Chapter 12 - Meditasi

4.5K 696 111
                                    

Kepalan tinju yang kuat menghantam perut salah satu pendekar yang ditugaskan untuk memburu Ruarendra hingga tubuh pendekar itu terbang dan menghantam dinding batu istana Kertalodra.

Pendekar malang itu langsung memuntahkan darah dan pingsan.

Patih Gandatala yang baru saja melayangkan tinjunya mendengus penuh amarah lalu berteriak lantang, "Tolol! Hanya menangkap satu orang saja tidak becus!"

"Ampun patih," beberapa pendekar yang berada disana gemetar ketakutan melihat amarah Patih Gandatala dan langsung berlutut meminta pengampunan.

"Ka-kami belum menemukan kembali jejak Pangeran Ruarendra, kelompok terakhir yang kami temukan sudah tewas dan dari informasi yang kami dapat bahwa panglima besar Gantara Wisesa lah yang mengawal pelarian Pangeran," Salah satu pendekar menjelaskan keadaan yang ia tahu dengan hati-hati.

"Setan alas!!! Seharusnya cecunguk itu aku habisi dari dulu!" Mata Patih Gandatala semakin memerah karena amarahnya yang meluap, darahnya seolah mendidih, dalam hatinya ia sangat ingin mencekik Gantara hingga meremukan lehernya.

Patih pengkhianat itu kembali duduk diatas singasana milik raja yang sudah ia kuasai secara tidak resmi. Setelah berhasil melakukan pemberontakannya, ia segera mengirim Raja Arya Tirta Kusuma dan permainsuri beserta orang-orangnya kedalam penjara.

"Kalian teruskan pencarian dan ingat bawa Pangeran Ruarendra hidup-hidup. Sedangkan Gantara kalian bisa menghabisinya!"

"Laksanakan Patih!" para pendekar menghaturkan sembah lalu dengan segera meninggalkan aula kerajaan.

"Patih?" Patih Gandatala berdecak, "sebentar lagi kalian akan memanggilku Gusti Prabu Gandatala hahaha.." pria paruh baya yang memiliki perawakan tinggi besar itu tertawa dengan congkaknya membuat perutnya yang membuncit bergetar.

Patih Gandatala tidak sabar menantikan orang-orangnya menangkap dan membawa Pangeran Ruarendra kembali ke istana Kertalodra, sejak awal ia memang mengutus pendekar-pendekar itu hanya untuk menangkap Ruarendra bukan membunuhnya namun siapa sangka yang mengawal pangeran putera mahkota itu malah Gantara Wisesa sang Panglima besar yang tersohor akan kekuatannya yang perkasa hingga membuat orang-orang suruhannya kesulitan bahkan kehilangan nyawa.

Memang benar, dimasa lalu pembunuh yang akan membunuh Ruarendra ketika masih bayi adalah orang utusan Patih Gandatala, tapi ketika Patih Gandatala melihat Ruarendra tumbuh menjadi pemuda yang ayu (cantik), memiliki kulit putih mulus dan halus bak porselen, dengan tubuh semampai dan ramping, membuat keinginan untuk membunuh pewaris tahta itu lenyap digantikan dengan hasrat untuk memiliki dan menyetubuhi sang pangeran.

Selama ini setiap Patih Gandatala melihat Ruarendra, hasrat seksualnya akan terbakar tanpa ampun dan seketika fantasinya tentang Ruarendra yang berada dibawah tubuhnya tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh indahnya yang tengah ia gagahi terlintas berulang-ulang, jadi ketika ia kembali ke kediamannya, sang Patih akan memanggil gundik-gundiknya dan menyetubuhi mereka satu persatu namun tidak pernah memuaskan 'dahaga'nya akan Ruarendra.

Bahkan Patih Gandatala bahkan pernah menyuruh anak buahnya untuk menangkap beberapa pemuda dari desa lalu ia memperkosa mereka tapi tetap saja keinginannya pada Ruarendra tak berkurang sedikitpun.

Bagaimanapun Ruarendra harus menjadi miliknya.

*******

Gantara dan Ruarendra masing-masing berdiri berlawanan dikedua sisi batu besar, keduanya saling memunggungi satu sama lain, membuka pakaian yang melekat pada tubuh mereka.

Karena Gantara adalah pendekar dan seorang panglima, sudah dipastikan membuat gerakannya jadi lebih gesit dan cekatan jadi ia membuka seluruh pakaian yang ia kenakan jauh lebih cepat dari Ruarendra yang biasa dilayani oleh para dayang istana.

[BL Ver.] Runaway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang