Chapter 23 - Keistimewaan Ruarendra

3.9K 616 53
                                    

Chapter 23 - Keistimewaan Ruarendra

Karena merasa takut jatuh dari ketinggian, Ruarenda tanpa sadar memanjat tubuh Gantara, memeluk lehernya erat dan melingkarkan kakinya dipinggang pendekar tampan itu juga tak kalah erat seperti seekor anak koala yang bergelayut manja pada induknya, sementara wajahnya tetap terbenam didada bidang Gantara, enggan untuk melihat sekitar apalagi melihat kebawah, itu akan membuatnya semakin takut.

Antasena yang melihat adegan Ruarenda jatuh segera melompat keatas pohon dan berdiri pada dahan disamping tepat dimana Gantara menangkap Ruarenda, "Kemari, berikan Pangeran padaku," Antasena mengulurkan tangannya untuk meraih Ruarenda.

"Tidak perlu," Gantara menatap Antasena dengan tenang, "Biar aku yang menangani pangeran, kau ambilah saja mangganya."

Untuk sekilas Antasena merengut tidak suka dan Gantara sempat menangkap eskpresinya namun sedetik kemudian murid terkuat Nyai Sokawati itu tersenyum dan mengangguk, "Baiklah kakang," setelahnya Antasena segera melompat kedahan yang lebih tinggi dan mulai memetik beberapa mangga yang matang.

Sedangkan Layung Sari yang sedari tadi menyaksikan adegan itu dari bawah, wajah cantik gadis itu sudah memerah karena kesal. Layung sari berpikir bagaimana mungkin Ruarenda yang mendapatkan adegan itu? Dirinyalah yang harusnya ada dalam pelukan Gantara saat ini, sejak awal ia sudah merencakan adegan seperti itu, ketika Gantara naik ke pohon, ia sendiri akan ikut naik lalu pura-pura tergelincir dan jatuh, sudah dipastikan Gantara akan menolongnya dan ia akan bisa memeluk pendekar tampan itu. Namun sekarang rencananya hanyalah tinggal rencana, yang melakukannya adalah Ruarenda. Layung Sari mendengus kesal.

Gantara melompat turun dan mendarat ditanah dengan halus lalu ia menatap Ruarenda yang masih ada dalam pelukannya, "Kita sudah dibawah."

Ruarenda masih membenamkan wajahnya didada Gantara, wajah Sang Pangeran memerah karena merasa malu akan kecerobohan dan kebodohannya sendiri, Ruarenda hanya bisa mencicit kecil dengan ragu, "Ka-kakiku lemas."

Gantara berkeinginan untuk tertawa namun ia urungkan, setelah menepuk punggung Ruarenda beberapa kali dengan lembut, pendekar tampan itu mengangkat tubuh Ruarenda dan mendudukannya diatas Beliung.

Begitu ia duduk diatas Beliung, Ruarenda segera memeluk leher Beliung dan menyembunyikan wajahnya yang masih memerah disurai hitam kuda jantan itu.

Beliung mengibaskan kepalanya sambil meringkik seolah menertawakan kecerobohan dan kebodohan Ruarenda.

Gantara mengangkat tangannya dan membelai rambut hitam Ruarenda, "Kau baik-baik saja?"

Ruarenda mengangkat kepalanya dan menatap Gantara lalu mengangguk, "Iya, aku baik-baik saja," tadi ia memang sempat sangat ketakutan namun sekarang rasa malu lebih mendominasinya.

Gantara membalas tatapan Ruarenda, "Apa kau sebelumnya pernah memanjat dengan cara seperti itu?"

Ruarenda menggeleng, "Tidak pernah. Aku hanya melihatmu dan tanpa sadar aku mengikutimu naik ke pohon dengan cara seperti itu," ia kembali duduk tegak diatas Beliung namun menundukan kepalanya, takut kalau Gantara akan marah.

Gantara mengerutkan keningnya hingga alis tebalnya terajut, ia berpikir Ruarenda tidak memiliki ilmu silat maupun ilmu kanuragan jadi bagaimana mungkin Sang Pangeran bisa meringankan tubuh untuk memanjat pohon seperti cara seorang pendekar.

Melihat ekspresi wajah Gantara, Ruarenda takut telah terjadi suatu kesalahan, "Ada apa?"

Gantara terlihat berpikir untuk sesaat, "Ada hal yang harus kupastikan, ini tentangmu,"

"Apa itu?" Ruarenda merasa sangat penasaran.

"Bagaimana--"

"Kakang Gantara, lebih baik kita segera kembali ke Padepokan, hari mulai gelap," sela Layung Sari menghentikan percakapan diantara Gantara dan Ruarenda, "Kakang Antasena juga sudah selesai memetik buah mangga."

[BL Ver.] Runaway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang