Chapter 21 - Padepokan Nyai Sokawati

4K 597 104
                                    

Chapter 21 - Padepokan Nyai Sokawati

Gantara merasa lega, dua hari perjalanan menuju padepokan Nyai[1] Sokawati berjalan dengan lancar dan tidak ada hambatan berarti.

[1. Nyai adalah sebutan umum di Jawa Barat, khususnya bagi wanita dewasa.]

Ruarenda juga terlihat semakin bugar, kulit putihnya kini terlihat merona dan menambah pesona Ruarenda dimata Gantara.

Melihat pintu gerbang padepokan sudah dekat, Ruarenda menggenggam tangan Gantara yang tengah memegang tali kekang Beliung.

"Gantara."

"Ya?"

"Bolehkah aku sekarang pindah duduk dibelakangmu, aku akan malu kalau masuk ke padepokan menunggang kuda dengan posisi seperti ini," Ruarenda menoleh kebelakang dan menatap Gantara dengan tatapan penuh permohonan.

Gantara menaikan sebelah alisnya dan membalas tatapan Ruarenda, "Setelah sekian lama, ini masih menjadi pembahasan? Bukankah kau sudah tahu jawabannya."

Ruarenda mengangguk, "Ayolah, sekali ini saja," Sang Pangeran mengedip-ngedipkan mata bulatnya yang jernih dalam usaha membujuk Sang Panglima, berharap Gantara akan luluh.

Menatap wajah Ruarenda dengan tatapannya yang menggemaskan membuat hati Gantara tergelitik, namun ekspresi wajahnya tetap tenang seperti biasa, "Tidak."

Ruarenda mendengus kesal lalu mencebikan bibirnya, "Kau menjengkelkan!" Sejak awal perjalanan sampai hari ini, Gantara tidak sekalipun mengabulkan keinginannya untuk duduk dibelakang ketika mereka menunggangi Beliung.

Ketika mereka sampai didepan gerbang padepokan, kedua murid Nyai Sokawati tidak menanyakan apapun dan langsung membukakan gerbang dan mempersilahkan Gantara dan Ruarenda untuk masuk.

Dengan perilaku kedua penjaga gerbang padepokan, Gantara menduga kalau Nyai Sokawati sudah mengetahui akan kedatangannya.

Benar saja, ketika Gantara dan Ruarenda turun dari atas Beliung, seorang wanita cantik datang menghampiri dengan sebuah senyuman, "Anakku Gantara."

Gantara mengamati wanita yang berjalan semakin mendekat kearahnya, ia mengenalinya, wanita cantik itu jelas Nyai Sokawati namun yang membuatnya takjub adalah Nyai Sokawati tidak menua sedikitpun, terakhir kali ia melihat wanita itu ketika berumur delapan tahun dan tidak ada perbedaan sedikitpun dari sosoknya saat itu dengan sosoknya hari ini, "Nyai Sokawati, murid Gantara meminta maaf datang tanpa pemberitahuan."

Nyai Sokawati terkekeh lalu memeluk Gantara, "Tidak usah terlalu sungkan, Kau sudah kuanggap sebagai anak laki-lakiku sendiri, lagipuka Kakang Indrayana telah memberitahuku tentang kedatangan kalian dan tentang apa yang sedang kalian hadapi," terdengar ketulusan dari nada bicara Nyai Sokawati, setelah melepaskan pelukannya pada Gantara, ia segera mengalihkan pandangannya pada pemuda ayu yang hanya diam berdiri disamping Gantara. Nyai Sokawati menangkupkan kedua telapak tangannya didepan dada lalu sedikit membungkukan badan memberikan salam penghormatan pada Pangeran Putera Mahkota Kertalodra, "Selamat datang dipadepokan hamba yang sederhana ini Pangeran, hamba turut berduka dengan apa yang menimpa kerajaan Kertalodra."

Ruarenda sebenarnya merasa tertegun, wanita yang masih terlihat cantik dan muda ini adalah adik seperguruan Empu Indrayana yang seharusnya seorang nenek namun masih segar seperti seorang wanita muda. ketika Nyai Sokawati berbicara padanya barulah Ruarenda tersadar dan langsung mengganggukan kepalanya, "Nyai tidak usah terlalu formal denganku, panggil saja Rua."

"Tidak bisa begitu Pangeran, Anda adalah anak dari Raja Arya Tirta Kusuma Winarang, Hamba tidak mungkin bersikap lancang."

Ruarenda meringis, dulu mungkin ia akan sangat senang ketika orang menghormatinya sebagai seorang pangeran putera mahkota namun sekarang ia malah merasa canggung dengan apa yang dilakukan Nyai Sokawati, "Aku memaksa Nyai, lagipula sekarang aku sedang menyamar menjadi adik sepupunya," Ruarenda terkekeh sambil menunjuk Gantara.

[BL Ver.] Runaway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang