Kalau memang cinta, bagaimana mungkin ada dua nama berbeda dalam satu hati yang sama?
****
18.30 WIB
Bella memperbaiki letak tali ransel di pundaknya. Ia menghela napas singkat, kemudian melangkah ke kursi di pinggir lapangan untuk duduk di sana. Matanya menatap ke arah panggung pensi. Ia berdecak. Sudah lima belas menit tapi Dhila belum juga selesai dari tugasnya.
Tugas Bella memang sudah selesai sejak lima belas menit lalu. Semua pembuka stan di acara ulang tahun sekolah sudah melengkapi data mereka pada Bella.
Tadinya Bella ingin membantu pengurus pensi, namun melihat ada Bu Friska di antara mereka, Bella jadi mengurungkan niatnya. Ia tidak mau memperburuk moodnya dengan mendengar ceramah tidak penting dari beliau.
Bella meraih ponselnya yang bergetar dari saku jaket. Telpon dari Rey. Bella menarik napas, berusaha menenangkan diri. Entahlah, dia hanya merasa seolah tertuduh dengan apa yang terjadi, padahal Rey sama sekali tidak tau apa yang terjadi antara dirinya dan --.
Ah, sudahlah. Bella mengenyahkan segala pikiran tentang Raka dari benaknya. Gadis itu menekan tombol answer, kemudian menempelkan ponsel di telinga kanannya.
"Halo?"
"Halo. Kamu udah pulang belum?"
"Belum, Rey. Aku masih nunggu Dhila nyelesaiin tugas dia."
"Oohh emang tugas kamu sama dia beda ya?"
"Aku cuma disuruh ngedata kelas yang ngebuka stan. Si Dhila bantuin anak-anak pensi nyiapin panggung dan lain-lain. Makanya dia lebih lama."
"Oh iya besok udah pensi ya. Ehm, kamu mau nunggu Dhila aja atau mau aku jemput?"
Bella termenung sejenak. Ia mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Apa dia pulang duluan saja?
"Aku nanya Dhila dulu deh. Nanti aku kabarin kamu."
"Oke. Sampai ketemu."
"Iya sampai ketemu juga."
Bella menutup ponsel. Ia beranjak menghampiri Dhila yang hendak naik ke panggung. Gadis itu membawa sebuah stand mic dan selembar kertas berlaminating.
Geladi bersih memang sudah selesai dari sekitar satu jam yang lalu. Tapi persiapan masih terus dilakukan agar ketika pensi besok tidak ada kesalahan yang terjadi.
"Dhil!"
Dhila menoleh. "Kenapa, Bel?"
"Lo masih lama gak?"
Dhila mengecek jam di pergelangan tangannya. "Katanya kelar jam tujuh. Kenapa?"
Ah, lebih dari 15 menit lagi. "Gue balik duluan gapapa?"
Dhila mengernyit. "Naik apaan?"
Bella mengusap tengkuk lehernya. "Dijemput Rey."
Garis wajah Dhila sedikit berubah. Tapi Dhila adalah aktris yang mumpuni. Ia lebih dari mampu untuk menutupi apa yang ia rasakan.
"Ooh gitu. Yaudah duluan aja gapapa."
"Oke." Bella baru saja hendak berbalik ketika ia teringat sesuatu. "Gue mau ke rumah Rey. Nyokapnya ngajakin makan malem bareng. Kalo lo mau masuk, ambil kunci di bawah pot bunga atas meja teras ya."
Rahang Dhila sedikit mengeras. "Ah, iya aman. Hati-hati ya. Salam buat Rey sama nyokapnya."
Bella mengacungkan jempol kemudian berbalik. Ia melangkah menuju tempat ia duduk tadi. Gadis itu mengeluarkan ponselnya. Ia membuka roomchatnya dengan Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zone Compatible ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Kompatibel : bergerak sesuai keserasian, kesesuaian Kadang kita menilai diri sebagai protagonis padahal tanpa sadar kita menjadi antagonis untuk orang lain. Sebuah kisah sederhana tentang cinta dan ketulusan. Start : [20 November...