Chapter 30 - Antasena & Tiwa

3.8K 541 151
                                    

Chapter 29 - Antasena dan Tiwa

Seperti hari-hari biasanya, Tiwa mencari Antasena untuk memberinya obat.
Sebenarnya pemuda manis itu sedikit kesal dan tidak suka dengan sikap Antasena, ketika murid lain akan menemui Ling Hua dan dirinya untuk mengambil obat, namun hanya Antasena sendiri yang tidak mau mengambil obat dan malah menginginkan obat itu diantar  padanya.

Nyai Sokawati yang mengetahui hal itu meminta maaf atas sikap murid nomor satunya, dan memohon agar Ling Hua dan Tiwa mau memaklumi, sikap Antasena didasari oleh dirinya yang seorang tuan muda anak tunggal seorang tumenggung yang selalu dimanjakan dan mendapatkan apapun yang ia inginkan, ditambah seluruh murid-murid padepokan yang memperlakukannya secara istimewa karena Antasena tidak hanya mempunyai kedudukan dan sosoknya yang rupawan, namun ia juga bisa membuktikan diri dengan kecerdasan dan kekuatannya sehingga menjadi murid nomor satu di padepokan. Mengetahui itu semua, Ling Hua membujuk Tiwa agar mau mengantarkan obat untuk Antasena, Ling Hua bilang pada pemuda manis itu bahwa harus ada pihak yang mengalah dan sudah tugas mereka --Ling Hua dan Tiwa-- saat ini untuk membuat semua penghuni padepokan Nyai Sokawati sembuh dan sehat kembali. Akhirnya mau tidak mau Tiwa menerima tugas mengantarkan obat untuk Antasena  setiap harinya sekalipun enggan.

Biasanya saat matahari mulai tergelincir ke barat Antasena pasti sedang berlatih, dan di sini lah Tiwa sekarang, mengedarkan pandangannya di area berlatih untuk mencari sosok pendekar yang membuatnya kesal, namun setelah ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut lapangan luas itu, Tiwa tidak bisa menemukan Antasena dimana pun.

Tiwa merengut kesal, tugasnya untuk mengantarkan obat Antasena setiap hari sudah ia anggap hal yang merepotkan, ditambah sekarang ia harus mencari-cari keberadaan murid nomor satu Nyai Sokawati itu, benar-benar terasa menyia-nyiakan waktunya.

Tiwa memang asisten Ling Hua, namun ia juga merangkap sebagai muridnya jadi selain membantu Ling Hua untuk membuat ramuan-ramuan herbal untuk mengobati seluruh penghuni padepokan, ia juga masih harus belajar tentang ilmu pengobatan pada Ling Hua dan harus mengingat semua yang diajarkan Ling Hua dengan baik agar ia bisa menjadi tabib sehebat gurunya, intinya ia sangatlah sibuk dan tingkah Antasena membuatnya lebih sibuk lagi.

Tiwa menghentikan seorang murid padepokan yang berjalan melewatinya lalu menanyakan tentang keberadaan Antasena, murid itu bilang bahwa Antasena hari ini tidak pergi berlatih dan hanya beristirahat di kamarnya karena merasa tidak enak badan, mengetahui informasi itu, Tiwa mengucapkan terima kasih pada murid itu dan setelahnya segera pergi menuju kamar Antasena.

Tiwa dengan malas mengetuk daun pintu yang ada di hadapannya, namun setelah ia menunggu beberapa saat tidak kunjung ada jawaban dari penghuni kamar. Sekali lagi Tiwa mencoba mengetuk pintu kamar Antasena, tetapi kali ini dengan ketukan yang lebih keras.

"Siapa?" Terdengar suara Antasena dari dalam kamar.

"Tiwa."

"Masuk."

Mendengar suara Antasena membuat Tiwa mencebikan bibirnya kesal, entah kenapa dirinya merasa seolah menjadi seorang palayan yang sedang diperintah oleh majikannya. Antasena memang ketua dari murid-murid padepokan tapi bukan berarti pendekar itu bisa memerintah dirinya sesuka hati, terlebih ia bukanlah murid dari padepokan Nyai Sokawati. Dalam hidup Tiwa, selain orang tuanya, ada tiga orang pengecualian yang akan Tiwa turuti perintahnya dengan  senang hati dan tulus, yaitu Ling Hua, Gantara, dan Ruarendra.

Tiwa membuka pintu yang ada di hadapannya dan masuk kedalam kamar Antasena dengan langkah enggan, pemuda manis itu mendapati sang pendekar tengah terbaring di atas ranjangnya, "Aku dengar kakang sedang tidak enak badan hingga tidak berlatih hari ini?" tanya Tiwa hanya untuk berbasa-basi, "Oh iya, ini obatmu."

[BL Ver.] Runaway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang