I love him. But we were friend:)
-------------
Benar kata orang, jadi anak OSIS itu melelahkan. Awalnya Bella tidak percaya dan menganghap hal itu berlebihan karena saat SMP dia melihat anggota OSIS kebanyakan hanya bermain-main saja. Hal itu membuatnya tertantang untuk menjadi bagian dari kepengurusan OSIS. Memang awalnya dia hanya coba-coba masuk kepengurusan OSIS SMA Starki, tapi sialnya dia diterima. Kini dia benar benar merasakan lelahnya menjadi pengurus OSIS.
Sebulan lagi, SMA Starki akan merayakan ulang tahun ke 44 tahun. Memang tidak mengundang masyrakat luar, tapi tetap saja merepotkan.
"Tuh guru kayaknya emang sengaja bikin kita nggak kelar ngerjain ini dah. Banyak bener maunya," omel Dhila, salah satu anggota pengurus OSIS yang juga adalah sahabat Bella sejak SMP. Dari SMP, Dhila sudah join di kepengurusan OSIS. Tapi tetap saja beda rasanya. Saat SMP dulu OSIS tidak terlalu sibuk. Hanya mengikuti perintah guru dan yang membuat proposal adalah pembina OSIS, bukan anak OSISnya.
"Yaelah Dhil. Lo kayak gak tau guru pembina kita aja. Taun lalu gue sama yang lain sampe enam kali lebih ganti ide dan ternyata ide yang dipake buat acara ultah adalah ide pertama yang kami usulkan. Kan kampret," balas Fania.
Fania adalah salah satu anggota senior OSIS. Wajar saja karena dia sudah kelas 11. Jadi hal ini bukan sesuatu yang baru baginya, juga bagi teman-teman seangkatannya yang masih bertahan di organisasi itu.
"Anjir! Serius kak? Gila tuh guru. Gak kebayang gue kalo kita bernasib sama kak."
"Emang kayak gitu Dhil orangnya. Parahnya lagi dia bilang ke kepsek kalo itu ide dia. Hasilnya ya kepsek ngomelin anak OSIS. Kita dibilang gak kreatif karena gak ngasi ide buat ultah sekolah. Kan kayak ada kampret kampretnya gitu."
"Tuh guru minta disantet kayaknya. Gue doain dipecat sama kepsek jadi pembina OSIS." Akhirnya Bella angkat bicara. Dari tadi dia hanya mendengarkan obrolan seniornya dengan sahabatnya itu. Sampai akhirnya bibirnya gatal untuk mengutuk pembina itu.
"Ye gak segampang itu Bel. Tau sendiri sekarang apa-apa main duit."
Bella dan Dhila hanya mengangguk pasrah. Benar, Bu Friska, pembina OSIS, termasuk orang kaya dalam lingkungan sekolah ini. Dia yang paling sering menyumbang dan membantu dana untuk membeli atribut saat ada acara di sekolah. Ya sebenarnya kalau dilihat-lihat Bu Friska memang hanya punya satu kekurangan, yaitu tidak memiliki kelebihan.
"Anjirlah capek gue bolak balik dari tadi," sungut Melvi yang baru saja datang. Dia adalah sekretaris OSIS tahun ini.
"Darimana kak Mel?"
"Bolak balik dari ruang OSIS ke ruang guru terus ke ruang kepsek cuma buat minta persetujuan proposal. Tai emang Bu Friska. Bikin orang repot aja."
"Lagian lo bego njir. Ngapain ngajuin proposal ke Bu Friska? Mending ke Pak Retno."
Pak Retno juga adalah salah satu guru pembimbing OSIS di Starki. Dia jauh lebih waras dari Bu Friska. Hanya saja beliau termasuk orang dari yayasan Starki pusat di kota mereka. Sehingga beliau jarang berada di sekolah.
"Deadline-nya besok nyet. Pak Retno kan ke sini lagi lusa. Kalo ada Pak Retno mending gue ke dia aja yang jauh lebih waras."
"Kak Evan kemana kak? Bukannya dia sama kakak yang harusnya ngurus proposal?"
"Nah itu juga tu kerjaan Bu Friska. Si Evan sama Dera disuruh beli perlengkapan buat dekor aula. Ketemu tema sama acara aja belom udah mau dekor." Rasanya Melvi tak bosan jika harus mengoceh tentang kejelekan guru itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zone Compatible ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Kompatibel : bergerak sesuai keserasian, kesesuaian Kadang kita menilai diri sebagai protagonis padahal tanpa sadar kita menjadi antagonis untuk orang lain. Sebuah kisah sederhana tentang cinta dan ketulusan. Start : [20 November...