gantara sedikit melirik kearah wajah Ruarendra dihadapannya. Dalam menunggang kuda, sekalipun Ruarendra terus menerus protes namun posisi mereka tidak berubah, Ruarendra tetap duduk didepan Gantara.
"Hmm.." Ruarendra terlihat sedikit ragu, "itu..kenapa kau terlihat sangat sedih ketika melihat keadaan Gesang?" Ruarendra bukannya tidak sedih melihat keadaan Gesang namun kesedihan yang ia lihat dimata Gantara begitu terasa sangat dalam.
Gantara menghela nafas, ternyata pandangan dan pengamatan Ruarendra tajam juga padahal ia bukan seorang pendekar, "aku hanya teringat masa laluku?"
"Masa lalumu?" Ruarendra tidak mengerti apa hubungannya nasib buruk Gesang dengan masa lalu Gantara karena memang Ruarendra sama sekali tidak tahu menau tentang masa lalu sang panglima.
Gantara mengangguk, "Aku juga seorang yatim piatu, Gesang masih beruntung masih memiliki neneknya sedangkan aku tak punya siapapun, aku bahkan tidak bisa mengingat seperti apa wajah kedua orang tuaku. Dan..Aku juga pernah dipukuli dipasar hanya karena mencuri sebuah jeruk, aku terpaksa mencuri karena pada saat itu aku sangat kelaparan," setelah mengatakan itu Gantara tercengang pada dirinya sendiri, ia biasanya tidak akan mudah mengatakan masa lalunya pada siapapun namun kali ini entah kenapa ia dengan mudah mengatakan masa lalunya yang pahit pada pangeran manja dihadapannya ini.
Ruarendra kaget mendengar apa yang dituturkan Gantara, ia mengira Gantara adalah anak dari salah satu keturunan berdarah biru [1] makanya ia bisa dengan mudah mencapai posisinya sekarang sebagai panglima tertinggi dikerajaannya dalam usia muda, "aku turut berduka mendengarnya," ucap Ruarendra lirih.
[1. Berdarah biru : memiliki garis keturunan bangsawan/ningrat.]
"Tidak perlu, aku tidak apa-apa. Berkat keadaanku yang seperti itu aku bisa bertemu guruku, empu Indrayana. Ia memberiku kasih sayang layaknya orang tuaku sendiri, memberiku nama dan identitas, memberiku perlindungan, mengajariku tentang kehidupan dan semua ilmu silat[2] dan kanuragan yang ia miliki hingga bisa membuatku menjadi diriku yang sekarang."
[2. Pencak silat atau silat adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Nusantara (Indonesia).]
Ruarendra mengerutkan keningnya, "Nama dan identitas?" Ia sampai menolehkan kepalanya kebelakang dan mencoba menatap wajah Gantara.
Gantara tetap memandang lurus kedepan, kearah jalan yang sedang beliung tapaki, "iya, pada saat empu Indrayana menemukanku, aku tidak bisa mengingat apapun bahkan namaku sendiri. Gantara Wisesa adalah nama pemberian guru, dan identitasku sebagai muridnya itu sudah cukup."
'aku tidak tahu ternyata masa kecilmu lebih menyedihkan dari Gesang,' Ruarendra melihat kebawah, kearah tangan besar Gantara yang sedang memegang tali kekang, ia ingin menggenggam tangan itu untuk menyampaikan rasa simpati dan memberinya kekuatan namun akhirnya ia urungkan, "apa kau sekarang sudah mengingat masa lalumu?"
"Belum."
"Apa kau ingin bisa mengingat masa lalumu?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Aku sudah puas dengan hidupku yang sekarang."
"Umm.." Ruarendra mengangguk, ia berhenti bertanya, ia merasa tidak enak kalau terus menanyakan hal yang bahkan tidak ingin Gantara ingat apalagi mereka berdua belum sedekat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL Ver.] Runaway (Complete)
HistoryczneWarning 18+ content! Karena ulah Patih Gandatala yang melakukan pemberontakan, kerajaan Kertalodra dalam prahara. Lalu bagaimana nasib panglima besar Gantara Wisesa yang sangat tampan dan kuat, ditakuti musuh-musuhnya di medan perang dan juga digila...