"Silahkan bilang kalau gue egois karena gue gak suka lihat lo bahagia sama cowok lain."
-R
____________________________________
"Pagi, tante." Raka menyalami Wila, ibu Bella yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan. Ayah Bella, Willy sudah meninggal saat Bella masih duduk di Taman-Kanak-Kanak. Willy meninggal ketika ia berlayar melintasi selat Sunda. Ombak laut ganas yang tak terprediksi malam itu menjungkir-balikkan kapal yang ditumpanginya bersama dengan ratusan penumpang lain.
Raka bersyukur, ayahnya – Rehan- telah menganggap Bella seperti anak sendiri. Setidaknya gadis itu bisa merasakan kasih sayang seorang ayah, meski bukan dari ayah kandungnya sendiri. Iya bukan ayah kandung tapi calon mertua mwehehehe – Raka.
"Eh, Raka. Udah lama banget gak ke sini. Mau jemput Bella ya?" Wila mempersilahkan Raka duduk di salah satu kursi.
"Iya tan. Bella-nya belum siap ya?"
"Udah. Lagi di kamar mandi dia. Biasa, setoran rutin dulu tiap pagi."
Raka terkekeh pelan. Kebiasaan Bella dari lama. Setiap pagi, setelah siap dengan seragam, dia harus setor dulu ke WC. Pernah sekali dia tidak setor ketika pagi, pas pulang sekolah dia mencret-mencret.
"Ekhem kayak ada yang ngomongin Bella deh."
Wila dan Raka kompak melihat ke arah tangga. Ada Bella di sana yang telah siap dengan seragam dan ransel birunya.
"Lah PD bener, neng." Wila mengulum senyumnya kemudian menyuruh Bella untuk sarapan terlebih dahulu.
"Bukan PD, ma. Tapi Bella denger dari ruang semedi. Sampe cegukan Bella gara-gara digosipin."
Meledaklah tawa Raka dan Wila. Bella memang sedikit berlebihan. Mereka berdua yakin bahwa Bella tidak cegukan hanya karena diomongin di sini.
"Enak aja lo kalo ngomong. Emangnya gue tukang gosip kayak lo sama Dhila?" Raka menegak susunya pelan-pelan.
"Emang iya kan? Ngeles aja lo kayak bajaj."
"Udah ah kalian kalo ketemu ribut mulu. Buruan abisin makanannya terus berangkat. Entar keburu telat."
****
"Oke, thanks ya." Bella menepuk sekilas pundak Raka kemudian turun dari motor cowok itu.
Raka melepas helm kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Ya, sebenarnya meskipun tanpa dirapikan Raka sudah terlihat ganteng.
Raka terbahak ketika melihat Bella yang hendak masuk sekolah menggunakan helm. Dia turun dari motornya kemudian menahan pergelangan tangan Bella. "Woi, helmnya lepas dulu. Lo mau masuk pake helm?" Raka tidak bisa menyembunyikan Abelia gelinya.
"Hah? Eh iya gue lupa." Bella hendak melepas helmnya, namun Raka sudah terlebih dahulu menahan tangannya. Raka membukakan helm Bella dengan mata terus menatap Bella dengan intens.
Bella agak tertegun ketika mendapat perlakuan yang mengejutkan dari Raka. Ditambah dengan mata teduh Raka yang terus menerus menatap dirinya. Duh, Bella jadi salah tingkah sendiri.
Raka merapikan rambut panjang Bella yang sedikit berantakan karena helm. Setelah itu dia menepuk pelan puncak kepala Bella. "Udah. Sekarang baru boleh masuk," ucap Raka dengan nada yang lebih lembut. Kemudian dia meletakkan helmnya di motor dan melangkah menuju kelasnya.
"Ah, iya. Tungguin gue." Bella segera sadar dan mengikuti langkah Raka.
Sampai di kelas, Bella memilih untuk mencari Dhila yang tasnya sudah ada di bangkunya. Tapi manusianya hilang entah kemana. Mungkin ke ruang OSIS, mengingat Dhila adalah seksi kesenian yang pasti terlibat lebih banyak untuk acara ulang tahun sekolah dibanding dengan dirinya yang menjabat sebagai seksi multimedia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zone Compatible ✔
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Kompatibel : bergerak sesuai keserasian, kesesuaian Kadang kita menilai diri sebagai protagonis padahal tanpa sadar kita menjadi antagonis untuk orang lain. Sebuah kisah sederhana tentang cinta dan ketulusan. Start : [20 November...