Bella terloncat kaget ketika merasakan pundaknya ditepuk seseorang. Ia berbalik dan menemukan Dhila tengah menatapnya.
"Apaan? Ngagetin tau gak." Bella mencebikkan bibirnya.
"Lah biasanya juga gue tepokin lo enggak kaget. Kenapa dah? Ngelamun kan lo?" Dhila berjalan di samping Bella.
"Enggak ah. Cuma bengong doang."
"Ya iya lo bengongnya kenapa?"
Bella menggeleng sekilas. "Dah ah. Kuy ruang OSIS. Mau langsung kerja aja rasanya. Males lama-lama di sekolah."
Alis Dhila terangkat. "Kenapa lo? Tiba-tiba males aja. kemaren rajin amat ngurusin OSIS.
"Ya gapapa. Lagi gak mood aja tiba-tiba."
"Raka?"
Bella menoleh sepenuhnya kepada Dhila. "Kenapa?"
"Enggak. Itu Raka manggil gue." Telunjuk Dhila mengarah ke arah seorang lelaki yang tengah berdiri di samping pilar depan kelasnya. Lelaki itu masih mengenakan jaket hitamnya. "Bentar ya." Dhila melangkah menghampiri Raka yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri.
Bella mengangguk sekilas. Ia menatap Dhila yang melangkah menghampiri Raka. Entah dorongan darimana, ia maju beberapa langkah. Gadis itu ingin mendengar apa yang keduanya bicarakan.
"Nanti jam istirahat ketemu di kantin. Gue mau cerita."
Dhila mengacungkan jempolnya. Raka membalasnya dengan senyuman tipis kemudian cowok itu melangkah masuk ke dalam kelas dengan kedua tangan di saku jaketnya.
Dhila menghampiri Bella yang tengah mencari cara agar tidak ketahuan menguping pembicaraan singkat mereka. Bella mengalihkan pandangannya pada pot yang ditanami bunga yang berada di depan kelasnya.
Dhila terkekeh pelan. Sebenarnya dia tahu Bella mengikutinya sejenak tadi. Ah, entah harus disebut gengsi atau apa tindakan gadis itu.
"Bel, kuy ke ruang OSIS." Dhila menepuk pundak Bella.
Bella mengangguk. Ia dan Dhila melangkah beriringan menuju ruang OSIS.
Sementara itu sepasang mata masih mengamati keduanya, ah lebih tepatnya mengamati salah satu dari kedunya.
Raka menghela napas pelan. Entah sampai kapan. Tapi waktunya untuk meyakinkan gadis itu akan kesungguhannya sudah tidak banyak lagi.
****
Evan menghampiri Bella dan Dhila yang baru saja meletakkan tas mereka di ruang OSIS.
"Kalian berdua bantu urus panggung aja gimana? Bantu dekorasi gitu." Evan menatap kedua gadis di hadapannya ini. "Nanti abis kelarin satu stan, kalian pindah ke bagian urus panggung dan dekorasi aja. Kan yang lain bisa selesain stan."
"Em, kalo kami diomel Bu Frida gimana, kak?"
"Aman. Hari ini Pak Retno dateng sepuluh menit sebelum bel istirahat pertama."
Bella dan Dhila mengangguk dengan wajah merekah. "Oke kak."
Evan tersenyum membuat lesung di pipinya terlihat sekilas. "Oke, makasih ya. Selamat bekerja." Evan melangkah meninggalkan Bella dan Dhila yang masih berdiri di depan ruang OSIS.
"Yes, akhirnya Pak Retno menyelamatkan tenaga gue yang nyaris abis ini."
Alis Bella bertaut. "Maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zone Compatible ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Kompatibel : bergerak sesuai keserasian, kesesuaian Kadang kita menilai diri sebagai protagonis padahal tanpa sadar kita menjadi antagonis untuk orang lain. Sebuah kisah sederhana tentang cinta dan ketulusan. Start : [20 November...